Liputan6.com, Jakarta - Bumi diprediksi akan memanas di setiap tahunnya. Menurut PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), kita sebagai masyarakat dunia harus berjuang mempertahankan suhu global di bawa 1,5 derajat celsius dari jumlah yang sekarang.
Tujuannya, agar dapat menghindari bencana dari perubahan iklim atau pemanasan global. Melansir dari Mind Body Green, Badan Energi Internasional (IEA)memublikasikan peta persebaran dari cara bagaimana masyarakat dapat menekan dan menurunkan emisi karbon dunia selama 30 tahun ke depan.
Para ahli menyadari bahwa membangun masa depan yang lebih sehat dan ramah lingkungan akan membutuhkan kinerja yang lebih besar dalam jangka waktu yang lama. Meskipun partisipasi pemerintah juga penting, dukungan warga juga akan membantu mempercepat misi tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Masyarakat juga harus tahu dan menyadari dampak dari perubahan iklim. Menurut Adila Isfandiari, Cimate and Energy Researcher dari Greenpeace Indonesia, kita bisa memulai untuk mencari tahu apa krisis iklim atau perubahan iklim dan apa dampaknya untuk kita dan generasi masa depan.
"Setelah mengetahui hal tersebut, tentunya kita juga bisa terus menyebarkan kegentingan ini dan selalu mendorong pemerintah untuk melakukan aksi ikim yang nyata sesegera mungkin, karena krisis iklim sudah terjadi dan akan bertambah parah jika Pemerintah terus mengabaikan permasalahan ini," ucapnya lewat pesan pada Liputan6.com, 4 November 2021.
Ada berbagai cara yang bisa kita lakukan dalam kegiatan sehari-hari. Misalnya, membeli barang-barang yang lebih hemat energi dan ramah lingkungan, mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, mengurangi penggunaan pendingin udara atau menanam lebih banyak tanaman.
Meski begitu, menurut Adila, aksi individual saja tidak cukup. Ibarat menyiram seember air ketika rumah kita sedang kebakaran, tidak akan memadamkan apinya. Oleh karena itu, aksi kolektif seperti terus mengingatkan pemerintah untuk melakukan aksi iklim yang lebih ambisius itu sangat penting. "Karena kita butuh perubahan sistem, seperti mewujudkan transisi energi, pembangunan ekonomi hijau, dan dibutuhkan political will dari pemerintah kita untuk itu," ujarnya.
Adila meambahkan, hal itu sangat penting dan mendesak, karena kita sekarang sudah merasakan dampak perubahan iklim. Belum lagi beragam dampak yang akan terjadi dalam beberapa tahun mendatang.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Harga yang Harus Dibayar
"Untuk dampak yang sekarang ini contohnya, curah hujan ekstrem dan menyebabkan banjir, seperti banjir Jakarta di tahun baru 2020. Menurut BMKG, curah hujan Jakarta pada awal 2020 merupakan yang tertinggi selama ada pencatatan curah hujan sejak 1866 silam dengan kerugian mencapai 1 triliun rupiah untuk dunia usaha saja," terangnya.
Selain itu, ada banjir besar di Kalimantan Selatan (kali pertama dalam 50 tahun) yang menyebabkan kerugian sekitar Rp1.3 triliun. Belum lagi kebakaran hutan dengan kerugian yang lebih tinggi, contohnya kebakaran hutan di tahun 2015 dengan kerugian mencapai Rp221 triliun atau dua kali dari biaya rekonstruksi setelah tsunami Aceh.
Ditambah lagi kerusakan infrastruktur dan bangunan serta korban jiwa. Menurut Adila, iItulah harga yang harus kita bayar apabila kita mengabaikan risiko krisis iklim. "Ke depannya, pastinya extreme events akan bertambah, seperti kemarau yang panjang, curah hujan yang semakin meningkat, dan juga kenaikan muka air laut akan semakin cepat menurut laporan IPCC dan akan menenggelamkan 199 kota pesisir di Indonesia pada tahun 2050 menurut sebuah penelitian," tuturnya.
Ada beragam cara untuk menginformasikan pada masyarakat untuk menyadari penyebab dan dampak dari perubahan iklim. Salah satunya dengan membentuk komunitas, terutama di kalangan anak muda.
Hal itu dilakukan komunitas Green Generation Indonesia yang didirikan di Balikpapan, Kalimantan Timur. Komunitas ini didirikan di SMP Negeri 3 Balikpapan pada 22 Agustus 2009, berawal dari kegelisahan siswa akan permasalahan lingkungan, dengan tujuan untuk mewujudkan generasi muda yang peduli dan berbudaya lingkungan.
Advertisement
Kegiatan Seputar Masalah Lingkungan
Menurut Sri Handayani, seorang pembimbing Green Generation (GG) Balikpapan, mereka mengadakan beragam kegiatan yang berkaitan dengan masalah lingkungan. Salah satunya, Green Generation Challenge, berupa tantangan bagi GG untuk menunjukkan karya dan kontribusi terbaik bagi lingkungan sekolahnya masing-masing.
Lalu ada Capacity Building, yakni pendalaman pemahaman terkait lingkungan dan hal-hal lain yang diperlukan bagi pengurus GG di berbagai tingkatan untuk menjadi agen sosialisasi di masyarakat nantinya.
"Kita juga mengadakan Green Generation Awards (GGA) yang merupakan suatu ajang apresiasi bagi Green Generation Sekolah maupun pihak-pihak yang telah berjasa bagi keberlangsungan lingkungan berupa ajang nominasi penghargaan di tingkat kota dan sekolah," jelas Sri Handayani pada Liputan6.com, 4 November 2021. Ada pula ajang apresiasi dan nominasi penghargaan tahunan Tingkat Nasional bagi pegiat Green Generation di berbagai daerah.
GG Balikpapan juga melakukan aksi membersihkan sampah di pantai. Yang terbaru, mereka menggelar acara ‘Clean Up the Beach’ yaitu Giat Bersih-bersih Kawasan Pesisir Pantai Bandara Lama, Sepinggan, Balikpapan, pada awal Oktober lalu.
Mereka juga menggelar Jambore Nasional Generasi Hijau (JNGH). Ini merupakan ajang tahunan pertemuan para pemuda peduli lingkungan dari tiap perwakilan daerah untuk membahas dan merumuskan solusi atas permasalahan lingkungan dan belajar berbagai ilmu pengetahuan tentang lingkungan di suatu daerah yang dipilih secara bergilir.
Hal-hal Kecil
Kegiatan lainnya, ada Putra Putri Generasi Hijau (PPGH) yang merupakan agen sosialisasi GG yang dipilih secara bergilir untuk menyebarkan ilmu dan informasi seputar lingkungan kepada masyarakat luas. Terakhir, ada GG Bermanja (Bersama Menjaga Lingkungan) yang merupakan aksi bersih-bersih skala besar dari GG. Acara ini melibatkan seluruh elemen masyarakat serta organisasi dan komunitas untuk melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan sekitar.
GG juga melakukan aksi dan tindakan untuk mengatasi atau mengurangi dampak perubahan iklim di Indonesia. "Kita melakukan penanaman bibit pohon secara masif dan berkelanjutan untuk mengurangi polusi karbondioksida di udara dan menambah sirkulasi oksigen di alam. Kita juga mengkampanyekan penggunaan tumbler dan straw stainless/glass untuk mengganti fungsi plastik sekali pakai yang sulit terurai," terang Sri Handayani.
Mereka juga memanfaatkan barang tidak terpakai untuk didaur ulang menjadi sebuah karya bernilai. Lalu, membuat penyaring dan penjernih air, untuk memanfaatkan air yang keruh menjadi air yang lebih jernih.
"Hal-hal kecil yang dapat kita lakukan untuk mengendalikan perubahan iklim adalah dengan mulai beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum atau berjalan kaki. Hal ini bertujuan untuk mengurangi polusi udara dan penghematan energi," pungkasnya.
Advertisement