7 Karya Warisan Budaya Takbenda Indonesia Asal Jawa Barat (Bagian 1)

Sebanyak 289 karya budaya telah diresmikan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2021, termasuk dari Jawa Barat.

oleh Putu Elmira diperbarui 03 Nov 2021, 05:01 WIB
Angklung Bungko menjadi alat musik yang digunakan oleh prajurit Cirebon saat istirahat disela peperangan melawan penjajah. Foto : (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 289 karya budaya ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2021. Menurut keterangan di laman Kemdikbud, sidang penetapan dihadiri 14 Tim Ahli Warisan Budaya Takbenda dan Kepala Dinas (Provinsi/Kabupaten/Kota) yang membidangi kebudayaan.

Jawa Barat menjadi salah satu provinsi dengan puluhan karya budaya yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2021. Yuk, mengenal lebih dekat dengan karya budaya yang penulisannya akan terbagi dalam tiga bagian.

Apa saja karya budaya tersebut? Yuk, simak rangkuman selengkapnya seperti dilansir dari laman Warisan Budaya Kemdikbud, Selasa (2/11/2021) berikut ini.

1. Angklung Bungko

Awalnya, Angklung Bungko adalah musik ritmis dengan menggunakan media kentongan yang terbuat dari potongan ruas bambu. Karya budaya ini tercipta dan digunakan sebagai alat penyemangat saat memenangkan perang saat Ki Gede Bungko ditugaskan oleh Sunan Gunung Jati untuk menumpas pergerakan dan berperang melawan Pangeran Pekik (Ki Ageng Petakan).

Pada abad 15--16 Masehi, Ki Gede Bungko yang adalah leluhur masyarakat Desa Bungko memperkenalkan alat musik angklung kepada masyarakat Cirebon. Alat musik ini dibuat praktis dari sembilan ruas bumbung bambu hitam dibagi menjadi tiga buah bagian.

Ini merepresentasikan bentuk yang sampai saat ini masih dapat disaksikan di Desa Bungko dengan laras pelog dengan notasi "Ji ro lu pat ma nem pi" dikenal dengan Angklung Bungko. Waditra Angklung Bungko adalah kini usianya sudah sekitar 600 tahun, dibuat oleh Ki Gede Bungko.

2. Gantangan

Gantangan adalah pola sosial, ekonomi masyarakat khususnya di kawasan Subang Jawa Barat. Budaya ini merupakan ekspresi kegembiraan yang dicerminkan dengan saling memberi sumbangan (nyumbang) dalam acara hajatan pernikahan, sunatan, hingga lahiran.

Dalam perkembangannya Gantangan turut dilakukan ketika ada warga masyarakat yang membangun rumah, merenovasi rumah, ulang tahun, atau ketika memerlukan modal. Awalnya, tradisi nyumbang bersifat sukarela ketika ada seseorang hajatan.

Pada 1960-an berubah menjadi tradisi Gantangan yang bersifat kontraktual dengan adanya sistem pencatatan. Kekhasan tradisi ini, yaitu sumbangan yang diberikan kelak akan menjadi hutang bagi yang diberi sumbangan.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

3. Gong Si Bolong

Buang Jayadi (74) melakukan ritual dengan memberi minyak wangi, sekaligus perawatan Gong Si Bolong di rumahnya sekaligus sanggar seni miliknya jelang beberapa hari pementasan pada sebuah acara pernikahan, 9 Januari 2017. (Liputan6.com/Helmi Afandi).

Dikutip dari laman Kebudayaan Kemdikbud, Gong Si Bolong adalah seni gamelan khas Kota Depok. Alat musik ini digunakan untuk mengiringi beberapa pertunjukan kesenian tradisional, seperti jaipong, wayang kulit Betawi, dan tari tayub.

Jenis iringan musik gamelan Gong Si Bolong mengacu pada seni gamelan ajeng. Namun, ada kekhasan antara musik gamelan Gong Si Bolong dengan seni gamelan ajeng.

Iit Septyaningsih (2014) menyebutkan bahwa seni gamelan Gong Si Bolong adalah perpaduan antara musik Gamelan Betawi, perpaduan dari Gamelan Sunda, Melayu dan Cina. Nama Gong Si Bolong kerap diidentikkan dengan unsur mistis yang mengarah pada sosok astral yang dianggap mampu mengabulkan permohonan atau permintaan seseorang.

4. Toleat

Kesenian Toleat awalnya diprakarsai oleh para penggembala kerbau (budak angon dalam bahasa Sunda) di pesawahan setelah panen padi di daerah Kecamatan Sukamandi, Kabupaten Subang. Konon, para penggembala kerbau ini tanpa sengaja memotong batang padi yang kemudian dilubangi dan ditiup sehingga menimbulkan suara.

Secara bersamaan, merekameniupnya saling bersahutan sambil duduk di atas kerbaunya. Suatu kesenian yang mencerminkan area pedesaan di Jawa Barat.


5. Badeng

Seni Pertunjukan Badeng asal Jawa Barat. (dok.warisanbudaya.kemdikbud.go.id)

Kesenian tradisional Badeng diciptakan pada 1800-an di zaman Para Wali. Kesenian ini awalnya diciptakan oleh seorang tokoh penyebar agama Islam bernama Arfaen dan Nursaen yang berasal dari daerah Banten dan menetap di Kampung Sanding, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut dan tokoh lain yang dikenal dengan sebutan Lurah Acok. Badeng berasal dari kata Bahadreng yang artinya musyawarah atau berunding dengan suatu alat kesenian.

6. Rengkong

Rengkong adalah salah satu alat tradisional terbuat dari bambu. Alat tradisional ini biasa digunakan masyarakat agraris tradisional Sunda untuk memikul padi dari lantayan atau tempat penjemuran padi secara tradisional di huma atau sawah menuju ke leuit atau lumbung padi di perkampungan atau leuit desa.

Salah satu tulisan yang menyebutkan nama rengkong terdapat dalam buku terbitan pada 1929 karya Hoesen Djajadiningrat dkk berjudul Tidjschrift Van Het Java-Instituut (1929: XI,XX). Penamaan rengkong diyakini berasal dari bunyi yang dihasilkan dari gesekan tali yang dibuat dari ijuk yang terdapat pada alat pikul.

Dalam istilah masyarakat Kasepuhan Ciptagelar disebut tali idi disebut dengan Ajug. Rengkong terdiri dari dua bentuk, yaitu rengkong alat pemikul padi dan juga nama kesenian rengkong itu sendiri.

 

7. Bangkong Reang

Kesenian Bangkong Reang asal Jawa Barat. (dok. warisanbudaya.kemdikbud.go.id)

Bangkong Reang adalah salah satu jenis kesenian tradisional yang berasal dari daerah Jawa Barat, tersebar di beberapa tempat, yakni di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, dan di Desa Cikawung, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, serta di luar Kabupaten Bandung seperti di Desa Pagelaran, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Cianjur.

Istilah Bangkong Reang sendiri perpaduan dari kata "Bangkong" dan "Reang". Kata "Bangkong" nama sejenis hewan yang berarti "Katak" dalam bahasa Indonesia, sedangkan kata "Reang" mengandung arti terdengar suara banyak orang atau binatang.

Maka, kesenian Bangkong Reang adalah sebuah kesenian tradisional yang dalam pementasannya mengambil dari suasana terdengar bunyi suara banyak "Bangkong" dengan membentuk suatu pola irama musik tertentu. Kesenian ini dipertunjukan dalam acara hajatan yang diselenggarakan oleh masyarakat, baik yang berasal dari sekitarnya maupun luar daerah, meski dengan intensitas pementasan yang masih jarang.


Infografis Warisan BJ Habibie untuk Indonesia dan Dunia

Infografis Warisan BJ Habibie untuk Indonesia dan Dunia. (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya