Kisah Heroik Kiai Abbas Asal Cirebon Pimpin Perang 10 November 1945 di Surabaya

Butiran-butiran tasbih dilemparkan oleh Kiai Abbas dan mampu menghancurkan sejumlah pesawat terbang yang menjadi andalan sekutu.

oleh Panji Prayitno diperbarui 10 Nov 2021, 12:00 WIB
Kyai Abbas bin Kyai Abdul Jamil Buntet. (foto: Liputan6.com / buntetpesantren.org)

Liputan6.com, Cirebon - Peran santri dalam peristiwa perang 10 November 1945 dianggap penting. Meski menggunakan sarung dan alas kaki terbuat dari kayu atau disebut bakiak, para santri turut membantu mengalahkan penjajah Belanda saat itu.

Adalah Kiai Abbas Abdul Jamil dari Pesantren Buntet Cirebon yang dipilih sebagai komandan perang pada 10 November 1945 oleh Kiai Hasyim Asy’ari.

Seperti yang dituliskan oleh Abdul Wahid, dalam pertempuran Surabaya tersebut, diketahui Kiai Abbas menggunakan bakiak mengadang hujan peluru Belanda.

Meski semangat arek-arek Suroboyo untuk menyerang tentara sekutu saat itu sudah kuat, tetapi mereka ditahan oleh Kiai Hasyim Asy’ari. Kiai Hasyim meminta masyarakat untuk terlebih dahulu menunggu kedatangan Kiai Abbas dari Pesantren Buntet Cirebon.

Diketahui Kiai Abbas berangkat dari Cirebon beserta kiai dan santri menggunakan kereta api. Mereka singgah terlebih dahulu di kediaman Kiai Bisri di Rembang Jawa Tengah.

"Kiai Abbas akhirnya ditunjuk menjadi komandan perang 10 November saat itu," katanya.

Bahkan, saat peperangan berkecamuk, Kiai Abbas berdoa khusyuk. Atas seizin Allah, ribuan alu milik masyarakat berterbangan dan menghantam pasukan penjajah.

Butiran-butiran tasbih dilemparkan oleh Kiai Abbas dan mampu menghancurkan sejumlah pesawat terbang yang menjadi andalan utama tentara sekutu.

"Kiai Cholil Bisri pernah bercerita, bahwa Kiai Abbas mengibaskan sorbannya dan mengakibatkan pesawat terbang milik musuh hancur," ujarnya.

[ Baca Juga: Artis Indonesia Berdarah Pahlawan ]

Saksikan video pilihan berikut ini:


Ilmu Hitam Malaby

Tampak depan pondok Pesantren Buntet Cirebon. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Salah satu keluarga Ponpes Buntet Cirebon Ahmad Rovahan mengatakan, Kiai Abbas menjadi salah satu tokoh sentral dalam perang melawan penjajah pada 10 November 1945 di Surabaya, Jawa Timur.

Kiai asal Ponpes Buntet Cirebon tersebut merupakan sosok berpengaruh dalam perang melawan gabungan tentara sekutu itu. Menurut Rovahan, Kiai Abbas konon bukan hanya menjadi komandan perang pada peristiwa itu.

Kiai Abbas juga yang menentukan hari, tanggal, dan waktu dimulainya peperangan. Dia mengatakan, berdasarkan penuturan Kiai Jaelani, salah satu alasan Kiai Hasyim Ashari menunjuk Kiai Abbas sebagai komandan perang 10 November karena musuh yakni Jendral Malabby memiliki kemampuan yang di luar nalar manusia.

"Bahkan, sebelum peristiwa 10 November Jenderal Malabby menunjukkan kesaktiannya di depan umum. Ditembak menggunakan senjata hebat saat itu, namun tidak apa-apa," kata Rovahan seraya menyampaikan cerita dari Kiai Jaelani.

Mendapatkan informasi tersebut, akhirnya Kiai Hasyim Asyari menyerahkan masalah tersebut kepada Kiai Abbas. Menurutnya, Kiai Hasyim memiliki pertimbangan lain menunjuk Kiai Abbas sebagai pemimpin perang di Surabaya.

"Kata Kiai Hasyim, kalau urusan yang begini, biar Kiai Abbas yang nangani," sambung dia.

Diketahui, sebelum berperang melawan Jenderal Malabby, Kiai Abbas memberikan amalan kepada para santri yang ikut berperang. Amalan tersebut diucapkan langsung oleh Kiai Abbas.

Dia menyebutkan, Kiai Abbas membacakan amalan sebanyak tiga kali kepada para santri sebelum berperang. Namun, amalan tersebut harus langsung dihafal oleh para santri.

Dari sejumlah santri yang diberi amalan oleh Kiai Abbas, hanya sekitar 80 santri yang lulus.

Santri yang lulus amalan Kiai Abbas pun ikut berperang. Bahkan, dalam peperangan mereka, salah satu santri menembak mati Jenderal Malabby sebelum perang 10 November terjadi.

"Kalau santri mana kurang tahu tapi yang jelas santri yang menembak Jenderal Malabby mendapat amalan dari Kiai Abbas," kata dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya