HEADLINE: Hati-Hati Gelombang Ketiga COVID-19, Seberapa Parah?

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan ada 155 kabupaten/kota yang memperlihatkan gejala kenaikan kasus. Tak ingin semakin meluas, kontrol ketat dilakukan agar mencegah gelombang ketiga COVID-19.

oleh Benedikta DesideriaFitri Haryanti HarsonoAde Nasihudin Al Ansori diperbarui 11 Nov 2021, 21:33 WIB
Demi mencegah gelombang ketiga Covid-19, pemerintah menghapus cuti bersama Natal dan Tahun Baru pada 24 Desember 2021. (pexels/cottonbro).

Liputan6.com, Jakarta - Kasus COVID-19 di Indonesia tengah rendah, rerata tambahan kasus harian di bawah 500. Rate infection di Indonesia saat ini pun hanya 0,4 persen. 

Meski kasus COVID-19 tengah landai, bukan berarti kita boleh terlena. Ancaman gelombang ketiga COVID-19 masih ada. Terlebih sebentar lagi ada libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), berkaca pada pengalaman tahun sebelumnya terjadi peningkatan mobilitas pada masa liburan itu.

Saat ini saja, di mana kurang lebih 1,5 bulan sebelum libur Nataru, mobilitas masyarakat sudah meningkat. Kenaikan mobilitas mayarakat yang cukup tinggi imbas pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di beberapa sektor publik. 

Masyarakat diimbau untuk mewaspadai kenaikan mobilitas yang berpotensi meningkatkan lonjakan kasus COVID-19. Apalagi ada sejumlah kabupaten/kota di Jawa dan Bali yang tingkat vaksinasi COVID-19 belum mencapai target seperti disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.

"Peningkatan ini harus diwaspadai, karena masih ada 34 persen kabupaten/kota di Jawa-Bali yang mobilitasnya cukup tinggi, tapi tingkat vaksinasinya belum mencapai target," kata Luhut dalam konferensi pers pada Senin (8/11/2021).

Merujuk data Google Mobility per 5 November 2021, secara nasional mobilitas warga di Indonesia memang meningkat di tempat-tempat tertentu. Meski begitu, ada pula penurunan mobilitas di beberapa tempat.

Tren mobilitas naik 6 persen untuk tempat retail dan rekreasi seperti restoran, kafe, pusat perbelanjaan, taman hiburan, museum, perpustakaan, dan bioskop.

Peningkatan mobilitas yang lebih tinggi yakni 26 persen terjadi di pusat bahan makanan seperti supermarket, toko grosir makanan, pasar tradisional, toko makanan khusus, toko obat, dan apotek.

Sayangnya peningkatan mobilitas tidak selalu diikuti dengan disiplin protokol kesehatan. Luhut masih menerima laporan adanya pelanggaran protokol kesehatan di beberapa daerah. Misalnya di beberapa restoran di Bali. Beach club dan bar beroperasi tanpa pembatasan kapasitas, tidak ada jaga jarak, dan tidak ada imbauan atau paksaan dari pihak pengelola untuk menerapkan protokol kesehatan selama beraktivitas.

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin pun sudah mewanti-wanti mengenai naiknya kasus COVID-19 di Indonesia. Tercatat 155 kabupaten dan kota di Indonesia memperlihatkan gejala kenaikan kasus infeksi virus Corona.

"Walaupun sedikit, itu jadi indikasi awal untuk kita berhati-hati," kata Budi dalam update PPKM pada Senin, 8 November 2021 secara daring.

Dari wilayah yang kasus COVID-19 naik, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Budi untuk memberi perhatian lebih pada lima provinsi. Yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan Timur.

"Kalau ada kenaikan lebih cepat harus segera ditangani," kata Budi menyampaikan pesan Jokowi.

Sebelumnya, Presiden Jokowi pada Rapat Terbatas 25 Oktober 2021 meminta bawahannya mencegah lonjakan kasus COVID-19 selama libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022.

"Jadi arahan bapak Presiden agar dipastikan jangan sampai di acara atau di waktu Nataru terjadi lonjakan gelombang (COVID-19) berikutnya," kata Budi. 

Pencegahan lonjakan kasus COOVID-19 selama libur Nataru menjadi penentu perhelatan acara internasional tahun 2022, seperti Presidensi Group of 20 (G20). Jika lonjakan kasus tidak terkendali, kemungkinan pemimpin negara-negara G20 tak bisa masuk ke Indonesia.

"Kalau ada lonjakan akan sangat mengganggu kehadiran mereka dan suksesnya acara tersebut," kata Budi. 

Infografis Hati-Hati Gelombang Ketiga Covid-19 Mengintai Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)

Prediksi Gelombang Ketiga COVID-19 Terjadi, Bakal Parah?

Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Tri Yunis Miko angkat bicara soal prediksi gelombang ketiga. Ia mengatakan jika gelombang ketiga COVID-19 terjadi di akhir 2021, maka jumlahnya tak akan sebanyak saat gelombang pertama menghantam Indonesia. 

“Prediksi terkini gelombang ketiga belum ada perubahan, sekarang trennya mulai naik walau belum akhir tahun, tapi kemungkinan gelombang ketiga tidak akan lebih dari gelombang pertama,” kata Tri kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Selasa (9/11/2021).

Menurutnya, kasus harian tertinggi gelombang pertama yang terjadi pada Januari 2021 adalah 18 ribu. Sedang, gelombang ke-2 yang terjadi pada Juli 2021 kasus harian tertingginya mencapai 54 ribu.

Prediksi Tri Yunis terkait gelombang ketiga COVID-19 memiliki alasan tersendiri. Alasan pertama, saat ini banyak kasus yang ringan akibat banyaknya orang yang telah terinfeksi pada Juli.

“Orang yang terinfeksi pada Juli 2021 itu hampir 60 persen, kalau penduduk kita 227 juta 150 juta sudah terinfeksi.”

Seperti diketahui, antibodi tubuh bisa terbentuk oleh dua cara yakni vaksinasi dan infeksi. Maka dari itu alasan kedua prediksi Tri adalah terkait capaian vaksinasi yang tinggi.

“Vaksinasi sekarang yang kedua itu sudah 30 persen, yang dosis pertama sudah 60 persen. Menurut saya kalau dijumlah, yang vaksinasi 30 persen dan yang sudah terinfeksi 60 persen, jadi 90 persen orang sudah punya antibodi.”

“Jadi kalau kena COVID pun, gejalanya akan ringan.”

Lalu, jika gelombang ketiga COVID-19 terjadi, maka tingkat keterisian rumah sakit tidak anak sebanyak di gelombang-gelombang sebelumnya.

“Keterisian rumah sakit pun tidak akan besar karena sekarang kasusnya cenderung ringan. Keterisian rumah sakit menurut saya tidak akan lebih dari 50 persen.”

Walau diprediksi tidak akan penuh, tapi rumah sakit tetap harus disiapkan, tambahnya.

 


Gelombang Ketiga COVID-19 Didominasi Varian Delta

 Jika gelombang ketiga COVID-19 terjadi, Tri Yunis memprediksi virus Corona yang mendominasi masih varian Delta.

“Kemungkinan virus yang mendominasi gelombang ketiga jika terjadi adalah varian Delta,” katanua. 

Sejak Juli 2021, COVID-19 varian Delta memang paling banyak menginfeksi orang-orang di Indonesia.

Mengenai subvarian Delta yakni AY.4.2 alias Delta Plus, Tri mengingatkan agar tetap waspada. Apalagi varian Corona AY.4.2 ini sudah sampai di Malaysia. 

Meski begitu, Tri mengimbau tidak hanya fokus pada varian Delta Plus tapi juga pada varian lokal yang bisa muncul.

“Jangan ditunggu yang Delta Plus, Indonesia juga akan muncul varian tersendiri, akan nongol kalau diperiksa. Subvarian Delta sekarang sudah ada di Malaysia, menurut saya di Indonesia juga sudah ada,” katanya.


Kemenkes Siaga Hadapi Gelombang Ketiga COVID-19

Kementerian Kesehatan berupaya mengantisipasi gelombang ketiga COVID-19 dalam menghadapi Natal 2021 dan Tahun Baru (Nataru) 2022. Salah satunya lewat pemantauan di pintu-pintu perbatasan negara hingga kesiapan tempat tidur COVID-19.

Saat Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR Budi Gunadi Sadikin mengatakan pengetatan di pintu masuk sudah dilakukan tapi tetap bisa saja ada yang lolos.

"Memang benar, enggak sempurna, karena pintu-pintu masuk Indonesia banyak keluar-masuk. Tapi setidaknya kita sudah bisa identifikasi daerah yang paling berisiko karena banyak masuk," jelas Budi Gunadi di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta pada Senin, 8 November 2021.

"Di titik udara (pintu masuk bandara) paling banyak Soekarno-Hatta. Di darat, (pintu perbatasan) paling banyak di Entikong dan laut (pintu pelabuhan) paling banyak di Batam. Pertahanan kita dibangun di titik-titik ini."

Penguatan di pintu masuk Indonesia juga sebagai upaya mencegah varian virus Corona masuk. Data Kementerian Kesehatan per 8 November 2021, jumlah kedatangan di Bandara Soekarno-Hatta mencapai 434.234 orang, kedatangan di Entikong 28.173 orang, dan kedatangan di Batam mencapai 35.797 orang.

Pada strategi deteksi yang mencakup 3T (testing, tracing, treatment), menurut Budi, persentase terus meningkat walau kasus konfirmasi COVID-19 turun. Berdasarkan data Kemenkes per 1 November 2021, jumlah pemeriksaan harian COVID-19 di angka 159.695.

Rasio kontak erat hasil pelacakan hingga 3 November 2021 juga meningkat di angka 12,67. Orang yang positif COVID-19 dari hasil kontak erat pun dilakukan karantina dan pemeriksaan entry di-swab sampai yang bersangkutan negatif COVID-19.

"Kita bicara strategi deteksi atau strategi 3T atau surveilans. Pastinya ini semua naik. Jumlah testing dan rasio kontak erat kita tetap naik," papar Budi Gunadi Sadikin.

"Ini yang kita jaga terus supaya lebih tinggi dari standarnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Kita pastikan, jangan sampai meledak lagi kasusnya (COVID-19)."

Dari segi strategi perawatan atau terapeutik, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, kapasitas tempat tidur (bed) COVID-19 saat ini cukup longgar.

"Kita punya 400.000-an bed, lalu yang dikasih (diperuntukkan) buat COVID-19 sekitar 120.000 bed," katanya.

"Sekarang diisi 3.000 bedAlhamdulillah dari sisi kapasitas, kita cukup longgar."

Untuk obat-obatan, Budi mengatakan sudah memesan 600.000 hingga 1 juta tablet Molnupiravir. Upaya ini guna memenuhi stok obat sebagai persiapan antisipasi gelombang ketiga COVID-19 pada masa libur akhir tahun 2021.

"Saya sudah ke Amerika Serikat dan bertemu dengan produsen obatnya, Merck (MSD). Sudah ada kesepakatan,  rencana kita akan beli dulu sementara 600.000 sampai 1 juta tablet bulan Desember 2021," ungkap Budi Gunadi saat Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta pada Senin, 8 November 2021.

"Jadi, mempersiapkan diri kalau terjadi lonjakan. Mudah-mudahan tidak terjadi (lonjakan), tapi kalau terjadi, sengaja kita punya stok obatnya dulu."

Sebagaimana hasil uji klinik Molnupiravir sebagai obat COVID-19, Budi Gunadi Sadikin menerangkan, butuh 5 hari penggunaan obat tersebut, yang masing-masing 8 tablet, sehingga total 40 tablet yang diperlukan dalam sekali siklus terapi.

"Hitung-hitungan kami antara 40-50 dolar AS. Enggak terlalu mahal (harganya), di bawah Rp1 juta. Dan Molnupiravir ini diberikan ke orang yang saturasi oksigennya masih di atas 95," katanya.

 


Vaksinasi, Tameng Hadapi Gelombang Ketiga

Infografis Capaian Vaksinasi Tinggi dan Lonjakan Kasus Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)

Strategi Kemenkes lainnya dalam menghadapi gelombang ketiga COVID-19 adalah menggenjot vaksinasi COVID-19. Jikapun hal yang tidak diinginkan itu terjadi, sebagian besar masyarkat sudah memiliki antibodi sehingga tingkat keparahan dan kematian bisa ditekan.

Budi berharap, pada akhir tahun ini Indonesia bisa mencapai angka hingga 300 juta suntikan. Dengan begitu, capaian kekebalan komunal akan bisa terwujud. Hal ini berdasarkan perhitungan penyuntikkan COVID-19 per Minggu, 7 November 2021 sudah 205 juta suntikan.

"Hingga akhir 2021, ada 168 juta orang yang mendapatkan vaksin dosis pertama. Lalu, sebanyak 124 juta orang atau sekitar 60 persen dari target vaksinasi telah mendapat dua dosis vaksin COVID-19" kata Budi.

Dengan target seperti di atas maka bakal ada 290-300 juta suntikan vaksin COVID-19 hingga akhir 2021.


Pembatasan Mobilitas

Calon penumpang berjalan di Terminal 3 Bandara-Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Minggu (22/12/2019). Manajemen Bandara Soekarno-Hatta menyiapkan 478 pesawat ekstra untuk mengantisipasi lonjakan penumpang saat mudik libur Natal dan Tahun Baru. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Ganip Warsito menegaskan, pihaknya konsisten menerapkan pembatasan mobilitas. Pembatasan mobilitas ditujukan kepada pelaku perjalanan dalam dan luar negeri.

"Tentunya, kita harus senantiasa waspada dan hati-hati terhadap kemungkinan adanya gelombang ketiga COVID-19," kata Ganip saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI pada Senin, 8 November 2021.

"Kami tetap konsisten pada strategi pencegahan yang dilakukan melalui pembatasan mobilitas, sebagaimana Surat Edaran Satgas Nomor 20 Tahun 2021 beserta Addendum-nya dan Surat Keputusan Satgas Nomor 14 Tahun 2021."

Aturan pembatasan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri, lanjut Ganip Warsito juga tertuang dalam SE Satgas Nomor 22 Tahun 2021. Pembatasan ini merupakan upaya mencegah penularan dari luar negeri maupun antar daerah.

"Upaya dalam pembatasan operasional kegiatan masyarakat untuk menekan laju mobilitas melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) levelling kabupaten/kota terus kita lakukan dengan dasar Inmendagri Nomor 57 Tahun 2021 untuk PPKM di Jawa-Bali dan Inmendagri Nomor 56 Tahun 2021 untuk PPKM di luar Jawa-Bali,"

"Kemudian PPKM juga dilakukan pada skala mikro, yaitu tingkat kelurahan dan desa."

Selaras dengan Kementerian Kesehatan, Satgas Penanganan COVID-19 ikut menangani aturan protokol kesehatan sebagaimana diatur dalam SE Nomor 20 Tahun 2021 beserta Addendum-nya.

Kemudian persyaratan yang tertuang dalam SE adalah mewajibkan pelaku perjalanan internasional melakukan tes PCR minimal 3x24 jam sebelum keberangkatan dan melakukan entry test pada saat kedatangan.

"Apabila positif COVID-19, maka akan dilakukan perawatan lanjutan di wisma isolasi, Rumah Sakit Darurat atau RS Rujukan. Bila hasilnya negatif, maka akan melakukan karantina selama 3x24 jam bagi yang sudah melakukan vaksinasi dosis lengkap dan 5x24 jam bagi yang baru vaksinasi dosis pertama," papar Ganip Warsito.

"Setelah itu, para pelaku perjalanan diwajibkan melaksanakan exit test untuk memastikan aman dan bebas dari COVID-19.


Bepergian Boleh Asal Tidak Berkerumun

Warga beristirahat di kawasan wisata Kebun teh Puncak Kabupaten Bogor Jawa Barat, Sabtu (31/10/2020). Libur panjang peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dimanfaatkan warga untuk mengunjungi lokasi-lokasi wiisata. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Menghadapi liburan Nataru, Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Tri Yunis Miko mengimbau masyarakat untuk tidak berkerumun. Bepergian diperbolehkan tapi tidak disertai pengabaian protokol kesehatan.

“Yang pertama jangan berkerumun, bukan jangan pergi-pergi, pergi silakan ke sungai ke hutan, tapi jangan berkerumun.”

“Kemudian, Natalan juga bersama keluarga saja, jangan berkerumun, di mal-mal, pusat perbelanjaan, dan tempat wisata jangan sampai penuh. Cara biar enggak penuh ya masyarakat diminta untuk di rumah saja.”

Selain itu, saat tahun baru, masyarakat tidak dilarang untuk merayakannya. Namun, perayaan tersebut bisa dilakukan dengan aman yakni dengan keluarga masing-masing di rumah.

“Ciptakan tahun baru yang berkesan, perayaan tahun baru jangan dilarang tapi ya rayakannya sama keluarga saja.”

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya