Liputan6.com, Jakarta Konferensi Meja Bundar (KMB) atau De Ronde Tafel Conferentie (RTC) merupakan pertemuan antara pihak Belanda, Indonesia, dan Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) atau negara federal bentukan Belanda di Indonesia. Momen penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia ini dilakukan pada 23 Agustus sampai 2 November 1949.
KMB yang digelar di Den Haag, Belanda itu bertujuan untuk menyelesaikan masalah antara Indonesia dan Belanda yang sudah sekian lama terjadi. Seperti diketahui, Belanda pernah menjajah wilayah Indonesia selama ratusan tahun. Sejak 1942, Belanda menyerah kepada Jepang sehingga wilayah Indonesia diambil-alih oleh Dai Nippon.
Advertisement
Indonesia akhirnya merdeka pada 17 Agustus 1945 setelah Jepang kalah dari Sekutu di Perang Dunia II. Namun, Belanda kemudian datang kembali ke Indonesia dengan membonceng Sekutu. Pada 18 Desember 1948, Belanda melakukan Agresi Militer II terhadap Indonesia dan melanggar Perjanjian Renville yang telah disepakati.
Sebelumnya, Belanda juga pernah melancarkan Agresi Militer I sebagai bentuk pelanggaran Perjanjian Linggarjati. Agresi Militer II membuat Belanda mendapat kecaman dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan dunia internasional.
Terlebih, Belanda menangkap beberapa pemimpin Republik Indonesia termasuk Ir. Sukarno, Mohammad Hatta, Haji Agus Salim, dan beberapa menteri kabinet yang saat itu bertugas di ibu kota sementara, Yogyakarta.
Kendati begitu, Indonesia masih eksis karena kekuasaan pemerintahan sempat dialihkan ke Sumatera Barat dan dijalankan oleh Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di bawah pimpinan Syafruddin Prawiranegara dan kawan-kawan.
Penangkapan terhadap para pemimpin RI yang dilakukan Belanda membuat PBB dan beberapa negara memberikan dukungan kepada Indonesia. Pada 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB memberi teguran terhadap Belanda dan menuntut dikembalikannya seluruh petinggi RI serta pemulihan pemerintahannya.
Tanggal 4 April 1949, digelar Perundingan Roem-Royen antara Belanda dan Indonesia. Perundingan ini berakhir pada 7 Mei 1949 dan menghasilkan beberapa kesepakatan, di antaranya persetujuan diadakannya KMB di Den Haag, kembalinya pemerintahan Republik ke Yogyakarta pada 6 Juli 1949, dan penerapan gencatan senjata.
Setelah itu, perundingan antara pihak RI dan BFO dilakukan. Pertemuan ini disebut sebagai Konferensi Inter-Indonesia, dilaksanakan pada 19-22 Juli 1949 di Yogyakarta dan 31 Juli-3 Agustus di Jakarta. BFO atau Majelis Permusyawaratan Federal adalah sebuah komite yang terdiri dari 15 pemimpin negara bagian dan daerah otonom di dalam Republik Indonesia Serikat (RIS).
Presiden Sukarno memerintahkan gencatan senjata di Jawa sejak 11 Agustus 1949. Sedangkan untuk Sumatera perintah tersebut dimulai pada 15 Agustus 1949. Perintah ini merupakan bagian dari persiapan sebelum digelarnya KMB.
Indonesia membentuk delegasi pada 11 Agustus 1949 yang akan turut dalam perundingan KMB di Den Haag, Belanda. Selain Mohammad Hatta sebagai ketua delegasi, beberapa tokoh juga dilibatkan. Mereka adalah Mohammad Roem, Mr. Supomo, Dr. J. Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Ir. Djuanda, Sukiman, Mr. Sujono Hadinoto, Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B. Simatupang, dan Mr. Muwardi.
Sementara delegasi dari BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg) yaitu negara federal bentukan Belanda di Indonesia adalah Sultan Hamid II.
Sedangkan Delegasi Belanda dalam KMB yakni Johannes Henricus van Maarseveen, Willem Dress, dan J. A. Sassen.
Belanda Akui Kedaulatan RI
Setelah melewati beberapa konferensi untuk persiapan mencari kesepakatan kedaulatan, KMB berlangsung mulai 23 Agustus hingga 2 November 1949 di Den Haag, Belanda. Pada saat penutupan 2 November 1949, konferensi ini menghasilkan sejumlah kesepakatan sebagai berikut.
Kerajaan Belanda menyerahkan sepenuhnya kedaulatan Indonesia tanpa syarat dan tidak dapat dicabut, dan karenanya mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan atas dasar ketentuan-ketentuan dalam konstitusinya. Rancangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Kerajaan Belanda.
Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnya pada 30 Desember 1949.Pada poin satu, awalnya pemerintah Hindia Belanda tidak menyetujui penyerahan Papua Barat sebagai wilayah kedaulatan Indonesia karena perbedaan etnis.
Pemerintah Hindia Belanda saat itu ingin menjadikan Papua Barat sebagai negara terpisah. Sehingga saat itu masalah Papua Barat belum terselesaikan dalam KMB.
KMB ini juga berdampak pada dibentuknya pemerintahan sementara. Ir. Soekarno menjadi presiden dan Mohammad Hatta menjadi perdana menteri dalam kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS).
Indonesia Serikat dibentuk layaknya sistem pemerintahan republik federal dengan sejumlah negara bagian dan merupakan persekutuan dengan Kerajaan Belanda.
Penyerahan kedaulatan Belanda kepada Indonesia dilakukan oleh Perdana Menteri Willem Drees kepada Perdana Menteri Mohammad Hatta setelah kesepakatan ditandatangani oleh Ratu Belanda.
Pemerintah Hindia Belanda meminta Republik Indonesia Serikat untuk membayar utang pemerintah Hindia Belanda sebesar 4,3 miliar gulden.
Pemerintah Indonesia membayar 4 miliar gulden selama kurun waktu 1950-1956. Akan tetapi Pemerintah Indonesia memutuskan tidak membayar sisanya.
Sementara masalah Papua Barat baru terselesaikan pada tahun 1963 dengan bantuan United Nations Temporary Executive Authority yang dibentuk oleh PBB.
Hasil dari bantuan ini adalah dibentuknya Penentuan Pendapat Rakyat atau PEPERA dengan hasil Papua Barat masuk dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia.
Advertisement