Punya Perpres Nilai Ekonomi Karbon, Indonesia Jadi Negara Pelopor Atasi Perubahan Iklim

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan Indonesia telah memiliki aturan tentang nilai ekonomi karbon.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Nov 2021, 13:00 WIB
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerima penyerahkan simbolis untuk meneruskan estafet keketuaan atau presidensi G20 dari Italia. (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden).

Liputan6.com, Jakarta - Dalam pertemuan Conference of the Parties (COP) 26 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Glasgow, UK, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan Indonesia telah memiliki aturan tentang nilai ekonomi karbon. Regulasi tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan disahkannya Perpres tersebut menjadikan Indonesia penggerak pertama (first mover) penanggulangan perubahan iklim berbasis pasar di tingkat global menuju pemulihan ekonomi yang berkelanjutan.

“Pemerintah sangat memahami bahwa untuk mencapai target NDC diperlukan inovasi-inovasi instrumen kebijakan. Penetapan Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon ini merupakan tonggak penting dalam menetapkan arah kebijakan Indonesia menuju target NDC 2030 dan NZE 2060 sebagai bagian dari ikhtiar menuju Indonesia Emas tahun 2045," kata Febrio dikutip dari kemenkeu.go.id, Jakarta, Selasa (2/11).

Febrio melanjutkan instrumen NEK ini menjadi bukti kolaborasi dan kerjasama multipihak yang sangat baik. Ini sekaligus menjadi momentum bagi first mover advantage penanggulangan perubahan iklim berbasis pasar di tingkat global untuk menuju pemulihan ekonomi yang berkelanjutan.

Lewat pemanfaatan first mover advantage, Indonesia akan menjadi acuan dan tujuan investasi rendah karbon di berbagai sektor pembangunan baik di sektor energi, transportasi, maupun industri manufaktur. Harapannya, investasi hijau global akan berlomba menuju Indonesia disamping sebagai suatu kesempatan untuk mendapatkan pembiayaan berbiaya rendah hijau global.

Industri-industri berbasis hijau akan menjadi primadona investasi masa depan. Industri kendaraan listrik dan sumber-sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, panas bumi, dan angin akan menjadi pendongkrak ekonomi. Sekaligus memberikan nilai tambah bagi bangsa Indonesia serta menyerap tenaga kerja yang berkeahlian tinggi.

“Ini merupakan kesempatan emas untuk mensejajarkan bangsa Indonesia dengan negara-negara lain dan di saat yang sama mampu menjaga warisan bumi Indonesia yang sehat dan berkelanjutan yang dipinjamkan oleh anak cucu kita”, pungkas Febrio.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Paris Agreement

Presiden Jokowi tiba di hotel tempat menginap setelah tiba di Roma, Italia untuk menghadiri KTT G20 dan agenda kenegaraan lainnya, Sabtu (30/10/2021). (Biro Pers Setpres)

Sebagai informasi, pada tahun 2016, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement yang di dalamnya terdapat komitmen Nationally Determined Contribution (NDC).

Komitmen tersebut kemudian dipertegas menjadi bagian dari dokumen perencanaan pembangunan nasional 2020 – 2024 dan menjadikan penanganan perubahan iklim sebagai salah satu agenda prioritas nasional.

Indonesia menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Sektor strategis yang menjadi prioritas utama adalah sektor kehutanan, serta sektor energi dan transportasi yang telah mencakup 97 persen dari total target penurunan emisi NDC Indonesia.

Bahkan pada dokumen update NDC tahun 2021, melalui long term strategy – low carbon and climate resilience (LTS – LTCCR), Indonesia juga telah menargetkan untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060 atau lebih awal.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya