Rincian Waktu Berlakunya Aturan PPN Hingga PPh dalam UU HPP

Pada Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mulai berlaku sejak UU HPP diundangkan berarti sejak 29 Oktober 2021.

oleh Arief Rahman H diperbarui 07 Nov 2021, 20:33 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi meneken Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan atau UU HPP.

Liputan6.com, Jakarta Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP resmi diteken Presiden Joko Widodo sejak akhir Oktober 2021. Undang-undang itu memiliki sembilan bab dengan enam lingkup pengaturan perpajakan dengan waktu pemberlakukan yang berbeda.

UU ini melingkupi enam peraturan, diantaranya, Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS), Pajak Karbon, serta Cukai.

Pada Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mulai berlaku sejak UU HPP diundangkan berarti sejak 29 Oktober 2021.

Kemudian, pada KUP ini, terjadi beberapa perubahan yang meliputi perubahan isi ayat hingga adanya penghapusan beberapa ayat. Kemudian juga ada penambahan beberapa pasal.

Sementara itu, Pajak Penghasilan akan mulai berlaku mulai Tahun Pajak 2022. Kemudian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan mulai berlaku sejak 1 April 2022.

Pada Bab ini, terjadi perubahan salah satu diantaranya pada Pasal 7 ayat 1, ayat 3 serta ditambahkan satu ayat, yakni ayat 4.

“Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu: a. sebesar 11 persen yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022; b. sebesar 12 persen yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025,” seperti tertulis dalam Pasal 7 ayat 1 dalam salinan UU HPP, dikutip Minggu (7/11/2021).

Kemudian, pada ayat 2, PPN sebesar nol persen diterapkan atas ekspor Barang Kena pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan ekspor Jasa Kena Pajak.

“Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen,” tulis ayat 3 pasal 7.

Sementara penambahan ayat 4 pasal 7 berbunyi sebagai berikut, Perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah setelah disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

 


Program Pengungkapan Sukarela

Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Kemudian, Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak akan berlaku mulai 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022.

Di mana mengatur wajib pajak untuk mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang dalam surat pernyataan. Ini berlaku selama Direktorat Jenderal Pajak belum menemukan data atau informasi dari harta yang dimaksud.

Harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan nilai harta dikurangi nilai utang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Kemudian, Harta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan harta yang diperoleh Wajib Pajak sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015. Dan, Harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.

“Wajib Pajak mengungkapkan harta bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) melalui surat pemberitahuan pengungkapan harta dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sejak tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan tanggal 30 Juni 2022,” sebagaimana tertulis di pasal 6 ayat 1.

Kemudian pada ayat 2 pasal 6, tertulis bahwa pemberitahuan pengungkapan harta harus dilampiri dengan bukti pembayaran pajak penghasilan yang bersifat final, daftar rincian harta beserta informasi kepemilikan harta yang dilaporkan, daftar utang, pernyataan mengalihkan harta bersih ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam hal Wajib Pajak bermaksud mengalihkan harta bersih yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Serta pernyataan akan menginvestasikan harta bersih pada, kegiatan usaha a sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau surat berharga negara.

“Wajib Pajak yang menyatakan mengalihkan harta bersih ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d wajib mengalihkan harta dimaksud paling lambat tanggal 30 September 2022,” tulis pasal 7 ayat 1.

Sementara untuk wajib pajak yang akan menginvestasikan harta bersihnya wajib melakukannya sebelum 30 September 2022.

 


Pajak Karbon

Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Selanjutnya, Pajak Karbon yang masuk dalam UU HPP ini akan berlaku juga mulai 1 April 2022 mendatang. Pajak Karbon yang mauk dalam pasal 13 ini dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup.

Ada dua kategori pengenaan pajak karbon, yakni, peta jalan pajak karbon yang meliputi strategi penurunan emisi karbon, sasaran sektor prioritas, keselarasan dengan pembangunan energi baru dan terbarukan dan atau keselarasan antar berbagai kebijakan lainnya. Serta kategori kedua yakni peta jalan pasar karbon.

Tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon per kilogram karbon dioksida ekuivalen (COze) atau satuan yang setara.

“Dalam hal harga karbon di pasar karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (8) lebih rendah dari Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (COze) atau satuan yang setara, tarif pajak karbon ditetapkan sebesar paling rendah Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (COze) atau satuan yang setara,” tulis pasal 13 ayat 9, seperti dikutip.

 


Cukai

Ilustrasi cukai. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sementara itu, aturan terkait cukai akan mulai berlaku sejak tanggal diundangkan UU HPP, atau 29 Oktober 2021. Perubahan yang terjadi pada pasal 4 yang mencakup dua ayat.

Ayat 1 berbunyi, Cukai dikenakan terhadap Barang Kena Cukai yang terdiri atas:

a. Etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya

b. Minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol

c. Hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, rokok elektrik, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya.

“Penambahan atau pengurangan jenis Barang Kena Cukai diatur dengan Peraturan Pemerintah setelah disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dibahas dan disepakati dalam penJrusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,” bunyi ayat 2.

Terjadi juga penambahan pasal 40B serta perubahan pada pasal 64.

“Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor I 1 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak yang berkaitan dengan pengungkapan harta bersih, dinyatakan tidak berlaku sepanjang pengungkapan dilakukan sejak tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan tanggal 30 Juni 2022 sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) (pengungkapan sukarela) ,” tulis pasal 15 Bab VIII tentang Ketentuan Peralihan, seperti dikutip.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya