Investasi Bodong Bikin Rugi Rp 117 T, Literasi Keuangan Jadi Kunci

Rendahnya literasi keuangan dinilai dapat menyebabkan berbagai kerugian finansial dan menjadi pintu masuk bagi para pelaku investasi bodong atau ilegal.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 08 Nov 2021, 12:39 WIB
Ilustrasi Investasi bodong (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta Satgas Waspada Investasi OJK menyebutkan jika praktik investasi bodong telah merugikan masyarakat hingga Rp 117,4 triliun dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

Angka ini bahkan lebih besar dari APBD DKI Jakarta tahun 2021 (Rp 84,19 triliun) dan hampir 12 kali lipat dari anggaran penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2021 (Rp 10,43 triliun).

Inklusi keuangan atau literasi keuangan bisa menjadi cara masyarakat terhindari praktik investasi bodong. Inklusi keuangan juga merupakan salah satu indikator penting dalam upaya pemerataan ekonomi nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih menemukan tingkat literasi keuangan di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah yang belum selesai.

Menurut Satgas Waspada Investasi OJK, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia masih berada di bawah 40 persen. Rendahnya literasi keuangan dinilai dapat menyebabkan berbagai kerugian finansial dan menjadi pintu masuk bagi para pelaku investasi ilegal atau yang lebih dikenal dengan istilah investasi bodong, yang saat ini tengah ramai diperbincangkan.

"Upaya edukasi dapat menjadi strategi preventif agar masyarakat tidak mudah terjerat modus-modus investasi bodong yang menjanjikan keuntungan tidak wajar dalam waktu singkat, mengiming-imingi bonus untuk merekrut peserta, meniru atau mengatasnamakan penyedia layanan resmi untuk mengelabui masyarakat, serta menyediakan klaim tanpa risiko," kata Sekretariat Satgas Waspada Investasi OJK Irhamsah dalam keterangan tertulis, Senin (8/11/2021).

"Selain itu, masyarakat juga harus cermat dalam memastikan kredibilitas dan legalitas dari penyedia layanan investasi yang ditawarkan dan jangan mudah tergiur karena seringkali penyedia layanan ilegal tersebut menggunakan tokoh masyarakat sebagai bagian promosi," imbuhnya.

Untuk mendukung komitmen pemerintah dalam memutus rantai kerugian masyarakat dengan memberantas jasa keuangan ilegal, OJK pun terus mengimbau masyarakat yang menjumpai penyedia layanan investasi bodong agar segera melaporkan kepada layanan pengaduan Satgas Waspada Investasi.

Kemudian, mewajibkan seluruh perusahaan yang belum terdaftar untuk mendapatkan izin dari instansi atau otoritas terkait.

 


Kata Pelaku Industri

Beberapa perwakilan para korban investasi bodong di Tasikmalaya, Jawa Barat, tengah melaporkan di Mapolresta Tasikmalaya. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Dari sisi industri, Lead PR & Communication Bibit.id William menyampaikan apresiasinya atas koordinasi dan dukungan yang diberikan oleh Satgas Waspada Investasi OJK dalam merespon laporan-laporan masyarakat terkait investasi bodong.

Dia menambahkan, meskipun regulator sepenuhnya mendukung terciptanya ekosistem ekonomi digital yang bertanggungjawab, bukan berarti para penyedia layanan atau perusahaan dapat berdiam diri saja.

"Melalui berbagai program edukasi dan literasi, kami terus mengingatkan para pengguna dan masyarakat umum, terutama mereka yang masih tergolong pemula dan belum sepenuhnya memahami seluk-beluk investasi, untuk menjadi pengguna yang cerdas, bijaksana dan logis dalam mengambil keputusan," ungkap William.

Mulai berinvestasi sejak dini sudah menjadi suatu hal yang krusial, namun perlu disertai dengan pemahaman dan pertimbangan yang matang.

Dia menekankan pentingnya untuk memastikan legalitas penyedia layanan investasi yang diikuti guna menghindari penipuan serta terjadinya kerugian finansial.

"Musuh kita bukanlah kompetitor yang menawarkan layanan serupa di pasar, melainkan para pelaku investasi bodong yang jelas-jelas menggunakan beragam cara yang tidak tepat dan merugikan," seru William.

Sementara Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Gadjah Mada John E Junarsin menjelaskan, kesadaran untuk berinvestasi merupakan faktor yang penting agar masyarakat dapat memiliki masa depan keuangan yang lebih baik.

"Harapan dan fakta yang tengah terjadi di masyarakat masih berbanding terbalik. Banyak yang memimpikan financial freedom secepat mungkin. Namun pada kenyataannya dapat kita lihat bahwa masih banyak yang menunda masa pensiun mereka, bahkan tidak sedikit yang terpaksa kembali bekerja. Salah satu penyebab terbesarnya adalah telat atau bahkan tidak pernah sama sekali menabung dan berinvestasi," tuturnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya