KSPI Protes, Buruh Dianggap Pengusaha Tinggal di Daerah Kumuh

Buruh kembali akan turun ke jalan pada 10 November 2021 mendatang dengan melibatkan 26 provinsi dan lebih dari 10 ribu buruh

oleh Arief Rahman H diperbarui 03 Nov 2021, 16:20 WIB
Presiden KSPI Said Iqbal (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Buruh kembali akan turun ke jalan pada 10 November 2021 mendatang dengan melibatkan 26 provinsi dan lebih dari 10 ribu buruh. Salah satu yang jadi tuntutan adalah kenaikan upah minimum yang harus mengacu pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) said Iqbal menyebut bahwa ada perbedaan yang perhitungan KHL antara pengusaha dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan yang dilakukan KSPI.

Dari enam puluh item dalam penghitungan KHL, kata dia, tiga diantaranya diduga sengaja dibuat lebih rendah jika dibandingkan survei yang dilakukan oleh KSPI.

“Tiga diantaranya dibikin kecil oleh Apindo, misal harga sewa rumah, biaya transportasi, dan harga barang di pasar,” kata dia dalam Konferensi Pers, Rabu (3/11/2021).

Ia mengatakan, bahwa untuk menentukan besaran harga rumah, perlu dilakukan survei ke lima lokasi.

“Dari survei buruh tentu yang dilihat akan yang paling tinggi dalam batas wajar, kalau Apindo paling rendah dan di daerah kumuh, buruh hasil survei di DKI Jakarta misalnya, menemukan Rp 800 ribu, sementara Apindo pasti akan menulis Rp 300-400 ribu di daerah kumuh. Jadi buruh ini harus tinggal di daerah kumuh?,” kata dia.

Selain itu, pada aspek transportasi, Said menduga pengusaha juga coba mengakali agar biaya transportasi terilhat murah. Said mengatakan selama pandemi covid-19, angkot dan Transjakarta jarang beroperasi. Dengan demikian, buruh yang bekerja memanfaatkan ojek online yang lebih tinggi dari harga angkot dan Transjakarta.

Sementara, ia menilai Apindo masih mengacu pada tarif angkot dan dan Transjakarta.

“Lalu harga barang, survei yang dilakukan Apindo itu pasti beli barang di pasar siang hari, kalau buruh survei ke pasar di pagi hari. Harganya beda, kalau siang itu bisa lebih murah karena sayur sudah layu dan ikan ada yang busuk, kalau pagi hari harganya lebih mahal karena masih segar-segar,” kata dia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Bakal Turun ke Jalan 10 November

Presiden KSPI Said Iqbal saat berorasi di depan para buruh di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (2/11/2020). Massa buruh dari berbagai serikat pekerja tersebut menggelar demo terkait penolakan pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja dan upah minimum 2021. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan akan menggelar aksi dalam waktu dekat. Rencananya lebih dari 10 ribu buruh akan turun ke jalan pada 10 November 2021 mendatang. Langkah ini, kata Said, akan kembali mengangkat empat topik utama.

“KSPI akan melakukan aksi besar-besaran di 26 provinsi, lebih dari 150 kabupaten kota, melibatkan lebih dari 10 ribu buruh dari 1000 pabrik pada 10 november 2021 secara serempak,” kata dia dalam konferensi pers, Rabu (3/11/2021).

Rencananya aksi tersebut akan dilaksanakan sejak pukul 10 pagi hingga selesai dengan titik aksi pada kantor Gubernur, kantor Walikota atau Bupati, dan Kantor DPRD di wilayah yang menggelar aksi tersebut.

Sama seperti sebelumnya, Said menyebut tuntutan akan membawa empat hal. Pertama, naikkan Upah Minimum Provinsi dan Upah Minimum Kabupaten/Kota sebesar 7-10 persen.

Kedua, berlakukan upah minimum sektoral UMSK 2021 dan 2022. Ketiga, cabut Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja. Dan keempat berlakukan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tanpa Omnibus Law.

“Tetap di empat isu tersebut, titik sentralnya adalah upah minimum. Pada 10 november Buruh kembali turun ke jalan, dalam jumlah yang lebih besar,” kata dia.

Ia kembali menegaskan, terkait penentuan kenaikn upah, tidak bisa menggunakan instrumen hukum PP 36 Tahun 2021, dengan alasan itu berada di bawah Undang-undang Cipta Kerja yang sedang digugat oleh buruh.

“Maka KSPI menggunakan UU nomor 13/2003 dan PP 78/2015, bahwa kenaikan upah minimum menggunakan perhitungan inflasi plus pertumbuhan ekonomi dan mempertimbangan Kebutuhan Hidup Layak,” terangnya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya