Plinplan Kebijakan Tes PCR Pelaku Perjalanan

Kebijakan pemerintah terkait tes PCR pelaku perjalanan berubah-ubah. Penumpang pesawat dan transportasi darat sempat diwajibkan tes PCR, namun aturan itu kini telah diubah.

oleh Delvira HutabaratLizsa Egeham diperbarui 03 Nov 2021, 00:01 WIB
Warga menjalani tes usap PCR COVID-19 di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit, Jakarta, Kamis (22/7/2021). Peningkatan testing dan tracing di wilayah padat penduduk diharapkan bisa mempercepat upaya memutus mata rantai penyebaran COVID-19. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan pemerintah mewajibkan pelaku perjalanan baik jalur udara maupun darat melakukan skrining Covid-19 menggunakan Polymerase Chain Reaction atau tes PCR berubah-ubah alias plintat-pintut (plinplan).

Pada 18 Oktober 2021, pemerintah mewajibkan tes PCR bagi pengguna moda transportasi udara atau penumpang pesawat di wilayah Jawa dan Bali serta daerah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3 dan 4.

Namun, pada 28 Oktober 2021, aturan tersebut diubah menjadi diperbolehkan menggunakan tes antigen bagi pengguna moda transportasi udara di luar Jawa dan Bali. Kemudian pada 1 November 2021, pemerintah menghapus syarat wajib tes PCR bagi penumpang pesawat.

Tak kalah plinplan, pemerintah juga membatalkan aturan wajib tes PCR bagi pelaku perjalanan darat dengan jarak minimal 250 km di wilayah Jawa-Bali. Kebijakan tersebut memang sempat menjadi polemik, bahkan memicu gelombang penolakan dari sejumlah kalangan.

Keputusan pemerintah mengubah syarat aturan perjalanan udara di wilayah Jawa-Bali menjadi tak wajib tes PCR disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.

Syarat terbang di wilayah Jawa-Bali kini bisa menggunakan tes antigen. Hal ini juga serupa dengan syarat perjalanan udara di wilayah luar Jawa-Bali yang bisa menggunakan tes PCR atau antigen.

"Untuk (aturan) perjalanan akan ada perubahan, yaitu di wilayah Jawa dan Bali, perjalanan udara tidak lagi mengharuskan menggunakan tes PCR, tetapi cukup menggunakan tes antigen," ujar Muhadjir saat konferensi pers usai rapat terbatas pada Senin (1/11/2021) siang.

"Ini sama dengan yang sudah diberlakukan untuk wilayah luar Jawa-Bali, sesuai dengan usulan dari Mendagri." 

Sementara perubahan aturan perjalanan darat tertuang dalam instruksi terbaru Mendagri Tito Karnavian, yakni Inmendagri Nomor 57 Tahun 2021 tentang PPKM Jawa-Bali. Tito menuliskan syarat perjalanan domestik bagi transportasi darat jarak jauh cukup dengan menunjukkan hasil antigen.

“Menunjukkan antigen (H-1) untuk moda transportasi mobil pribadi, sepeda motor, bis, kereta api, dan kapal laut,” tulisnya, mengutip Inmendagri Nomor 57 tahun 2021, Selasa (2/11/2021).

Secara umum, pelaku perjalanan domestik yang menggunakan mobil pribadi, sepeda motor dan transportasi umum jarak jauh, baik itu pesawat udara, bus, kapal laut, dan kereta api perlu menunjukkan kartu vaksin.

“Menunjukkan antigen (H-1) bagi pelaku perjalanan yang sudah divaksin 2 (dua) kali atau PCR (H-3) bagi pelaku perjalanan yang baru divaksin 1 (satu) kali untuk moda transportasi pesawat udara yang masuk atau keluar wilayah Jawa dan Bali,” bunyi Inmendagri.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito merespons penyesuaian kembali aturan perjalanan tak wajib PCR untuk naik pesawat di wilayah Jawa-Bali. Bahwa perubahan aturan didasarkan atas pengamatan dan evaluasi di lapangan.

"Pertimbangan tersebut telah menimbang aspek efektivitas dan efisiensi dalam menerapkan dan menegakkan aturan di lapangan, setelah adanya simulasi dalam 10 hari terakhir," terang Wiku saat dikonfirmasi Liputan6.com melalui pesan singkat pada Senin, 1 November 2021.

Perubahan aturan syarat perjalanan udara wilayah Jawa-Bali dengan tak wajib PCR menjadi salah satu pembahasan dalam rapat terbatas bersama Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin, Senin kemarin.

Disampaikan pada rapat terbatas, Mendagri Tito Karnavian mengajukan usulan terkait perubahan aturan naik pesawat di Jawa-Bali, yakni adanya opsi tes antigen sebagaimana berlaku perjalanan udara di luar Jawa-Bali.


Bikin Publik Bingung dan Curiga

Petugas melakukan tes COVID-19 terhadap warga di Altomed, Kelapa Gading, Jakarta, Minggu (8/8/2021). Di masa PPKM Level 4, banyak warga melakukan tes COVID-19 dengan metode PCR atau antigen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Adib Khumaidi turut menyoroti kebijakan pemerintah yang plinplan terkait tes PCR. Dia meminta pemerintah konsisten membuat kebijakan skrining Covid-19 bagi pelaku perjalanan di tengah pandemi.

"Memang konsisten dalam mengambil kebijakan itu perlu. Sehingga tidak kemudian menimbulkan prasangka-prasangka atau persepsi berbeda di masyarakat," kata Adib dalam diskusi virtual yang disiarkan melalui FMB9ID_IKP, Selasa (2/11/2021).

Adib mengingatkan pemerintah mempertimbangkan secara matang sebelum mengeluarkan kebijakan, terutama yang berkaitan dengan masalah kesehatan masyarakat.

Dia juga berharap pemerintah mendengarkan masukan dari pakar-pakar kedokteran sebelum menyusun kebijakan skrining Covid-19.

"Kita lebih baik nanti ke depan konsistensi mengambil kebijakan, terutama yang berkaitan dengan masalah ilmu kedokterannya. Malah tentunya referensi dari pakar-pakar kedokteran itu menjadi sangat penting," ujarnya.

Menurut Adib, PCR masih sangat diperlukan dalam mendeteksi Covid-19 di Indonesia. Sebab, tingkat validasi PCR jauh lebih baik daripada swab antigen.

Hanya saja, tarif tes PCR masih membutuhkan kebijakan yang tepat dari pemerintah agar bisa dijangkau oleh seluruh masyarakat.

"Masalah pembiayaan (PCR) bagaimana diakomodasi dalam sebuah kebijakan sehingga masyarakat bisa tetap menjangkau dengan pembiayaan-pembiayaan tadi," tutupnya.

Fraksi PPP DPR RI meminta pemerintah tidak labil dalam menerapkan syarat perjalanan bagi masyarakat, terutaman mengenai syarat tes PCR. Sekretaris Fraksi PPP DPR RI, Achmad Baidowi alias awiek menyebut, seringnya perubahan kebijakan hanya membuat bingung masyarakat.

"Fraksi PPP menyayangkan sikap pemerintah yang berubah-ubah dalam membuat syarat perjalanan menggunakan pesawat udara sehingga membingungkan masyarakat. Apalagi syarat PCR memberatkan dari aspek harga," kata Awiek pada wartawan, Senin (1/11/2021).

Awiek mengingatkan saat ini muncul kecurigaan di tengah masyarakat bahwa PCR menjadi ladang bisnis bagi pelaku bisnis kesehatan dan pemerintah.

"Jangan sampai ada kesan pemerintah lebih membela kepentingan pelaku bisnis kesehatan dalam hal ini PCR. Jangan sampai ada kecurigaan publik bahwa alat PCR terlanjur diimpor sehingga harus didukung oleh kebijakan yang tarik ulur," kata dia.

Awiek meminta tidak ada lagi perubahan syarat perjalanan terutama untuk moda pesawat yang kerap berubah setiap minggu.

"Terbaru pemerintah tidak lagi menjadikan PCR sebagai syarat penerbangan di Jawa Bali namun cukup dengan antigen. Tentu ini patut diapresiasi, namun ke depannya jangan berubah-ubah lagi. Pemberlakuan syarat bisa mengacu pada level PPKM setiap daerah," kata dia.


Infografis Ragam Tanggapan Tes PCR Jadi Syarat Penumpang Pesawat

Infografis Ragam Tanggapan Tes PCR Jadi Syarat Penumpang Pesawat. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya