Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Bio Farma (Persero), Honesti Basyir, mengungkap alasan harga tes PCR di Indonesia tergolong 'mahal'. Menurut dia, struktur harga pada reagen merupakan komponen terbesar guna menentukan harga tes RT-PCR (real time polymerase chain reaction).
"Dari struktur cost banyak dipertanyakan masyarakat, banyak juga dipertanyakan sama anggota. Dari stuktur cost memang terbesar dari komponen reagen utamanya," kata Honesti saat rapat bersama Komisi VI DPR RI pada Selasa, 9 November 2021, yang disiarkan di kanal Youtube DPR RI.
Sejak 2020, Bio Farma diketahui sudah mengembangkan reagen dengan merek mBiocov-19. Dalam sebulan, Bio Farma mampu memproduksi sebanyak 2,4 juta tes, dan rencananya akan ditambah menjadi lima juta tes per bulan.
Baca Juga
Advertisement
Dalam kesempatan tersebut, Honesti memaparkan terkait harga tertinggi PCR kit per tes (tanpa PPN) yang terus turun sejak diproduksi pada Agustus 2020. Bahkan, saat ini harganya menyentuh Rp90 ribu per tes.
Pada Agustus 2020, Bio Farma memproduksi reagen BioCov (single plex) dengan harga Rp325 ribu per tes. Dengan harga tersebut plus kapasitas produksi yang hingga Januari 2021 masih sedikit, BBio Farma telah mampu mendorong kompetitor menurunkan harga reagen PCR di kisaran Rp400 ribu sampai Rp800 ribu.
Memasuki akhir 2020, Bio Farma kembali melakukan inovasi dengan memproduksi reagen mBiocov (multiplex) dengan harga Rp250 ribu per tes. Bio Farma mencatat bahwa mBiocov mulai diminati pasar sehingga kebutuhan mulai meningkat.
Pada Agustus 2021, Bio Farma kembali menurunkan harga menjadi Rp113.636 per tes. Dalam catatannya, diketahui bahwa Bio Farma mulai melakukan peningkatan kapasitas produksi dengan mengoperasikan fasilitas ex flu burung guna memproduksi reagen PCR kit.
Sampailah pada Oktober 2021, ketika Bio Farma menurunkan harga reagen menjadi Rp90 ribu. Namun, semua ini baru biaya reagen dan masih ada biaya lain karena produk ini masih memerlukan rantai distribusi dingin.
Lebih lanjut Honesti menjelaskan, komponen terbesar dari reagen adalah biaya produksi dan bahan baku yang mencapai 55 persen, serta komponen lain yang mencakup:
- Biaya operasional : 16 persen
- Biaya distribusi (termasuk margin distributor) : 14 persen
- Royalti : lima persen
- Margin Bio Farma : 10 persen
- Harga publish (belum termasuk PPN) : Rp90 ribu
- Harga e-katalog (belum termasuk PPN dan dalam proses pengajuan) : Rp81 ribu
Harga Reagen Tentukan Harga Tes PCR
Honesti, mengatakan, angka-angka tersebut merupakan struktur harga pada Lab Diagnostik yang ada di Bio Farma.
"Mungkin nanti di Kimia Farma dan Indofarma yang mereka punya lab jauh lebih besar, mungkin akan memberikan gambaran sedikit berbeda," kata dia.
Sebab, kata dia, total cost sedikit berbeda tergantung dari laboratorium masing-masing,"Tergantung juga dari business model yang mereka lakukan."
Menurut Honesti, waktu produksi reagen dilakukan sampai akhirnya diluncurkan, tujuannya cuma satu yaitu untuk mengurangi impor.
"Dengan sendirinya akan menurunkan harga dari komponen itu sendiri," katanya.
Advertisement
Harga Tes PCR Mahal
Di awal pandemi COVID-19, kata Honesti, harga tes PCR bisa bervariasi karena tidak ada penetapan harga dari pemerintah. Sehingga ada yang memasang tarif termahal sampai Rp3,5 juta dan Rp2,5 juta. Namun, rupanya ada alasan di balik tarif yang selangit itu.
"Banyak lab yang mem-bundling service ini. Tidak hanya murni tes PCR tapi juga ada photo thoraks, sebagai contoh," katanya.
Saat ini, pemerintah telah menurunkan harga tes PCR. Meski masih banyak orang beranggapan harga sekarang masih mahal, tapi menurut Honesti sudah sangat murah.
"Menurut kami harga PCR di RI termurah, dibanding Thailand, Singapura, Malaysia. Saat bertemu partner dari Uni Emirat Arab, harganya juga lebih mahal," ujarnya.
Infografis Ragam Tanggapan Tes PCR Jadi Syarat Penumpang Pesawat
Advertisement