Liputan6.com, Jakarta - Para pemimpin 20 negara ekonomi terbesar (G20) mengesahkan pajak minimum global pada Sabtu, 30 Oktober 2021. Hal ini untuk menghentikan bisnis besar yang menyembunyikan keuntungannya dari pajak serta dapat memberi lebih banyak vaksin COVID-19 di negara-negara miskin.
Pertemuan tatap muka pertama antar para pemimpin negara dalam dua tahunan ini secara luas mendukung seruan untuk memperpanjang keringanan utang bagi negara-negara miskin. Konferensi ini pun berjanji untuk melakukan vaksinasi COVID-19 sebanyak 70 persen populasi dunia. Program ini ditargetkan sampai pertengahan 2022.
Sementara itu, PBB baru akan menyelenggarakan konferensi iklim dua hari setelah pelaksanaan pertemuan G20 ini. Meskipun begitu, nampaknya G20 ikut membahas masalah perubahan iklim global pada rapatnya. Dengan menghasilkan langkah-langkah baru yang menurut para ilmuwan berguna dalam mencegah kerusakan akibat pemanasan global.
Baca Juga
Advertisement
Roma, Italia menjadi kota tuan rumah menyelenggarakan konferensi 20 petinggi negara ekonomi dunia. Daftar pembahasan utama adalah kesehatan dan ekonomi. Kondisi iklim menjadi selingan di sela- sela diskusi. Poin ini yang justru sulit dicapai keputusannya hingga Minggu, 31 Oktober 2021.
Sebagai bentuk penghargaan dan pengorbanan tenaga medis di seluruh dunia, para dokter, petugas Palang Merah dan anggota G20 melakukan sesi foto bersama. Hal ini juga menandai krisis COVID-19 mulai mereda di seluruh penjuru negeri.
Dalam sambutan pertemuan G20, Perdana Menteri Italia Mario Draghi menyampaikan pemerintah harus bekerja sama untuk menghadapi tantangan berat yang juga dihadapi oleh rakyatnya.
“Dari pandemi COVID-19, perubahan iklim hingga perpajakan yang adil dan merata, melakukannya sendiri (hanya pemerintah saja) bukanlah pilihan yang bagus,” ujar Draghi dilansir dari laman CNBC yang ditulis pada Senin, 1 November 2021.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Koordinasi Multilateral
Kesepakatan pajak perusahaan dipuji sebagai bukti koordinasi multilateral yang diperbarui. Perusahaan-perusahaan besar menghadapi pajak minimum sebesar 15 persen. Kesepakatan ini diharapkan mampu mencegah pemimpin perusahaa yang melindungi keuntungan di entitas off shore. Kebijakan ini mulai berlaku pada 2023.
"Peraturan ini bukan sekadar kesepakatan pajak. Ini adalah diplomasi yang membentuk kembali ekonomi global dan memberikan kepada rakyat kita,” tulis Presiden AS Joe Biden di akun Twitter pribadinya.
Kenaikan harga energi dan rantai pasokan yang merenggang lantas mengguncang dunia, Biden akan mendesak produsen energi G-20 dengan kapasitas cadangan untuk meningkatkan produksi.
Utamanya Rusia dan Arab Saudi untuk memastikan pemulihan ekonomi global yang lebih kuat. Informasi ini disampaikan oleh seorang pejabat senior pemerintah AS.
Advertisement
Inisiasi yang Meredup
Sama halnya dengan para petinggi negara lainnya, Biden terbang langsung ke Glasglow pada Minggu, 31 Oktober 2021 untuk menghadiri KTT iklim PBB atau dikenal COP26. Konfrerensi ini dianggap penting demi mengatasi ancaman kenaikan suhu muka bumi.
Anggota G20 antara lain Brasil, China, India, Jerman, dan Amerika Serikat menyumbang sekitar 80 persen dari emisi gas rumah kaca global. Pertemuan G20 di Roma memberi harapan dapat membuka jalan kesuksesan serupa di Skotlandia. Pasalnya cita-cita itu sudah mulai meredup.
Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin, keduanya memutuskan untuk mengikuti acara COP26 secara daring atau melaui sambungan video conference. Diplomat Rusia dan China juga ikut menolaknya. Begitu pula dengan India yang menolak tujuan iklim baru yang ambisius ini.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengakui pembicaraan G20 dan COP26 akan sulit. Meskipun begitu, Johnson memperingatkan tanpa tindakan yang berani peradaban dunia dapat runtuh secepat kekaisaran Romawi kuno yang mengantarkan zaman suram baru.
"Akan sangat untuk mendapatkan kesepakatan yang kita butuhkan,” ujar dia.
Tuntutan Regulasi Krisis Iklim
Dalam sebuah draft pengumuamn resmi yang dilihat oleh Reuters tertulis negara-negara G-20 akan meningkatkan upaya mereka untuk membatasi pemanasan global sebanyak 1,5 derajat Celcius. Angka ini menurut para ilmuwan diperlukan supaya menghindari pola iklim baru yang membawa bencana.
Dokumen tersebut juga mencatat rencana nasional saat ini, yaitu bagaimana pembatasan penggunaan emisi berbahaya harus diperkuat. Sayangnya, hanya memberikan sedikit informasi terkait realisasi rencana itu.
Selain itu, para pemimpin berjanji akan menghentikan pembiayaan pembangkit listrik tenaga batu bara di luar negeri pada akhir tahun ini. Bahkan memiliki misi jangka panjang mensetop pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara baru sebelum akhir 2030-an.
Diplomasi yang berlangsung selama berbulan-bulan nampaknya dinikmati para pemimpin negara. Para pemimpin mengadakan banyak pertemuan di tengah kesibukannya. Termasuk diskusi antara Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan Prancis mengenai program nuklir Iran.
"Senang melihat Anda semua di sini, setelah beberapa tahun yang sulit bagi komunitas global," kata Draghi, menggambarkan suasana sebagian besar optimis mereka yang hadir pada rapat G20 ini.
Jauh dari pusat konferensi, yang dikenal sebagai ‘The Cloud’, beberapa ribu pengunjuk rasa menggelar demonstrasi yang keras. Kedamaian pusat kota pun terganggu oleh para demonstran yang menuntut tindakan guna membendung perubahan iklim.
"Kami mengadakan protes ini untuk masalah lingkungan dan sosial terhadap G-20. Pertemuan yang terus berlanjut tanpa gentar di jalan yang hampir membawa kami pada kegagalan sosial dan ekologis,” tegas pengunjuk rasa bernama Edoardo Mentrasti.
Reporter: Ayesha Puri
Advertisement