AJI Minta Komisi Yudisial Awasi Proses Peradilan Jurnalis Nurhadi

Sasmito Madrim menyampaikan bahwa kasus kekerasan terhadap Nurhadi dengan dua terdakwa anggota kepolisian, telah dibawa ke Pengadilan Negeri Surabaya.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 01 Nov 2021, 21:42 WIB
Sidang perdana dugaan kekerasan terhadap jurnalis Tempo Nurhadi di PN Surabaya. (Dian Kurniawan/liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia melaksanakan audiensi dengan Komisi Yudisial (KY) yang diwakili oleh Komisioner KY Sukma Violetta pada Senin, 1 November 2021. Audiensi ini membahas kasus penganiayaan yang menimpa jurnalis Tempo, Nurhadi di Surabaya pada 27 Maret lalu.

Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito Madrim menyampaikan bahwa kasus kekerasan terhadap Nurhadi dengan dua terdakwa anggota kepolisian, yakni Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi telah dibawa ke Pengadilan Negeri Surabaya.

Sasmito berharap proses peradilan perkara tersebut memberikan rasa keadilan bagi korban. Karena kasus tersebut telah mencederai demokrasi dan kebebasan pers di tanah air.

"Maka dari itu AJI meminta Komisi Yudisial melakukan pengawasan selama proses persidangan agar transparan dan berkeadilan," kata Sasmito dalam keterangannya, Senin (1/11/2021).

Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Erick Tanjung mempertanyakan keputusan majelis hakim yang tidak menahan kedua terdakwa.

Pasalnya kedua terdakwa masih dirasa menjadi ancaman bagi korban, mengingat Nurhadi mengalami trauma atas penganiayaan yang terjadi.

Di samping itu Nurhadi hingga saat ini masih dalam pengawasan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Kami sangat menyesalkan keputusan majelis hakim yang tidak menahan kedua pelaku," ujar Erick.

 


Sikap KY

Merespons persoalan itu, Komisioner KY Sukma Violetta mengatakan telah menerima pengaduan AJI dan akan terus melakukan pemantauan proses persidangan perkara kekerasan jurnalis Nurhadi.

"KY sesuai dengan kewenangannya menerima pengaduan dari masyarakat untuk melakukan pemantauan proses peradilan. Terutama perkara-perkara yang mempunyai dampak besar terhadap masyarakat. Kalau wartawan saja diperlakukan seperti itu, bagaimana dengan warga biasa," kata Sukma.

Lebih lanjut, Sukma membuka pintu jika dalam proses peradilan dirasa diskriminatif terhadap korban. Bila ditemukan pelanggaran selama proses persidangan, KY berwenang untuk memeriksa hakim.

"Jika nanti selesai persidangan dirasa prosesnya diskriminatif, maka bisa adukan ke kami. Misalnya, korban dikecilkan perannya, tidak dihargai kesaksiannya, dibentak-bentak, dan sebagainya, itu juga bisa dilaporkan ke KY. Dan kami akan memeriksa hakimnya sesuai mekanisme yang ada," kata dia.

Diketahui, Nurhadi menjadi korban penganiayaan saat melakukan reportase di Gedung Samudra Bumimoro, Sabtu (27/3/2021) malam. Di sana, Nurhadi berencana meminta keterangan terkait kasus dugaan suap yang dilakukan oleh bekas Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno Aji yang sedang ditangani KPK.

Saat itu di lokasi sedang berlangsung pernikahan antara anak Angin Prayitno Aji dengan putri Kombes Pol Achmad Yani, mantan Karo Perencanaan Polda Jatim.

Dalam peristiwa tersebut, Nurhadi tak hanya dianiaya oleh para pelaku yang berjumlah sekitar 10 sampai 15 orang. Pelaku juga merusak sim card di ponsel milik Nurhadi serta menghapus seluruh data dan dokumen yang tersimpan di ponsel tersebut.

Dua anggota polisi tersangka kasus penganiayaan Jurnalis Tempo di Surabaya, Nurhadi, telah menjalani sidang perdana pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu, 22 September.

Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jatim, Winarko mendakwa kedua polisi itu dengan pasal Pasal 18 ayat (1) Undang-undang No.40 tahun 1999 tentang Pers.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya