Liputan6.com, Jakarta Belum lama ini warga Jepang dikejutkan dengan kasus penikaman dan pembakaran gerbong kereta yang dilakukan oleh pemuda berkostum tokoh Joker.
Dilihat dari sisi kriminologi, kejahatan yang dilakukan Kyota Hattori (24) ini tergolong dalam kejahatan copycat.
Menurut kriminolog Haniva Hasna, M. Krim, kejahatan copycat merupakan tren kejahatan hasil dari peniruan terhadap tokoh penggambaran media.
Baca Juga
Advertisement
“Copycat effect bisa menjadi gambaran sebuah ketenaran dan kemasyhuran karena reputasi buruk adalah hal yang sangat diidamkan oleh para pembunuh. Hal Itu menjadi alasan utama mengapa para peniru melakukan kejahatan serupa dengan tokoh yang diidolakan,” kata Iva kepada Health Liputan6.com melalui pesan teks.
Mekanisme Peniruan
Iva menambahkan, mekanisme peniruan atau imitasi terjadi baik secara langsung (direct effect) maupun tertunda (delayed effect).
“Yang perlu dipahami, perilaku seseorang tidak ditentukan dari pola konsumsi media yang diterima. Tidak serta-merta seseorang jadi pembunuh atau bertindak kejam setelah menonton Film.”
“Namun menjadi sebuah pola pikir yang dihayati dalam kurun waktu tertentu, lalu orang tersebut menemukan tokoh pada media (film) yang menempatkan penjahat menjadi tokoh sentral, dan seolah-olah menjadi sosok penting sesuai dengan penghayatannya,” tambah Iva.
Advertisement
Kaburnya Fantasi dan Kenyataan
Karakteristik media termasuk kaburnya fantasi dan kenyataan, respons positif terhadap kekerasan, kejahatan, dan bagaimana kejahatan dilakukan merupakan criminal mind yang dihayati untuk selanjutnya dilakukan.
Mengidolakan satu tokoh disertai perasaan yang sama dengan tokoh tersebut membuat seseorang merasa yakin bahwa yang akan dilakukan adalah sesuai dengan gambaran ideal dirinya dalam menyelesaikan permasalahannya.
Interaksi individu antara konten media kekerasan dan perkembangan emosional berperan dalam perilaku peniru. Individu yang kurang berkembang secara emosional kemungkinan besar akan melakukan kejahatan yang mereka lihat di TV/Film.
Para peniru pembunuh melakukan kejahatannya dengan berpikir bahwa semakin mengejutkan dan keji pembunuhannya, maka akan semakin layak untuk diberitakan.
“Laki-laki lebih mungkin menjadi peniru pembunuh daripada perempuan. Kebanyakan peniru pembunuh adalah orang dewasa muda berusia di bawah 30 tahun. Peniru pembunuh lebih mungkin menderita gangguan kepribadian dan disfungsi sosial serta latar belakang keluarga yang diasingkan,” pungkasnya.
Infografis Kejahatan Vaksin COVID-19 Palsu di China
Advertisement