Jokowi: Indonesia Akan Bangun Pusat Mangrove Dunia

Presiden Jokowi menjadi embicara pada acara World Leaders Summit on Forest and Land Use di Skotlandia. Dalam kesempatan itu, Jokowi menyatakan akan membangun Indonesia menjadi pusat mangrove dunia.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 03 Nov 2021, 07:11 WIB
Jokowi menjadi pembicara pada acara World Leaders Summit on Forest and Land Use di Skotlandia. Dia menyatakan akan membangun Indonesia menjadi pusat mangrove dunia. (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyatakan, Indonesia tengah merestorasi ekosistem mangrove yang berperan penting dalam menyerap dan menyimpan karbon. Saat ini, kata dia, Indonesia mempunyai lebih dari 20 persen total area mangrove dunia.

Hal ini membuat Indonesia sebagai negara yang memiliki area mangrove terbesar di dunia. Oleh sebab itu, Jokowi mengatakan akan mendirikan Pusat Mangrove Dunia di Indonesia.

"Indonesia juga akan mendirikan Pusat Mangrove Dunia di Indonesia," ucap Jokowi saat menjadi pembicara pada World Leaders Summit on Forest and Land Use yang digelar di Scotish Event Campus, Glasgow, Skotlandia, Selasa, 2 November 2021.

Dalam kesempatan itu, Jokowi menyampaikan tiga pandangan terkait menjadikan hutan sebagai bagian dari aksi iklim global. Menurut dia, negara harus memperhatikan seluruh jenis ekosistem hutan.

"Pertama, perhatian kita harus mencakup seluruh jenis ekosistem hutan, tidak hanya hutan tropis, tapi juga hutan iklim sedang dan boreal," ujarnya.

Kebakaran hutan, misalnya, berdampak pada emisi gas rumah kaca dan keanekaragaman hayati apapun jenis ekosistemnya. Kebakaran dahsyat di benua Amerika, Eropa, dan Australia juga menjadi kekhawatiran bersama.

"Indonesia siap berbagi pengalaman tentang keberhasilannya mengatasi karhutla dengan negara-negara itu," jelas Jokowi. 


Ubah Paradigma Pengelolaan Hutan

Presiden Jokowi saat menanam mangrove di Kabupaten Bengkalis. (Liputan6.com/M Syukur)

Dia menjelaskan bahwa Indonesia juga telah mengubah paradigma terkait pengelolaan hutan, dari manajemen produk hutan menjadi manajemen lanskap hutan. Hal tersebut menjadikan pengelolaan area hutan menjadi lebih menyeluruh.

Kedua, Jokowi menilai bahwa mekanisme insentif harus diberikan bagi pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Sertifikasi dan standar produksi harus disertai market incentives, sehingga berfungsi mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan, bukan menjadi hambatan perdagangan.

Dia menegaskan bahwa sertifikasi, metodologi, dan standar tersebut harus didasarkan pada parameter yang diakui secara multilateral, tidak dipaksakan secara unilateral dan berubah-ubah. Sertifikasi juga harus berkeadilan sehingga berdampak pada kesejahteraan, khususnya petani kecil.

"Sertifikasi juga harus pertimbangkan semua aspek SDGs sehingga pengelolaan hutan sejalan dengan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat," tutur dia.

Ketiga, Jokowi memandang perlunya mobilisasi dukungan pendanaan dan teknologi bagi negara berkembang. Dia menyampaikan komitmen harus dilakukan melalui aksi nyata, bukan hanya retorika.

Namun, dia mengingatkan bahwa memberi bantuan bukan berarti dapat mendikte, apalagi melanggar hak kedaulatan suatu negara atas wilayahnya. Dukungan harus country-driven, didasarkan pada kebutuhan riil negara berkembang pemilik hutan.

"Bagi Indonesia, dengan atau tanpa dukungan, kami akan terus melangkah maju. Kami kembangkan sumber-sumber pendanaan inovatif, di antaranya pendirian Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup, penerbitan green bond dan green sukuk, serta mengembangkan mekanisme Nilai Ekonomi Karbon sebagai insentif bagi pihak swasta dalam mencapai penurunan emisi," kata Jokowi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya