Simak Lagi, 3 Komponen Penopang Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III-2021

BPS telah merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III 2021 yang mencapai 3,51 persen

oleh Tira Santia diperbarui 10 Nov 2021, 08:00 WIB
Suasana arus lalu lintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (5/11/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 minus 3,49 persen, Indonesia dipastikan resesi karena pertumbuhan ekonomi dua kali mengalami minus. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta BPS telah merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III 2021 yang mencapai 3,51 persen, lebih rendah dari kuartal II 2021 yang mencapai 7,07 persen.

Kendati begitu, Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) MH Said Abdullah, mengatakan dilihat dari sisi pengeluaran, penopang PDB kita ada tiga komponen besar, yakni konsumsi Rumah Tangga (RT) sebesar 53,09 persen PDB, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 30.45 persen PDB, dan  kontribusi ekspor terhadap PDB juga makin besar, mencapai 22,71 persen (belum dikurangi impor).

“Kinerja ekspor kita juga menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Meskipun terkena pembatasan sosial Jawa Bali, namun kinerja ekspor kita pada kuartal III 2021 menunjukkan pertumbuhan 29,1 persen (YoY) dan impor tumbuh 30,11 persen (YoY),” kata Said, Rabu (10/11/2021).

Selain itu, kata Said, di sisi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) juga menunjukkan pertumbuhan sebesar 3,74 persen (YoY) meskipun lebih rendah bila dibandingkan dengan Kuartal II 2021 yang tumbuh 7,54 persen (YoY).

Menurutnya, tantangan kita justru mendorong tingkat konsumsi Rumah Tangga sebagai penyumbang lebih dari separuh dari PDB kita.

Konsumsi RT pada kuartal III 2021 masih tumbuh 1,03 persen (yoy), lebih rendah dari kuartal II 2021 sebesar 5,96 persen (y o y), dan secara kumulatif sepanjang tiga kuartal di tahun 2021 ini hanya tumbuh 1,5 persen.

Adapun atas pencapaian ekonomi hingga kuartal III 2021 ini, maka dia menyarankan pemerintah  dan otoritas keuangan untuk fokus terhadap beberapa hal dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi setidaknya pada kisaran 3-4 persen di sepanjang tahun 2021.

Diantaranya, kata Said, sektor riil akan bergerak membaik apabila ada permintaan (demand) dari konsumen. Konsumen terbesar dari PDB kita adalah Rumah Tangga (RK).

“Rumah tangga bawah tentu berat untuk kita harapkan belanja mereka meningkat, apalagi mereka sangat bergantung berbagai program perlindungan sosial dari pemerintah dan gotong royong sosial untuk tidak jatuh ekonominya. Harapan tingkat konsumsi meningkat tentu dari RK menengah atas,” ujarnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kebijakan LTV Bank Indonesia

Suasana di perumahan subsidi Green Citayam City, Ragajaya, Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (13/2/2021). Kredit Pemilikan Rumah atau KPR pada 2021 diharapkan dapat berkontribusi pada perbaikan pertumbuhan ekonomi nasional. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Selain itu, dia berharap Bank Indonesia mempertahankan Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang digulirkan sejak Maret 2021 tentang Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) atau uang muka dan pembiayaan terhadap kredit properti dan kendaraan bermotor.

“Melalui kebijakan ini BI melonggarkan LTV dari 90 -100 persen dan uang muka kendaraan bermotor dari 0-10 persen sesuai kategorinya,” jelasnya.

Sementara dari sisi perpajakan, dia berharap Menteri Keuangan juga mempertahankan subsidi Pajak Penjualan Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) 100 persen terhadap kendaraan bermotor hingga akhir tahun 2021 ini.

“Kebijakan ini perlu juga ditopang oleh pemerintah daerah untuk diskon pajak BPHTP untuk properti, sehingga diskon pajak ini makin mengundang tingkat konsumsi terhadap properti makin naik,” ujarnya.

Untuk menstimulasi tingkat konsumsi Rumah Tangga, pemerintah perlu mengembangkan kajian lebih lanjut terhadap beberapa barang dan jasa lainnya yang mendorong tingkat konsumsi rumah tangga golongan menengah atas selain properti dan kendaraan bermotor, tanpa beresiko mendalam terhadap shortfall perpajakan.

“Rumah tangga menengah atas sangat doyan traveling apalagi generasi milenial, terutama pada destinasi baru, terutama wisata alam yang tidak mengundang kerumunan. Pemerintah perlu merumuskan kebijakan hulu-hilir untuk mendorong traveling ini,” pungkasnya. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya