Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan jika pemerintah akan memberikan insentif bagi yang mau membangun industri farmasi di Indonesia.
Pemerintah ingin mendorong skema insentif yang lebih baik untuk mendorong investasi di sektor farmasi, tidak hanya kepada perusahaan-perusahaan negara atau BUMN, namun juga mendorong sektor swasta.
Advertisement
“Kami juga berencana memberikan insentif seperti tax holiday (pembebaan pajak) yang lebih menarik, kami juga menyiapkan kawasan industri untuk sektor industri farmasi, sehingga bisa terbentuk ekosistem produksi yang lebih baik,” ujar dia dalam keterangannya, Senin (8/11/2021).
Dia menegaskan Indonesia tidak boleh ketinggalan atau kecolongan lagi untuk membenahi sektor farmasi, umumnya dunia kesehatan. Sudah cukup Indonesia merasakan kesulitan yang dialami saat Pandemi Covid-19.
Terkait hal ini Presiden Joko Widodo pun sudah memerintahkan dirinya bersama Menteri Kesehatan untuk sama-sama melakukan dan membawa industri obat-obat ke dalam negeri.
“Saya Ketua TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri), saya mendorong ini dan kita buat aturan yang melindungi upaya dan usaha-usaha kita ini. Saya berharap Forum Nasional Kemandirian dan Ketahanan Industri Sediaan Farmasi jangan pernah ragu, kita akan dukung, pasti banyak yang tidak suka tapi untuk NKRI jangan pernah kita ragu,” tegas Luhut.
Dia mengingatkan bahwa sangat penting sebuah negara harus memiliki kemandirian dan ketahanan industri farmasi secara nasional.
Berkaca pada Pandemi Covid-19 yang melanda dunia dan Indonesia khususnya, ditegaskan industri farmasi harus diwujudkan di dalam negeri.
“Kita semua mendorong reformasi sistem kesehatan, terutama dalam hal peningkatan nasional dalam bidang kesehatan, karena sudah kita alami betapa pahitnya kalau kemandirian kesehatan ini tidak ada, khususnya menghadapi covid-19 yang lalu,” jelas dia.
Dikatakan Pandemi Covid-19 telah banyak memberikan pelajaran berharga bagi negara di dunia termasuk Indonesia.
Pasalnya, ketika Pandemi menghantam dunia banyak negara yang melakukan restriksi ekspor obat, vaksin dan alat kesehatan.
Kondisi ini menyulitkan Indonesia ketika itu dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri, terutama saat India dilanda Covid-19 varian Delta dan Tiongkok melaksanakan vaksinasi secara massif.
“Kita sulit mendapatkan suplai vaksin, meskipun sudah ada perjanjian penjadwalan pengirimannya, misalnya dari India waktu itu,” ungkapnya.
Jajaki Investasi Produsen Besar
Indonesia dinilai harus membangun industri di dalam negeri untuk sektor kesehatan. Sebab Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan suplai dari luar negeri, sehingga jika ke depannya pandemi terjadi lagi tidak ada masalah lagi utamanya dari sisi kefarmasian.
“Kita tidak keteteran seperti yang kemarin dan pemerintah siap menjadi upstaker (pengganti) dari produksi di dalam negeri melalui program pengadaan. Produksi dalam negeri akan menjadi prioritas dan ini saya lihat berlaku di banyak negeri di duania, mereka memprioritaskan produksi dalam negerinya,” jelasnya.
Dukungan produksi farmasi dalam negeri ini, bertujuan untuk mengurangi ketergantungan Bangsa Indonesia terhadap impor. “Kalau terjadi masalah seperti kemarin kita tidak kesulitan,” jelas dia.
Guna mewujudkan kemandirian dan ketahanan industri farmasi di dalam negeri itu, Luhut mengaku telah berkomunikasi hingga penjajakan serius dengan perusahan-perusahan farmasi mancangera, seperti Merck, Pfizer, dan Johnson & Johnson untuk mau berinvestasi di Indonesia.
Bahkan dirinya sudah bertemu langsung di New York dan menyampaikan hal itu dan mendapatkan respons positif dari pihak perusahaan yang dimaksud.
“Saya bertemu dengan mereka dan kami mengundang mereka untuk berinvestasi di Indonesia pada bidang farmasi terutama obat dan vaksin yang dibutuhkan dalam jumlah yang besar. Dan kita sudah dalam proses penjajakan sehingga kita mau industri itu ada dalam di dalam negeri” imbuhnya.
Menurut dia, upaya untuk mewujudkan kemandirian dan ketahanan industri farmasi secara nasional itu sudah sejak lama namun masih kurang agresif dilakukan penjajakan-penjajakan kerja sama dengan berbagai pihak.
"Jika ada keinginan yang kuat terkait ini semestinya bisa berjalan dengan baik dan terwujud," tegas dia.
Advertisement