Liputan6.com, Gunungkidul - Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY Budhi Masturi meninjau Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas IIB Yogyakarta di Wonosari, Gunungkidul pada Kamis (04/11/2021). Peninjauan didampingi langsung oleh Kalapas Perempuan Kelas IIB, Ade Agustina.
Budhi mengatakan tinjauan ini merupakan yang kedua kalinya. Adapun yang pertama sudah dilakukan pekan lalu, menindaklanjuti laporan yang diterima dari salah satu warga binaan Lapas Perempuan tentang dugaan kekerasan di dalam lapas.
"Hari ini kami coba identifikasi lebih dalam sekaligus memfasilitasi pertemuan kedua belah pihak," katanya usai peninjauan.
Menurut Budhi, hasil sementara dari tinjauan pertama pekan lalu, pihaknya tidak menemukan bukti kekerasan fisik. Saat tinjauan pertama, hal yang dilakukan baru sebatas menggali informasi awal.
Baca Juga
Advertisement
Meski demikian, ia mengatakan bahwa pelapor cenderung lebih merasakan kekerasan secara psikis selama menjalani pembinaan. Menurutnya, hal ini perlu diklarifikasi lebih lanjut.
"Akan cepat selesai (penanganannya) jika antara pelapor dan pihak Lapas dipertemukan," ujar Budhi.
Ia mengatakan mediasi diperlukan agar ada benang merah objektivitas sekaligus mencarikan jalan tengah dari laporan tersebut. Termasuk memberikan masukan-masukan pada kedua belah pihak.
Lantaran baru akan dimediasi, Budhi menyatakan belum bisa berkomentar lebih lanjut soal laporan itu. Pun begitu, ia tetap berharap ada perbaikan pelayanan dari pihak Lapas jika memang dinilai belum sesuai.
"Tapi kalau nantinya memang jenis layanan yang dimaksud tidak ada dalam ketentuan, tentu sulit dari Lapas untuk memenuhinya," jelasnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Penjelasan Kalapas Perempuan Kelas IIB Wonosari
Kepala Lapas Perempuan Kelas IIB Yogyakarta, Ade Agustina mengatakan pelapor yang dimaksud sampai saat ini masih menjalani masa tahanan di blok maksimum. Ia baru dipindahkan sekitar dua bulan lalu dari Lapas di Semarang, Jawa Tengah.
Berdasarkan hasil penilaian dari Bapas (Balai Pemasyarakatan), ia mengatakan yang bersangkutan memiliki register F. Pasalnya ia dinilai telah melakukan tindak pelanggaran berat.
"Jadi kami hanya menjalankan penanganan terhadap yang bersangkutan sesuai hasil assesmen Bapas," ujar Ade.
Menurutnya, warga binaan yang menempati blok maksimum menjalani pembinaan yang lebih ketat. Fokusnya terutama pada pembinaan kepribadian hingga konseling.
Ade tak menampik jika proses pembinaan tersebut berpotensi menyebabkan stres tinggi. Namun pihaknya tetap berupaya menjaga agar pembinaan sesuai dengan koridor aturan yang berlaku. menyayangkan adanya tudingan tersebut. Sebab warga binaan tersebut tidak melapor langsung ke pihaknya.
"Kami sebisa mungkin menjaga agar komunikasi dengan warga binaan di blok maksimum seperlunya saja. Sebenarnya kami pun ada ruang pengaduan sendiri secara internal," kata Ade ditemui pada Kamis (04/11/2021).
Ia menyatakan selalu berupaya agar ada pendekatan humanis terhadap seluruh warga binaan. Baik yang berada di blok minimum atau maksimum, yang ditempati warga binaan sebagai pelapor tersebut.
Menurut Ade, semua pembinaan juga sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terutama bagi warga binaan di blok maksimum, yang mendapat pembinaan lebih intensif.
"Semua orang berhak memberikan penilaian ya, yang pasti kami menjalankan pembinaan secara terukur," ujarnya.
Ade juga menegaskan tidak ada kekerasan fisik yang dilakukan pada seluruh warga binaan di tempatnya. Namun berkaitan dengan kekerasan psikis yang dilaporkan, ia menilai hal itu bersifat relatif.
Alasannya, kondisi psikis tiap warga binaan bisa berbeda satu sama lain. Sedangkan pihaknya hanya menjalani pembinaan sesuai prosedur yang ditetapkan.
"Kalau bisa dikomunikasikan (keluhannya) langsung tentu akan lebih baik, agar kami bisa cepat menindaklanjutinya," kata Ade.
Berkaitan dengan tinjauan dari ORI DIY, ia menyatakan siap mengikuti prosedur yang diharapkan. Termasuk bertemu dengan warga binaan sebagai pelapor agar ada jalan tengah.
Advertisement