Curhat Bos Garuda Indonesia Hadapi 800 Kreditur, Nego dengan Lessor Paling Alot

Proses restrukturisasi di perusahaan maskapai pelat merah seperti Garuda akan memerlukan waktu yang panjang.

oleh Arief Rahman H diperbarui 09 Nov 2021, 19:30 WIB
Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) Irfan Setiaputra saat berkenalan kepada media di Jakarta, Jumat (24/1/2020). Dalam perkenalan tersebut Triawan dan Irfan memaparkan program program baru untuk pembenahan Garuda Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mengatakan proses restrukturisasi di perusahaan maskapai pelat merah seperti Garuda Indonesia akan memerlukan waktu yang panjang. Ia menyebut ada 800 kreditur yang dihadapi, dengan lessor yang paling sulit dihadapi.

“Bahwa memang proses restrukturisasi dari awal bakal panjang, bukan berarti ribet karena ada 800 kreditur yang akan kita hadapi, yang paling sulit adalah lessor, kami sebenarnya sudah lakukan investigasi, proses lessor ini adalah membeli pesawat, ada sale and leaseback, beli pesawat lalu jual ke leasing company,” katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (9/11/2021).

Ia mengatakan sejak awal pandemi, dengan harapan pandemi akan berakhir dengan cepat, dia telah melakukan berbagai upaya negosiasi dengan pihak lessor. Telah ada kesepakatan saat itu dengan penurunan biaya sewa pesawat.

“Kita nego tahun lalu dengan asumsi pandemi langsung cepat selesai, penurunan biaya dari seluruh lessor lebih dari 200 juta pertahun, cuma tak bisa eksekusi karena jumlah trafik enggak nyampe,” katanya.

Hal ini, yang dikatakan Irfan membuat proses berjalan panjang. Maka pada kesempatan sebelumnya ia mengatakan opsi yang diambil untuk menyelamatkan Garuda Indonesia adalah lewat jalan restrukturisasi.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Perkembangan

Garuda Indonesia meluncurkan livery khusus yang menampilkan visual masker pada bagian depan (hidung) pesawat Airbus A330-900 Neo yang merupakan livery masker pesawat pertama yang ada di Indonesia.

Lebih lanjut, Irfan menegaskan dari negosiasi yang masih dijalankan saat ini, ia menyebut ada perkembangan yang dicapai. Contohnya, ia mengatakan dalam satu minggu melakukan 2-3 kali video conference dengan lessor di Amerika Serikat.

Pada upaya itu, ia mengatakan ada berbagai macam respons, mulai dari yang meminta kembalikan pesawat, hingga melupakan utang Garuda Indonesia.

“Kita diperkenankan tak usah bayar sewa, bukan disebut ngemplang lagi, tapi memang tak usah bayar sewa, tapi kita perlu bayar yang disebut dengan maintenance reserve, jadi kaya ongkos yang menjamin kalau ada kerusakan,” katanya.

“Akibat dari itu ada beberapa lessor yang minta pesawatnya keluar dari indonesia dan sekarang minta , itu determined. Ada juga lessor yang mengatakan bahwa “udah deh pesawatnya kembalikan, dan utang kamu ke saya, saya lupakan” ini ada, tapi gak banyak yang begitu, intinya kita lakukan tiap hari berulang kali mengalami readjustment,” tambah Irfan.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya