Sri Mulyani Ungkap 3 Kebijakan Pemerintah Hadapi Perubahan Iklim

Sri Mulyani menjelaskan bahwa fenomena perubahan iklim dalam ilmu ekonomi dikenal sebagai market barrier.

oleh Tira Santia diperbarui 10 Nov 2021, 12:35 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat rapat konsultasi dengan DPR di Ruang Pansus B, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/12). Rapat membahas program Omnibus Law dan RUU Prolegnas Prioritas tahun 2020 terkait keuangan dan perkembangan makro fiskal dan keuangan negara. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, Pemerintah memiliki tiga cara dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Ketiga kebijakan tersebut adalah Climate Change Fiscal Framework (CCFF), carbon pricing, dan pooling fund bencana.

Sri Mulyani menjelaskan, CCFF adalah kebijakan fiskal dan strategi memobilisasi dana di luar APBN. Kebijakan fiskal telah memasukkan isu perubahan iklim dalam desainnya, mulai dari financing supply, financing need, financing gap, hingga strategi fiskalnya.

Selain itu juga mengidentifikasi asal pendanaannya dari pajak, hibah, swasta, atau berasal dari negara maju yang berjanji untuk memberikan bantuan negara berkembang melakukan mitigasi dan adaptasi.

“Bagaimana membuat financing itu happen. Jadi tidak retorika, ini adalah sesuatu yang real,” ungkap Sri Mulyani dalam keterangan tertulis, Rabu (10/11/2021).

Kebijakan kedua yaitu carbon pricing. Menkeu menjelaskan bahwa fenomena perubahan iklim dalam ilmu ekonomi dikenal sebagai market barrier yaitu sesuatu yang menyebabkan konsekuensi negatif tapi tidak terlihat dalam harga, seperti produksi CO2 dalam industri.

“Maka sekarang ini di dunia sedang diupayakan untuk membentuk harga karbon sehingga orang tahu konsekuensinya,” tandas Sri Mulyani.

Indonesia melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan sebagai bagian dari reformasi perpajakan untuk membangun sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan sederhana telah memasukkan pajak karbon untuk menangani perubahan iklim.

Objek pajak karbon yaitu barang yang mengandung karbon dan aktivitas yang mengemisi karbon. Subjek pajaknya yaitu orang pribadi dan badan usaha dengan tarif Rp30 per kg CO2 ekuivalen.

“Penerapan nilai ekonomi karbon itu tidak mudah namun harus dimulai, pasti kompleks. Inilah yang menjadi perjuangan kita sekarang bagaimana melindungi kepentingan Indonesia, melindungi alam kita, melindungi ekonomi kita, dan melindungi penduduk kita,” ungkap dia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Pooling Fund

Kebijakan ketiga yaitu pooling fund bencana. Pooling fund dilatarbelakangi tingginya risiko bencana di Indonesia. Menurut Bank Dunia (2018), Indonesia berada pada peringkat 12 dari 35 negara yang rentan terhadap bencana.

“Sekarang kita mencoba mengelola kalau terjadi bencana selain pencegahan di hulunya kita bicara di hilirnya. Begitu bencana terjadi kita punya anggaran untuk menolong makanya kami sekarang membuat apa yang disebut pooling fund bencana. Banyak hal yang memang membutuhkan suatu sofistikasi,” pungkas dia. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya