Jangan Keliru, Pahami Kode Klasifikasi Atlet pada Peparnas XVI Papua 2021

Dalam Peparnasi Papua 2021, terdapat kode khusus nomor pertandingan yang diterapkan pada berbagai cabang olahraga. Berikut penjelasannya.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Nov 2021, 19:45 WIB
Lifter Papua Oktovianus F. Itlay (dua kiri) membawa obor api Peparnas XVI Papua bersama masyarakat adat di Kantor Bupati Jayapura, Gunung Merah, Kabupaten Jayapura, Papua, Selasa (2/11/2021). (Kominfo)

Liputan6.com, Jakarta Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XVI Papua 2021 makin dekat. Ajang olahraga bersakala nasional bagi atlet penyandang disabilitas ini dijadwalkan berlangsung pada 5–15 November 2021 mendatang.

Adapun kejuaraan ini berada dalam satu rangkaian dengan PON XX Papua 2021 yang dihelat pada Oktober lalu. Sejumlah atlet penyandang disabilitas dari total 34 provinsi akan berlaga memperebutkan medali di Peparnas 2021.

Melansir laman resmi Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) RI, Peparnas kali ini akan mempertandingkan dua belas cabang olahraga, yakni angkat berat, atletik, boccia, bulu tangkis, catur, judo, menembak, panahan, renang, sepak bola cerebral palsy (CP), tenis lapangan kursi roda, dan tenis meja.

Dalam Buku Pegangan Teknis Peparnas Papua yang dirilis oleh Komite Nasional Paralimpik Indonesia (NPCI), dicantumkan persyaratan ketat bagi peserta sebelum dikategorikan sebagai atlet penyandang disabilitas dan diizinkan berlaga, misalnya menunjukkan bukti laporan pemeriksaan medis dari rumah sakit dan dokter.

Lebih lanjut, terdapat penggunaan kode-kode tertentu dalam kedua belas cabang perlombaan. Penggunaan kode-kode ini merepsentasikan klasifikasi khusus berdasarkan kondisi fisik atlet sesuai standar internasional.


Kode Khusus di Atletik

Atlet Jawa Barat, Agung Laksana, memenangi nomor 200 meter T +35-36 putra pada Peparnas XV di Stadion Gelora Bandung Lautan Api, Bandung, Kamis (20/10/2016). (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Mengacu pada IPC Athletic Rules, cabang olahraga atletik dalam Peparnas 2021 harus diklasifikasikan ke dalam kelompok hambatan fisik (tuna daksa), penglihatan (tuna netra), pendengaran (tuna rungu), dan intelektual (tuna grahita).

Penamaan nomor pertandingan akan menggunakan nama lain atletik sebagai cabang olahraga lintasan dan lapangan alias Track and Field. Contohnya adalah kelas T/F11 yang diikuti oleh atlet dengan kondisi fisik tak dapat menangkap cahaya ketika diberi rangsangan sinar dan tak mampu mengenal bentuk tangan pada jarak dan arah mana pun.

Kelas T/F12 diperuntukkan bagi atlet dengan ketajaman pandangan sampai dua meter yang diukur melalui alat optik snellen dan memiliki bidang pandang kurang dari 20 derajat. Atlet yang berlaga di kelas T/F11 dan T/F12 pada nomor lari dapat dibantu oleh pemandu (runner guide) dari kontingennya masing-masing.

Selanjutnya, Kelas T/F13 diikuti oleh atlet dengan ketajaman pandangan sampai enam meter dan bidang pandang kurang dari 20 derajat, sementara kelas T/F20 diperuntukkan bagi atlet tuna grahita.

Terdapat pula kelas T/F35-T/F38 bagi peserta yang memiliki kondisi fisik kekejangan tertentu (ringan hingga berat) pada separuh tubuh atau tiga anggota badan, dapat berjalan sendiri, dan memiliki problem control pada tangan dan kaki.

Kelas T/F36-T/F38 dikhususkan bagi atlet kategori cerebral palsy (CP). Kelas T/F40-T/F41 diikuti oleh atlet yang diukur berdasarkan tinggi badan dan panjang lengan. Di sisi lain, kelas T/F42-T/F47 merupakan klasifikasi berdasarkan kondisi fisik serta kemampuan menggerakkan tubuh tanpa dan dengan alat bantu.


Kode Khusus di Bulu Tangkis

Hary Susanto dan Leani Ratri Oktila berselebrasi usai menang melawan pasangan Prancis Lucas Mazur dan Faustine Noel pada pertandingan ganda campuran cabang badminton nomor SL3-SU5 Paralimpiade Tokyo 2020, Minggu (5/9/2021). Hary/Leani meraih medali emas usai menang 23-21 dan 21-17 (AP/Kiichiro Sato)

Selain atletik, bulu tangkis juga menerapkan kode khusus yang menunjukkan kemampuan fisik sang atlet. Menurut laman resmi Kemenpora, kode-kode ini dibuat sejalan dengan peraturan BWF terkait regulasi paralimpik.

Contohnya adalah WH1 dan WH2 yang diperuntukkan bagi atlet bulu tangkis pengguna kursi roda (wheelchair). Kode SL dengan skala 1–5 dikhususkan bagi kelas Standing Lower. Makin tinggi skala SL, makin kecil keterbatasan fisik sang atlet.

Selanjutnya, ada pula kode U berskala 1–5 yang merupakan kode kelas Upper. Sementara itu, kelas Short Stature (SS6) ditujukan bagi atlet yang memiliki pelambatan pertumbuhan tulang sehingga tinggi tubuhnya menjadi lebih kecil. 


Kode Khusus di Menembak

Wakil Indonesia di Paralimpiade Tokyo 2020 cabang menembak putri, Hanik Puji Hastuti. (Dok. NPC Indonesia)

Klasifikasi khusus juga diterapkan pada cabang olahraga menembak. Misalnya pada kelas SH1 pistol yang diperuntukkan bagi atlet dengan kemampuan gerak tubuh di bawah 25 persen.

Selanjutnya, kelas SH1 rifle merupakan kelas yang diikuti oleh atlet menembak dengan kemampuan gerak di bawah 25 persen. Seentara itu, kelas SH2 dialokasikan bagi atlet dengan kemampuan gerak 25 persen atau di bawahnya.

Seluruh atlet dalam cabor ini akan memperoleh alat bantu berupa meja untuk meletakkan senjata. Mereka juga diizinkan membidik senjata dari bangku khusus atau kursi roda.

Khusus kelas SH2, penembak wajib didampingi oleh loader alias petugas pengisi ulang peluru dari tiap-tiap kontingen kontingen. Meski demikian, loader tak boleh berbicara atau memberi instruksi pada atlet selama proses pengisian amunisi.

Cabang olahraga lain, mulai dari catur, judo, tenis meja, hingga renang juga tercatat menerapkan kode khusus berdasarkan kondisi fisik para atlet, layaknya pada tiga cabor sebelumnya.

 

Penulis: Melinda Indrasari

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya