Gus Halim: Warga Tengger Harus Jaga Adat dan Tetap Inovatif

Gus Halim mengingatkan agar pembangunan Desa Ranupani mengedepankan budaya gotong royong dan tidak boleh mengedepankan ego pribadi atau kelompok.

oleh Liputan6.com diperbarui 31 Okt 2021, 05:28 WIB
Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar saat berbincang dengan tokoh adat dan warga Desa Ranupani, Kecamatan Senduro, Lumajang, Jawa Timur, Sabtu (30/10/2021). (Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar menegaskan kekayaan desa-desa di Indonesia begitu luar biasa. Salah satunya dimiliki olah Suku Tengger di Ranupani Lumajang yang memiliki adat-istiadat luhur untuk menghormati alam dan sesama meskipun dari latar belakang berbeda-beda.

“Saya berharap betul adat istiadat yang luar biasa tetap dijaga hingga anak cucu kita nanti. Pertahankan tradisi lama yang masih bagus dan terus melakukan inovasi untuk mencari terobosan yang lebih bagus. Prinsip tersebut harus dipegang sebagai metode membangun yang benar,” ujar Abdul Halim Iskandar saat berbincang dengan tokoh adat dan warga Desa Ranupani, Kecamatan Senduro, Lumajang, Jawa Timur, Sabtu (30/10/2021).

Gus Halim-panggilan akrab Abdul Halim Iskandar-mengatakan Desa Ranupani memiliki potensi luar biasa dari sisi kultural maupun potensi alam. Desa yang terletak di ketinggian 2.100 Mdpl ini memiliki pesona alam luar biasa di mana ada tiga danau indah dengan pemandangan sangat indah berlatar gunung Semeru.

“Secara kultural masyarakat Desa Ranupani berakar pada budaya Majapahit, bahkan warga Ranupani dikenal sebagai Tiyang Gajah Mada yang bermakna masyarakat Mahapatih Gajah Mada. Kombinasi kekayaan kultur dan alam ini bisa menjadi modal luar biasa bagi Desa Ranupani untuk terus berkembang di masa depan,” katanya dalam keterangan tertulis.

Perkembangan Ranupani, kata Gus Halim, begitu terasa dalam beberapa tahun terakhir. Berawal dari sebuah dusun yang kemudian berdiri menjadi desa, kini Ranupani berkembang menjadi Desa Wisata sekaligus penghasil komoditas pertanian yang melimpah.

“Posisi Ranupani yang menjadi desa terakhir sebelum puncak Semeru sangat strategis untuk menerima dan menyediakan keperluan dari pendaki. Tentu ini menjadi potensi yang harus terus dimanfaatkan, belum lagi di sini ada ada spot-spot alam yang bisa menjadi destinasi wisata yang menarik,” katanya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kedepankan Budaya Gotong Royong

Ketua DPRD Jawa Timur 2014-2019 ini meminta masyarakat adat Desa Ranupani untuk terus melakukan inovasi dan adaptif terhadap berbagai tren yang saat ini berkembang. Hal ini sesuai dengan tujuan SDGs Desa ke-18 bahwa pembangunan desa harus bercirikan Desa Dinamis Desa Adaptif.

“Potensi Desa Ranupani yang begitu luar biasa akan sia-sia jika warganya tidak inovatif untuk memanfaatkannya. Tapi saya melihat saat ini ada sepeda gunung, ada alat pendakian, tenda, gamelan, rumah adat tolong dijaga betul supaya bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin,” katanya.

Gus Halim mengingatkan agar pembangunan Desa Ranupani mengedepankan budaya gotong royong dan tidak boleh mengedepankan ego pribadi atau kelompok. Desa Ranupani harus dibangun bersama-sama oleh sesama warga, maupun bersama pemerintah.

"Mencintai Ranupani tanpa harus memiliki. Kita mencintai desa-desa di Indonesia tapi kita memberikan ruang yang cukup untuk berkembang sesuai dengan kearifan lokal. Itu sebagaimana tujuan SDGs Desa ke-18 yaitu kelembagaan desa dinamis budaya desa adaptif," katanya.

Pembangunan desa, tegas Gus Halim harus dilaksanakan tanpa keluar dari akar budayanya. Contohnya adalah dengan dilaksanakannya upacara adat yang disertai dengan pengambilan video. “Selain itu juga penguasaan bahasa asing sehingga dapat berkomunikasi dengan wisatawan internasional yang berkunjung,” katanya.

Ketua Adat Suku Tengger Bambang Sutejo mengungkapkan Ranupani dihuni oleh warga dengan latar keyakinan berbeda-beda. Meskipun demikian masyarakatnya sangat kental dengan ada Suku Tengger. "Di sini masyarakatnya Suku Tengger, agamanya macam-macam. Ada Islam, Hindu, Kristen. Tapi masyarakatnya rukun damai karena semua untuk kebersamaan, hasil bumi untuk kita semua," katanya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya