Deretan Fakta Harga Tes PCR Bisa Turun, Apa Saja?

Biaya tes PCR belakangan disorot banyak pihak, baik dari masyarakat maupun politisi.

oleh Arief Rahman H diperbarui 10 Nov 2021, 09:30 WIB
Petugas kesehatan melakukan swab test PCR pada personel polisi di Laboratoriun GSI Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (18/8/2021). Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan resmi menetapkan tarif tertinggi pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Biaya tes PCR belakangan disorot banyak pihak, baik dari masyarakat maupun politisi. Terkait biaya PCR sendiri diketahui telah beberapa kali diturunkan pemerintah sejak awal pandemi Covid-19 lalu.

Bahkan beredar di masyarakat kalau biaya komponen-komponen alat PCR jauh lebih murah dari biaya tes yang ditetapkan pemerintah. Baru-baru ini Holding BUMN Farmasi menemui Komisi VI DPR RI untuk membahas mengenai harga PCR.

Termasuk alasan mahalnya biaya PCR di awal pandemi, hingga peluang harga PCR yang bisa lebih murah dari yang ditetapkan saat ini. Kendati begitu, belum ada yang memastikan seberapa besar penurunan harga yang bisa dilakukan kedepannya.

Berkali-kali Turun

Anggota Komisi VI DPR RI, Fraksi PDI Perjuangan, Harris Turino mencecar Direktur Utama PT Bio Farma, Honesti Basyir terkait besaran harga PCR yang belakangan jadi polemik di masyarakat.

Beberapa pertanyaan tajam dilayangkan Harris kepada Dirut Bio Farma terkait harga PCR. Mundur kebelakang, Ia pun menyoroti penurunan harga yang dilakukan secara bertahap oleh pemerintah terkait harga tes PCR ini.

“PCR ini menarik sekali, dari semua sekian juta presiden ngomong, turun Rp 2 juta, lalu bilang lagi maksimum Rp 900 ribu, ini bisnis aneh sekali, turun lagi ke Rp 495 ribu, turun lagi ke Rp 275 ribu, turun lagi, ini konsep bisnis tidak dikenal,” katanya dalam rapat dengar pendapat antara Komisi VI DPR RI dan Holding BUMN Farmasi, Selasa (9/11/2021).

Harris menambahkan, mengacu pada paparan Dirut Bio Farma, biaya yang dibutuhkan untuk reagen PCR adalah sebesar Rp 90 ribu, yang terdiri dari Rp 81 ribu biaya pembuatan, dan Rp 9.000 untuk PPN.

“Yang dipatok presiden adalah harga tertinggi, kenapa BUMN farmasi yang punya kapabilitas sudah ada profit tadi 10 persen, saya lihat tadi dari paparan bapak, dengan cost yang Rp 90 ribu tapi tak menjual pada harga 90 ribu?,” katanya tegas.

Lebih lanjut, ia menduga bahwa ada hal lain yang ada di belakang penentuan harga tersebut. ia menaksir, jika harga PCR bisa berkisar di Rp 90 Ribu, itu akan berimbas pada harga-harga tinggi lain yang dipatok untuk biaya tes PCR.

“Ini menjadi menarik, apasih yang ada dibelakangnya. Kalau BUMN farma kemudian bisa jual di harga pada yang bapak sampaikan ini maka (PCR) yang harga Rp 2 juta gak laku, yang Rp 900 ribu gak laku yang Rp 495 gak laku," ungkap dia.

“Tapi sampai saat inipun BUMN farma tak menjual Rp 90 ribu, kalau memang produk bapak sudah ada di pasar. Ini pertanyaan yang saya rasa perlu dijawab karena ternyata cost-nya hanya Rp 90 ribu termasuk PPN,” imbuhnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Masih Bisa Turun

Warga menjalani "swab test" di GSI Lab (Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium), Cilandak, Jakarta, Rabu (7/10/2020). Pemerintah menetapkan harga batas tes usap alias tes swab melalui PCR untuk mendeteksi Covid-19 agar mendorong masyarakat melakukan tes secara mandiri. (merdeka.com/Imam Buhori)

Direktur Utama (Dirut) PT Bio Farma Honesti Basyir menyebut masih ada peluang untuk menurunkan harga tes PCR di bawah harga yang ditentukan saat ini yaitu Rp 275 ribu. Namun ia belum bisa memastikan berapa persen besaran penurunan harga tersebut.

“Ada exercise sederhana yang kami lakukan kemarin setelah mendapat undangan RDP dari Komisi VI, masih ada sebenarnya celah kita untuk turun, Cuma berapa persennya kita belum tahu,” katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (9/11/2021).

Ia mengatakan ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk menurunkan harga tes PCR menjadi lebih murah. Salah satunya produk Bio Saliva yang diluncurkan Bio Farma bisa menekan biaya APD karena tidak diperlukan lagi.

“Lalu bisa dilakukan secara massal, nah kalau massal kita dapat volume kan, cuma kami belum sedetail itu untuk menghitung semuanya implikasi ke biaya,” terangnya.

Kendati demikian, ia juga mengatakan ada biaya lainnya yang tak bisa diturunkan, misalnya biaya tenaga kesehatan yang sudah diatur oleh pemerintah.

Lebih lanjut, Basyir optimistis bahwa pihaknya masih memiliki ruang untuk bisa menekan biaya tes PCR dari yang berlaku saat ini.

“Tapi kami berkeyakinan kita masih punya space, ruang untuk bisa menurunkan harga ini, tapi berapa persennya akan turun, kami butuh exercise juga karena nanti menyangkut kapasitas produksi kami,” katanya.

Pasalnya, volume produksi, kata dia, jadi salah satu penentu turunnya harga biaya tes PCR.

“Inikan volume sangat menentukan ya, sampai volume berapa optimal dari penurunan biaya ini bisa kita lakukan,” kata dia.

“Mungkin sekarang baru itu yang bisa kami sampaikan. Kami akan berusaha meng-exercise lagi sampai level berapa biaya PCR ini bisa kita turunkan, tapi kami memiliki keyakinan masih bisa, kita masih punya space,” tukasnya.

 


Harga Reagen Tes PCR

Calon penumpang menjalani swab antigen di Stasiun Senen, Jakarta, Senin (21/12/2020). Penumpang kereta api jarak jauh menunjukkan surat bebas Covid-19 dengan melakukan tes PCR atau tes rapid antibodi yang masih berlaku 14 hari sejak diterbitkan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Direktur Utama PT Bio Farma, Honesti Basyir merinci persentase struktur biaya yang menentukan harga reagen utama untuk tes PCR. Ia mengatakan bahwa dominasi yang menentukan adalah pada segi bahan baku.

Penjabaran ini, diakuinya, termasuk yang sering ditanyakan oleh masyarakat dan anggota DPR pada khususnya yang belakangan menjadi polemik terkait harga PCR yang berlaku di masyarakat.

“Terkait harga juga ini yang banyak ditanyakan oleh anggota (DPR) dan masyarakat,” kata dia dalam Rapat Dengan Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (9/11/2021).

Ia membeberkan bahwa biaya terbesar datang dari komponen utamanya ada pada biaya produksi dan bahan baku yang tercatat mencapai 55 persen dari total harga. Kemudian, biaya operasional sebesar 16 persen.

Lalu, biaya distribusi telah termasuk margin distributor 14 persen, royalti 5 persen, margin Bio Farma sebesar 10 persen.

“Namun harga ini bisa berbeda dengan yang lain, ini adalah struktur cost yang dilakukan, kami ambil contoh di lab diagnostik yang ada di Bio Farma sendiri. Mungkin nanti dari Kimia Farma dan Indofarma yang mereka miliki lab lebih besar mungkin juga akan memberikan gambaran yang berbeda,” kata dia.

Pada tabel yang sama, Ia menyantumkan harga publish untuk reagen sebesar Rp 90 Ribu (tanpa PPN) dan harga e-katalog yang masih dalam pengajuan adalah sebesar Rp 81 Ribu (tanpa PPN).

Sementara itu, mengacu materi yang sama, harga e-katalog untuk reagen PCR yang masih tayang sejak Februari 2021 sebesar Rp 193.000 (termasuk PPN). Sedangkan yang masih dalam proses pengajuan harga baru yakni Rp 89.100 (termasuk PPN).

Informasi, harga ini merupakan harga reagen PCR atau alat untuk melakukan tes. Harga ini belum termasuk dengan kompenen penunjang lainnya seperti biaya APD dan jasa tenaga kesehatan, serta biaya operasional. Sehingga belum dapat ditentukan sebagai biaya melakukan tes RT-PCR.

Sudah Untung Harga tes PCR terus menjadi polemik. Setelah Presiden Jokowi memberikan titah bahwa tarif tes PCR tidak boleh lebih dari Rp 300 ribu, masyarakat langsung merespon.

Sejumlah kalangan menilai harga tes PCR tersebut sebenarnya masih bisa lebih murah. Tidak hanya itu, bahkan YLKI menilai pemerintah belum transparan mengenai komponen harga tes PCR ini.

Menjawab semua itu, Direktur Utama PT Bio Farma Honesti Basyir buka-bukaan mengenai apa saja komponen yang menentukan harga tes PCR tersebut. Hal ini dungkapkan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (9/11/2021).

Merinci persentase struktur biaya yang menentukan harga reagen utama untuk RT-PCR. Ia mengatakan bahwa dominasi yang menentukan adalah pada segi bahan baku.

Penjabaran ini, diakuinya, termasuk yang sering ditanyakan oleh masyarakat dan anggota DPR pada khususnya yang belakangan menjadi polemik terkait harga PCR yang berlaku di masyarakat.

“Terkait harga juga ini yang banyak ditanyakan oleh anggota (DPR) dan masyarakat,” kata dia.

Ia membeberkan bahwa biaya terbesar datang dari komponen utamanya ada pada biaya produksi dan bahan baku yang tercatat mencapai 55 persen dari total harga. Kemudian, biaya operasional sebesar 16 persen.

Sementara itu, mengenai penikmat untung, Bos Bio Farma mengaku selama ini BUMN Farma ini hanya mengambil margin sesuai ketentuan, yaitu 10 persen.

Di luar itu, masih ada margin untuk distributor 14 persen, royalti 5 persen, ditambah margin/fee bagi pelaku pelaksana tes PCR (Lab/Klinik/Rumah Sakit, dll).

Dengan margin 10 persen tersebut, Bio Farma sudah mematok tarif reagen untuk tes PCR sebesar Rp 90 ribu termasuk PPN. Rinciannya, Rp 81 ribu biaya pokok dan Rp 9.000 biaya PPN.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya