Garuda Indonesia Jadi Korban Mafia Penyewaan Pesawat?

Maskapai Garuda Indonesia terus menjadi perbincangan publik

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Nov 2021, 19:44 WIB
Desain masker baru pesawat Garuda Indonesia pada armada B737-800 NG (dok: GIA)

Liputan6.com, Jakarta Maskapai Garuda Indonesia terus menjadi perbincangan publik. Kondisinya yang diambang kebangkrutan, menjadi evaluasi Kementerian BUMN tentang nasib maskapai nasional ini ke depannya.

Menanggapi hal ini, Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu menyebut, bahwa persoalan menimpa Garuda Indonesia dari masa ke masa masih sama, yakni masalah penyewaan pesawat dari lessor. Permasalahan itulah yang kemudiaan membuat beban keuangan Perseroan menjadi tertekan.

Dia mengatakan, permasalahan penyewaan pesawat Garuda Indonesia bukan sesuatu hal yang baru. Masalah itu sudah mencuat sejak zaman Pemerintahan Gus Dur, kemudian berlanjut di era Pemerintahan Megawati.

"Saya perlu jelaskan dulu Garuda sebenarnya berkali-kali menghadapi hal seperti ini dan selalu biang keroknya adalah penyewaan pesawat itu selalu. Jadi diperbaiki pada saat Presiden Gus Dur terus rusak lagi pada saat Pemerintahan Megawati 2003-2004," kata Said Didu dikutip dari akun Youtubenya MSD, Rabu (3/11/2021).

"Jadi kita memang harus menduga bahwa ada mafia penyewaan pesawat ke Indonesia kita harus mulai curiga," sambung Said Didu.

Said Didu menceritakan, sejak 2005 sebetulnya Garuda Indonesia sudah tidak bisa lagi terbang ke luar negeri. Itu terjadi karena lessor sudah menunggu pesawat diterbangkan Garuda ke luar negeri untuk disita.

"Jadi saat itu ada pesawat Airbus B4 itu terpaksa dipakai muter-muter dalam negeri pada kapasitas yang besar sekali, karena tidak berani ke luar negeri. Karena kalau ke luar negeri akan diambil oleh lessor itu sekitar 2005," ujarnya.

Melihat permasalah terus terjadi, akhirnya Said Didu yang saat itu menjadi Mantan Sekretaris Kementerian BUMN ikut campur tangan. Pilihannya saat itu hanya ada dua. Bangkrut atau dihidupkan.

"Saat itu diambil keputusan bahwa Garuda saat itu butuh suntikan modal sekitar Rp2 triliun," katanya.

Pemerintah saat itu menyanggupi dengan syarat Garuda Indonesia harus memperbaiki manajemen hingga bisnisnya. Said pun meminta agar Garuda Indonesia berhenti hidup mewah. Dan memindahkan Kantor Pusat Garuda yang tadinya di Merdeka Selatan menjadi di Cengkareng.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Peroleh PMN Rp 1 Triliun

Desain masker baru pesawat Garuda Indonesia pada armada B737-800 NG (dok: GIA)

Setelah permintaan itu dipenuhi semua oleh Perseroan, akhirnya Garuda Indonesia mendapatkan suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp1 triliun dari pemerintah. Serta merelakan kantor lamanya di Jakarta untuk dijual.

"Ok bisa kita penuhi dan kita lapor ke Pemerintahan SBY bahwa Garuda cukup dikasih Rp1 triliun penyertaan modal negara dan kantor nya harus dijual. Dan saat itu saya pembelinya saat menjadi sekretaris Kementerian BUMN dan itu menjadi Kantor Kementerian BUMN," ujarnya.

Sejak saat itu, Said bilang kondisi Garuda Indonesia perlahan bisa bangkit. Puncaknya pada 2012 Perseroan berhasil membukukan laba mencapai Rp1,5 triliun. "Jadi PNM yang dikeluarkan sudah kembali dalam 1 tahun," pungkas dia.

Sebagai informasi, saja Garuda Indonesia saat ini terancam pailit karena gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh PT My Indo Airlines ke PN Jakarta Pusat sejak 9 Juli 2021 dengan nomor perkara 289/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Jkt.Pst. Gugatan dilayangkan karena Garuda Indonesia menunggak pembayaran sejumlah kewajiban kepada My Indo Airlines. Majelis Hakim menyatakan menolak pengajuan PKPU My Indo Airlines pada sidang putusan Kamis (21/10) lalu. 

Terbaru, Garuda Indonesia kembali terancam pailit akibat permohonan PKPU oleh PT Mitra Buana Korporindo. Permohonan PKPU oleh Mitra Buana Korporindo ke Garuda Indonesia, dilayangkan melalui kuasa hukumnya Atik Mujiati ke Pengadilan Niaga Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada 22 Oktober 2021. Kasus ini terdaftar dengan nomor perkara 425/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Jkt.Pst.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya