Liputan6.com, Jakarta - Pahlawan tidak hanya lahir dalam pertempuran membela negara. Atlet-atlet yang selama ini bertarung mengharumkan nama bangsa juga layak mendapat predikat ini. Meski tidak harus memanggul senjata, keringat yang mereka teteskan juga layak diapreseasi tak hanya lewat bonus.
Cabang olahraga badminton salah satunya. Olahraga tepok bulu ini punya sumbangan manis untuk Indonesia di Olimpiade. Cabang tepok bulu menjadi harapan Indonesia untuk meraih medali emas.
Advertisement
Pada Olimpiade Tokyo 2020, dua srikandi badminton Indonesia, Greysia Polii / Apriyani Rahayu yang mempersembahkannya. Greysia/Apriyani mengalahkan ganda putri Tiongkok, Chen Qingchen /Jia Yifan, 21-19, 21-15.
Tradisi medali Indonesia di cabang badminton dimulai pada Olimpiade Barcelona 1992. Ketika itu, dua pahlawan badminton Indonesia, Susy Susanti dan Alan Budikusuma sukses mempersembahkan medali emas.
Di nomor tunggal putra, Alan mengalahkan sesama pemain Indonesia Ardy Wiranata dengan skor 15-12, dan 18-13. Sementara itu, Susy menjinakkan tunggal Korea Selatan, Bang Soo-hyun 11-5, 5-11, dan 3-11.
Jika di nomor tunggal, Indonesia punya Taufik Hidayat sebagai suksesor Alan, Indonesia masih kering pewaris Susy di nomor tunggal putri. Setelah Susy, tunggal putri Indonesia belum bisa berbicara banyak di pentas Olimpiade.
Di Olimpiade Tokyo, tunggal putri Indonesia tumbang di babak 16 besar oleh Thailand. Medali terakhir Indonesia di sektor tunggal putri disumbangkan Maria Kristin pada Olimpiade Beijing 2008.
Maria kala itu meraih medali perunggu. Ia mengalahkan wakil Tiongkok, Lu Lan lewat pertandingan rubber game.
Bukan Final Mudah
Menengok kembali kiprah Susy, medali emas di Olimpiade 1992 sejatinya diraih dengan memeras keringat. Bagaimana tidak, Susy harus bermain tiga gim melawan Bang Soo-hyun.
Di gim pertama, Susy malah kalah dari Soo-hyun 5-11. Namun Susy berhasil bangkit di gim kedua dan menang 11-5.
Puncak permainan Susy terjadi di gim penentuan. Permainan Susy gagal diimbangi Bang hingga akhirnya menang 11-3.
Advertisement
Surat Administrasi Negara
Masalah Susy di Olimpiade Barcelona bukan hanya datang dari lawan-lawannya. Ketika itu, Susy juga terkendala masalah surat administrasi negara (SBKRI).
Di era Orde Baru, warga keturunan Tionghoa diwajibkan memiliki SBKRI. Surat itu menyatakan kalau mereka memang warga asli Indonesia (WNI).
Saat tampil di Barcelona, SBKRI itu rupanya belum juga selesai. Padahal, surat tersebut sudah coba diusahkan oleh orang tua Susy.
Ketika permasalahan tersebut muncul ke media, barulah SBKRI untuk Susy keluar.
"Akhirnya pada saat saya angkat ke media dalam hitungan satu bulan sampai dua bulan itu keluar surat SBKRI," kata Susy dalam video perbincangannya bersama Helmy Yahya yang diunggah di kanal YouTube Helmy Yahya pada Senin (2/8/2021).
Meski terkendala masalah adminsitrasi, Susy tetap bertanding sepenuh hati untuk Indonesia. Ia pun menangis ketika mempersembahkan medali emas pertama untuk Indonesia di Olimpiade.