Liputan6.com, Bandung - Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung lebih dari satu setengah tahun, bukan hanya mengancam kesehatan fisik. Ketidakpastian dan kabar buruk dari pandemi juga berpengaruh pada kesehatan jiwa setiap individu.
Berbagai upaya dalam mengelola kesehatan jiwa menjadi sangat penting pada kondisi seperti ini untuk menjaga diri tetap waras.
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa RSIA Limijati Bandung Elvine Gunawan mengatakan, di masa pandemi
Baca Juga
Advertisement
ini angka kesehatan jiwa jadi sangat signifikan untuk mengalami gangguan mental. Beberapa gangguan mental yang kerap timbul dewasa ini misalnya mudah terbawa emosi, stres, cemas berlebihan, depresi, dan sebagainya.
"Fenomena ini perlu disikapi dengan sangat bijaksana, karena kalau enggak jadi pisau bermata dua. Jika dilihat dari satu sisi kasusnya (gangguan jiwa) naik, tapi di satu sisi stigmanya lebih hebat," kata Elvine dalam diskusi secara virtual yang diselenggarakan Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara di Bandung, Kamis (4/11/2021).
Elvine menjelaskan, jika individu sehat secara mental, individu akan dapat terus berkembang dan berkontribusi sebagai masyarakat. Sayangnya, banyak masyarakat yang masih awam dengan isu kesehatan mental seperti pengelolaan stres maupun berbagai jenis gangguan jiwa dan cara penanganannya.
"Sebenarnya kesehatan jiwa ini bisa kena kepada siapa saja ke usia berapapun karena setiap harinya kita mengalami perubahan situasi kehidupan. Tapi, pada beberapa orang, ketika ada perbedaan perilaku sedikit dikaitkannya langsung isu kesehatan jiwa. Sehingga teman-teman sedang didiagnosis dan lagi struggling malah jadi bahan perundungan," tuturnya.
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, penderita gangguan jiwa di Indonesia tercatat mengalami peningkatan. Peningkatan ini terungkap dari kenaikan prevalensi rumah tangga yang memiliki orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Indonesia dengan indikator keluarga sehat secara nasional untuk penderita gangguan jiwa berat diobati dan tidak ditelantarkan sebesar 17,08%.
Kondisi tersebut diperparah dengan adanya stigma terhadap ODGJ di kalangan masyarakat yang cukup tinggi. Stigma ini muncul karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kondisi ODGJ. Kuatnya pengaruh stigma ini kerap menyebabkan masyarakat enggan mengakses layanan kesehatan mental.
"Memang kita tidak pernah bisa menyamaratakan apa yang dimaknai dengan stres dalam kehidupan. Mungkin akan mengancam kehidupan atau membuat kita menarik diri karena rasa rasa tidak percaya diri. Sehingga stres ini risikonya bisa menyebabkan gangguan mental emosional ketika tidak bisa diadaptasi makanya muncul cemas, panik, kehilangan, dan depresi," ungkap Elvine.
Elvine juga menyebutkan orang yang paling tinggi risiko mengalami kecemasan adalah perempuan muda. Di masa pandemi, perempuan lebih signifikan mengalami tekanan karena terpaksa melakukan pekerjaan dari rumah sambil terus bekerja.
Maka dari itu, untuk mengatur dan mengelola stres pada masa pandemi saat ini sangat penting. Cara mengelola stres dan kecemasan selama pandemi yang perlu dilakukan pertama adalah memahami kondisi stres dan cemas yang sedang dialami.
"Sebenarnya stres itu perlu. Manusia yang tidak punya stres dalam kehidupannya tidak bisa perform dengan baik, tapi manusia yang terlalu banyak stresingnya juga menyebabkan performanya buruk. Jadi, yang tepat ketika kadar stresnya dalam keadaan optimum," ujar Elvine.
"Cara paling gampangnya, kalau bangun tidak segar itu sudah ada yang salah apalagi sudah seminggu berturut-turut seperti itu kita seharusnya sudah curiga," kata Elvine menambahkan.
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Simak Video Pilihan di Bawah Ini
4 Tips Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi Covid-19
Advertisement