Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS, Fahmy Alaydroes sempat melakukan interupsi dalam Rapat Paripurna usai Ketua DPR RI Puan Maharani mengesahkan Jenderal TNI Andika Perkasa sebagai Panglima TNI menggantikan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.
Fahmy mengatakan, interupsinya bukan untuk membahas Panglima TNI yang baru, melainkan hendak mengkritisi Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 perihal pencegahan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.
Menurut Fahmy, acara itu dipandangnya sebagai momentum untuk mendiskusikan bukan hanya pertahanan negara yang bersifat fisik, namun juga pertahanan moral.
"Saya ingin mengingatkan kepada kita semua pentingnya ketahanan moral dan peradaban bangsa. Ada ancaman serius yang tidak disadari di depan mata kita," katanya dalam konferensi pers daring, Senin (8/11/2021).
Baca Juga
Advertisement
Terbitnya Permendinbudristek ini, menurut Fahmy menimbulkan keresahan dan kegaduhan di tengah publik. Sebabnya aturan yang ditujukan untuk mencegah kekerasan seksual di kampus itu justru absen dari nilai moral.
"Namun sayangnya peraturan ini sama sekali tidak menjangkau, atau menyentuh persoalan pelanggaran susila atau asusila yang sangat mungkin terjadi di lingkungan perguruan tinggi. Termasuk praktik perzinaan dan hubungan seksual sesama jenis," tegasnya.
Beleid soal pencegahan kekerasan seksual itu, kata Fahmy hanya berlaku apabila "timbul korban akibat pemaksaan" dalam hubungan seksual. Sementara jika "suka sama suka" atau atas "persetujuan" tidak diatur.
"Peraturan ini membiarkan, mengabaikan bahkan menganggap normal bahkan peraturan ini dapat ditafsirkan sebagai bentuk legalisasi 'perbuatan asusila seksual yang dilakukan tanpa paksaan' atau suka sama suka di perguruan tinggi," katanya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Abaikan Nilai Agama
Fahmy menganggap, peraturan itu dapat ditafsirkan mengabaikan nilai agama karena membiarkan parktik seks suka sama suka.
"Ini sekaligus menabrak nilai-nilai luhur, adat dan budaya kita sebagai bangsa yang beradab," tekannya.
Fahmy mendesak agar Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 agar dicabut dan segera direvisi dengan menambahkan aturan yang sejalan dengan Pasal 31 UUD 1945.
"Yang menugaskan, pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa," tegas Fahmy.
Pasal bermasalah dalam aturan yang diteken Mendikbudristek Nadiem Makarim pada 31 Agustus 2021 itu adalah dalam Pasal 5 Ayat 2 Huruf L dan M.
Dalam pasal dimaksud dijelaskan sejumlah tindakan yang tergolong ke dalam kekerasan seksual. Pada huruf L yang dimaksud kekerasan seksual meliputi: "menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan korban."
Sementara pada huruf M dikatakan: "membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban."
Advertisement