Liputan6.com, Sikka - Puluhan siswa SD Inpres Blawuk, Desa Nebe yang berlokasi di Dusun Wailoke Desa Wailamun dan Kampung Wairbou Desa Nebe, terpaksa harus menyeberangi sungai yang cukup dalam saat musim penghujan tiba.
Hal ini lantaran tidak ada jembatan yang bisa mereka lewati untuk sampai ke sekolah. Terpaksa, puluhan siswa yang berada di dua kampung tersebut harus menyeberangi sungai tanpa bantuan apa pun. Tentu, langkah yang mereka ambil itu penuh risiko, terlebih saat musim hujan, air sungai mulai berarus dan sewaktu-waktu bisa meluap.
Guru SD Inpres Blawuk, Desa Nebe, Marselina Yulianti mengatakan, tidak jarang, ketika mereka merasa tak mampu melewati sungai itu, puluhan siswa ini harus merelakan tertinggal pelajaran. Menurutnya, banyak siswa yang terlambat masuk sekolah bahkan tidak masuk sekolah saat musim hujan karena ketinggian air di sungai Nangagete meningkat atau mengalami banjir.
Baca Juga
Advertisement
"Saat musim hujan, ketinggian air di Kali Nangagete, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka,Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami peningkatan bahkan terjadi banjir sehingga anak-anak sekolah terpaksa meliburkan diri," ungkap Marselina Yulianti saat ditemui Liputan6.com di sekolahnya, Kamis (4/11/2021).
Marselina menambahkan, jika tidak melewati sungai itu, maka para siswa harus menambah perjalanan sejauh 3 kilometer. Tentu jarak yang terbilang jauh ketika bocah-bocah kecil ini menempuhnya dengan berjalan kaki karena mereka tidak diantar orangtua yang sudah bekerja.
"Anak-anak dua kampung ini kalau saat musim hujan memang sangat sulit untuk mereka menuju ke sekolah, bila ingin ke sekolah terpaksa mereka harus memutar sejauh 3 kilometer melewati jalan provinsi di sebalah barat kampung bila tidak mau menyeberangi kali saat musim hujan," dia menjelaskan.
Dia mengatakan, kondisi ini menyebabkan siswa dari kedua kampung ini sering terlambat masuk ke sekolah, atau tidak masuk sekolah.
Menurut dia, dengan kondisi alam seperti ini, pihak sekolah tidak bisa memberikan sanksi dan hanya bisa memaklumi.
Sementara, Kepala SD Inpres Blawuk, Desa Nebe, Martinus Roi da Cunha mengatakan, kondisi yang dialami puluhan siswa tersebut tentunya membuat dirinya khawatir. Oleh karena itu, pihaknya mengharapkan pemerintah bisa membangun jembatan gantung, agar para siswa tidak lagi menyeberangi sungai ke sekolah.
Dia mengatakan, dengan adanya jembatan gantung diharapkan anak-anak bisa berangkat ke sekolah dengan nyaman tanpa harus menyeberangi kali dan berpotensi terjatuh dan terbawa arus.
"Adanya jembatan gantung membuat warga di dua kampung ini bisa lebih mudah beraktivitas karena mereka setiap hari ke Dusun Blawuk. Anak-anak sekolah baik di SD maupun SMP dan SMA yang tinggal di dua kampung ini bisa bersekolah seperti biasa," dia mengatakan.
Sementara itu, Yuli siswa SD Impres Blawuk, mengatakan selama musim hujan dirinya bersama teman-temannya terpaksa harus menyeberangi kali untuk ke sekolah.
"Bila banjir besar, saya dan teman-teman tidak ke sekolah, soalnya mau ke sekolah jalan satu-satunya harus menyeberangi kali Nangagete banjir, kalau mau lewat jalan besar cukup jauh, itu pun harus menggunakan kendaraan dan pasti terlambat masuk sekolah," sebutnya.
Ia mengatakan, setiap pagi semua anak sekolah Kampung Wairbou dan Dusun Waioloke harus berjalan kaki dari rumah dan menyeberangi kali. Mereka harus bertelanjang kaki ketika menyeberangi sungai. Mereka juga harus menyiapkan baju ganti.
"Dari rumah kami tidak pakai sepatu dan setelah menyeberangi kali baru pakai sepatu. Kalau air kali tinggi kami harus pakai celana lain nanti baru seberang kali ganti seragam sekolah," dia mengatakan.
Sebagai generasi penerus bangsa ia mengharapkan kepada pemerintah kabupaten, provinsi, maupun pemerintah pusat untuk bisa memperhatikan kondisi jalan dan akses mereka, sehingga mereka bisa merasa aman bila ke sekolah saat musim hujan.