Peneliti: Harga Jadi Pertimbangan, 24 Persen Perokok Beralih ke yang Murah

Variabel harga jadi pertimbangan perokok yang masih merokok untuk berhenti atau mengurangi konsumsi rokok.

oleh Arief Rahman H diperbarui 02 Nov 2021, 16:00 WIB
Tapak Tilas 1.905 Hari Advokasi Harga Rokok di Indonesia, Selasa (2/11/2021).

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti yang juga pengajar di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Krisna Puji Rahmayanti memaparkan ada 24 persen perokok beralih membeli rokok dengan harga yang lebih murah pada periode akhir 2020 hingga awal 2021.

Ia menyebut, data ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Jaminan Sosial UI. Penelitian yang dilakukan oleh Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menyebut 42 persen dari perokok persisten saat ini mengatakan mengurangi pengeluaran untuk merokok.

Sementara, 24 persen lainnya beralih dari rokok yang biasa dibeli ke rokok dengan harga yang lebih murah.

“Ditahun 2020-2021, bahwa 24 persen beralih ke rokok yang lebih murah, ini dikonfirmasi oleh penelitian PKJS UI, intensitas perkoko mereka ada potensi kebijakan untuk beralih ke rokok lebih murah,” kata Krisna, dalam Tapak Tilas 1.905 Hari Advokasi Harga Rokok di Indonesia, Selasa (2/11/2021).

Ia menyimpulkan dengan demikian, harga rokok menjadi salah satu pertimbangan bagi perokok untuk beralih dari rokok yang biasa dikonsumsinya ke rokok yang lebih murah.

“Apa yang bisa dipelajari? Bagaimana harga ini jadi pertimbangan perokok, harga menentukan rokok mana yang mereka pilih,” kata dia.

Selanjutnya, harga rokok juga memiliki pengaruh terhadap kebijakan mereka, dalam artian kebijakan harga secara efektif akan memengaruhi keputusan pada level individu.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Pengeluaran untuk Merokok

Ilustrasi Industri Rokok

Sementara itu, ia juga memaparkan uang belanja dari kebanyakan perokok aktif tidak berubah, tapi ada sekitar 37 persen yang mengurangi pengeluaran untuk merokok. Data ini mengacu pada penelitian yang dilakukan pada Juni 2020.

“Ada kabar gembira, 37,1 persen menurunkan konsumsinya, 42 persen menurunkan konsumsinya di bulan desember 2020, 37 persen menurun di Juni 2020, 42 persen menurun di Desember 2020-Januari 2021. Hal ini menunjukkan bahwa memang ada pertimbangan kondisi ini yang membuat mereka menurun,” kata dia.

Kemudian, dari tindak lanjut dengan wawancara terkait survei, mereka yang menurunkan belanja rokok salah satu variabel yang sering disebutkan adalah untuk menghemat kondisi keuangan.

“Harga saat ini membuat mereka harus mempertimbangkan mana yang harus diprioritaskan pada masa pandemi, apalagi dalam kondisi ekonomi yang sulit,” tambah Krisna.

“Harga saat ini membuat mereka harus mempertimbangkan mana yang harus diprioritaskan pada masa pandemi, apalagi dalam kondisi ekonomi yang sulit,” tambah Krisna.

Dengan demikian, ia menyimpulkan ada dua hal yang bisa jadi sorotan. Pertama, variabel harga jadi pertimbangan perokok yang masih merokok untuk berhenti atau mengurangi konsumsi terhadap rokok.

Kedua, dampak pandemi Covid-19 jadi salah satunya memengaruhi kemampuan fiskal para perokok tersebut.

 


Kondisi Pandemi

Sementara itu, menurut data dari Komnas Pengendalian Tembakau, tercatat 13,1 persen dalam kurun waktu tiga bulan sejak diumumkan kasus Covid-19 pertama di indonesia mengalami peningkatan belanja merokok. Ini terjadi di kalangan ekonomi menengah kebawah.

“Dan tiga persen meningkat pada desember 2020 – Januari 2021, hal ini menunjukkan bahwa kondisi pandemi tidak mengurangi konsumsi rokok,” kata dia.

“Dari temuan tersebut mereka (yang meningkatkan belanja rokok) menyatakan bahwa kecanduan jadi alasan yang sering disampaikan kenapa mereka tak bisa berhenti atau mengurangi merokok,” tambahnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya