Liputan6.com, Jakarta - Indonesia masih rawan terkena serangan siber. Tercatat, jumlah percobaan serangan siber ke Indonesia pada periode Januari-November 2021 mencapai 1,3 miliar.
Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Pershada mengatakan kian gencarnya serangan siber di Indonesia lantaran regulasi yang masih lemah. Sehingga, pihaknya mendesak pemerintah segera mengesahkan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) untuk memerangi kejahatan cyber yang kian meresahkan.
Advertisement
"Kenapa kok di Indonesia sering terjadi serangan siber? Karena memang di Indonesia belum ada aturan yang bisa memaksa seluruh penyelenggara sistem elektronik untuk mengaman sistem yang mereka miliki, seperti Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi," jelasnya, Selasa (9/11).
Dia menerangkan, dengan kehadiran Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi nantinya akan memaksa seluruh penyelenggara sistem elektronik untuk serius mengamankan data pribadi konsumen.
Menyusul, adanya penerapan sanksi hukum bagi siapapun penyelenggaraan sistem elektronik yang lalai atau abai dalam mengamankan data pribadi masyarakat selaku konsumen.
"Jadi, dengan adanya UU PDP ini harusnya bisa memaksa seluruh penyelenggara sistem elektronik untuk mengamankan data (konsumen). Kalau enggak, siap- siap akan kena hukuman pidana, hukuman perdata denda sampai Rp 100 miliar. Kalau sampai saat ini kan enggak. Paling peringatan tertulis atau lisan, itu udah mentok," tukasnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
OJK: Sektor Jasa Keuangan Kedua Terbanyak Sebagai Target Serangan Siber
Sebelumnya, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Teguh Supangkat menyatakan, bahwa sektor keuangan merupakan industri yang sangat rentan terhadap serangan siber. Sektor keuangan menempati posisi kedua sebagai target terbanyak serangan siber.
"Sektor keuangan menempati posisi kedua sebagai target serangan siber setelah sektor pemerintahan, terutama dalam bentuk malware," ungkapnya dalam acara Launching Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan, Selasa (26/10).Di Indonesia, kata Teguh, jumlah serangan siber yang terjadi sepanjang Januari hingga Juli 2021 mencapai 741,4 juta serangan. Sebagaimana dilaporkan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
"Jumlah serangan siber ini mengalami peningkatan hampir 2 (dua) kali lipat dibandingkan dengan seluruh serangan siber yang terdeteksi sepanjang tahun 2020, yaitu mencapai 495,3 juta serangan," terangnya.
Oleh karena itu, OJK bersama stakeholders terkait terus berupaya meningkatkan kondisi keamanan siber nasional. Mengingat, potensi risiko dan serangan siber akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan penyediaan layanan perbankan secara digital.
Advertisement