Ekonomi Merosot, Restoran dan Kafe Milik Perempuan di Afghanistan Terpaksa Tutup

Kondisi ekonomi kian merosot membuat restoran dan kafe yang dikelola perempuan di Afghanistan tutup.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Nov 2021, 07:03 WIB
Seorang pria Afghanistan menunggu pelanggan saat menyiapkan ayam saji, di sebuah restoran di Kabul, pada Minggu (22/8/2021). Taliban merebut kembali kendali Afghanistan, hampir dua dekade setelah mereka digulingkan koalisi pimpinan AS. (AP Photo/ Rahmat Gul)

Liputan6.com, Kabul - Ketakutan dan kemerosotan ekonomi di Afganistan, menyebabkan penutupan restoran dan kafe yang dikelola oleh perempuan di Kabul. Sebelumnya kafe-kafe itu merupakan tempat nongkrong yang terkenal, kafe milik Tabasum kini menjadi ruang kosong, hanya terdapat meja dan kursi.

Nikee Tabasum, 23 tahun, yang mengelola sebuah kafe di barat kota, harus menutup kafenya pada 16 Agustus, sewaktu pejuang Taliban mengambil alih ibu kota Afghanistan. Demikian seperti dikutip dari laman VOA Indonesia, Senin (8/11/2021).

Tabasum masih ingat akan kecemasannya ketika mendengar kabar kelompok pejuang itu memasuki kota.

Dia mengatakan, meskipun ia tidak pernah diperingatkan atau diancam oleh Taliban untuk menutup kafenya, ketakutan menjadi sasaran dan kehilangan pelanggannya yang sebagian besar mahasiswi, memaksanya untuk menutup kafenya.

"Kami diliputi rasa cemas dan gelisah. Kami sangat takut dan para pelanggan yang semuanya mahasiswi juga tidak mau datang lagi ke kafe kami ini ... itulah sebabnya saya menutup kafe ini," katanya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kafe Terpaksa Tutup

Taliban berjaga di jalanan menyusul pembukaan kembali bank dan pasar setelah Taliban mengambil alih kekuasaan di Kabul, Afghanistan, pada Sabtu (4/9/2021). Setelah 20 tahun digulingkan, kelompok Taliban kembali menguasai Afghanistan. (AP Photo/Wali Sabawoon)

Tabasum, yang mempunyai tiga saudara perempuan dan seorang adik laki-laki berusia enam tahun, adalah anak sulung di kaluarganya dan biasa membantu ayahnya dalam memenuhi kebutuhan keuangan.

Ia tamat dari SMA di provinsi Ghazni, lalu hijrah ke Kabul lima tahun lalu.

Ia meminjam uang satu juta Afghanis atau sekitar $10.000 dari keluarga dan teman-temannya, untuk membuka rumah makan. Keuntungan yang diperolehnya selama lima tahun membuka kafe itu ia gunakan untuk membayar lunas utang-utangnya.

Kafé kecil yang biasanya menyajikan makanan kecil tradisional Afganistan itu, memberi lapangan kerja bagi delapan perempuan yang bertanggungjawab untuk menghidupi keluarga mereka.

Sambil menata buku dan majalah yang berdebu, Tabasum mengatakan ia biasa mendapat untung hingga 20.000 Afghanis atau $224 pada hari-hari sibuk, tetapi ditutupnya kafe itu membuat Tabasum dan delapan pekerja perempuan lainnya kehilangan satu-satunya penghasilan mereka.

"Sebelum Taliban berkuasa, bisnis kafe saya bagus, penghasilan saya baik. Banyak hari yang saya biasa mendapat 224 dolar pada hari yang sibuk, tetapi dalam bulan dan 15 hari setelah Taliban kembali berkuasa, kafe kami telah tutup," katanya.


Perempuan Dilarang Bekerja

Orang-orang berlalu-lalang di jalanan menyusul pembukaan kembali bank dan pasar setelah Taliban mengambil alih kekuasaan di Kabul, Afghanistan, pada Sabtu (4/9/2021). Setelah 20 tahun digulingkan, kelompok Taliban kembali menguasai Afghanistan. (AP Photo/Wali Sabawoon)

Kini, kaum perempuan dilarang bekerja di depan umum, semua perempuan yang dulu bekerja di restoran, sekarang menganggur.

“Sebelumnya kami biasa menghidupi keluarga kami dengan bekerja di sini, dan semua gadis yang dulu bekerja dengan saya adalah pencari nafkah bagi keluarga mereka, sayangnya (kafe) tutup, kami dalam kondisi yang sangat buruk, dan kami tidak tidak memiliki sumber pendapatan lain," kata Tabasum.

Madina Ghulami pernah bekerja sebagai manajer di Tabasum Café. Dia sekarang menganggur dan, seperti banyak wanita Afghanistan lainnya, ia menghabiskan sepanjang harinya di rumah.

Ia kehilangan ayahnya dalam kecelakaan mobil dan sejak itu bertanggung jawab memberi makan dua adik laki-laki dan ibunya. Sejak kehilangan pekerjaannya, ia tidak mampu membayar tagihan dan bersedia bekerja di mana pun untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya