Ilegal Drilling di Pulau Sumatra, Ancaman dan Langkah Cepat SKK Migas

SKK Migas melakukan beragam langkah cepat untuk menekan dan menghentikan aktivitas ilegal drilling, terutama di Pulau Sumatra.

oleh Nefri Inge diperbarui 09 Des 2021, 11:38 WIB
Petugas pemadam kebakaran berada di lokasi kebakaran pengeboran sumur minyak ilegal milik warga di Peureulak, Provinsi Aceh, Rabu (25/4). Ledakan diduga terjadi saat berlangsungnya penggalian untuk menyedot minyak mentah dari perut bumi (ILYAS ISMAIL/AFP)

Liputan6.com, Palembang - Aktivitas pengeboran sumur minyak ilegal atau ilegal drilling, menimbulkan banyak kerugian, baik dari sisi pencemaran lingkungan atau keselamatan jiwa. Namun hingga saat ini aksi tersebut terus tersebar, seiring dengan penanganan yang cepat dari instansi pemerintah dan penegak hukum.

Di bulan lalu, tepatnya pada hari Senin (11/10/2021) sore sekitar pukul 15.30 WIB, penambangan minyak ilegal atau ilegal drilling di Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel) kembali terbongkar.

Penambangan ilegal drilling yang berada di Desa Keban I, Kecamatan Sanga Desa Musi Banyuasin Sumsel, terbakar dan meledak.

Kebakaran ini pun menjadi ancaman jiwa bagi para pekerja penambangan ilegal ini, karena terjadi ledakan di Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang menjadi lokasi mereka bekerja.

Ada 3 titik lokasi ilegal drilling di lokasi. Kendati taka da korban jiwa, namun penambangan sumur minyak ilegal terus saja terjadi di Sumsel, khususnya di Kabupaten Musi Banyuasin Sumsel.

Tak butuh waktu lama, Kapolda Sumsel, Irjen Pol Toni Harmanto langsung menerjunkan timnya, untuk mengusut kasus ledakan dan membantu memadamkan api di 3 lokasi titik kebakaran.

"Lokasi sumur itu cukup jauh dari permukiman masyarakat dan jauh dari lokasi penertiban, yang telah dilakukan. Sebelumnya, petugas gabungan juga telah menutup 1.000 titik sumur minyak ilegal di Kabupaten Musi Banyuasin Sumsel,” ucapnya, saat ditulis Rabu (10/11/2021).

Tak hanya di Sumsel, aktivitas ilegal drilling di daerah di Pulau Sumatra lainnya pun juga terbongkar. Sumur minyak ilegal yang terletak di di Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari Jambi tersebut meledak.

Lokasi kebakaran tepatnya berada di wilayah Konsesi PT AAS. Akibat ledakan tersebut, kobaran api membakar lahan illegal drilling itu seluas 2 hektare di TKP. 

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Eksploitasi Minyak Ilegal

Sejumlah aparat sedang menutup sumur minyak ilegal di Kabupaten Batanghari, Jambi. (Liputan6.com/Dok. Polda Jambi)

Kejadian kebakaran tersebut pertama kali dilaporkan oleh Satgas Udara Karhutla Jambi, pada hari Sabtu (18/9/2021) sekitar pukul 10.00 WIB. Api diperkirakan berasal dari sumber titik illegal drilling yang diawali percikan api saat eksploitasi minyak ilegal.

Api yang membumbung tinggi, membuat tim penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terus melakukan pemadaman api.

Saat kejadian, Satgas Karhutla Provinsi Jambi terus berusaha melakukan mitigasi bencana melalui operasi water bombing untuk melokalisasi api agar tidak meluas.

Operasi pemadaman juga dilakukan oleh personel pemadaman darat yang dibantu Polres, Kodim, serta BPBD Kabupaten Batanghari dan Sarolangun bersinergi dengan perusahaan di kawasan tersebut.

Untuk memadamkan api tersebut, saat ini Polda Jambi telah berkoordinasi dengan Dirjen Migas Kementerian ESDM dalam mitigasi bencana karhutla tersebut.

Mereka juga menggunakan operasi water bombing sebanyak 110 kali, sebanyak 400 ton, untuk melokalisasi area di sekitar api.

 


Oknum Polisi dan Korban Terbakar

Garis polisi terpasang dekat lokasi kebakaran pengeboran sumur minyak ilegal yang dikelola masyarakat di Peureulak, Provinsi Aceh, Rabu (25/4). Sebanyak 10 orang dilaporkan tewas dan puluhan lainnya luka-luka dalam insiden tersebut. (ILYAS ISMAIL/AFP)

Parahnya, seorang oknum polisi anggota Polres Batanghari ikut diamankan dari lokasi ledakan sumur minyak ilegal, yang terjadi Desa Bungku, Kabupaten Batanghari, Jambi, pada hari Senin (20/9/2021) lalu.

Direskrimsus Polda Jambi Kombes Pol Sigit Dany Setiyono, mengatakan, polisi tersebut berinisial DR, dan masih menjalani pemeriksaan di Polda Jambi soal keterkaitannya dengan sumur ilegal tersebut.

“Selain menangkap seorang oknum polisi, petugas juga mengamankan seorang pekerja pengeboran minyak ilegal (illegal drilling) berinisial HS, yang mengalami luka bakar 80 persen akibat kejadian itu,” katanya.

Diungkapkan Tenaga Ahli Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Ngatijan, saat ini ada sekitar 4.500 sumur minyak ilegal, dengan produksi 2.500 barel per hari (bph) sampai 10 ribu boh.

Menurutnya, sumur ilegal merupakan sumur minyak tua, yang sudah tidak produktif karena tidak ekonomis untuk diproduksi oleh Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS).

“Namun (sumur tua) dibor kembali oleh oknum tanpa izin dan tidak memenuhi standar keamanan. Sumur ilegal itu menciptakan problem bagi negara,” katanya di Pangkal Pinang beberapa waktu lalu.


2 Opsi SKK Migas

Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yaitu Satuan Kerja Khuhsus Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas dan Gas Bumi (SKK Migas) (Dok. SKK Migas Sumbagsel / Nefri Inge)

Dia mengatakan, ada dua opsi untuk menertibkan sumur minyak ilegal tersebut. Yakni, menutup kegiatan sumur minyak ilegal dan mewacanakan untuk menjadikan sumur ilegal tersebut menjadi legal.

Dengan syarat, harus memenuhi aspek sosial, lingkungan, keselamatan dan dikelola oleh badan usaha baik Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau koperasi.

Untuk merealisasikan wacana tersebut, lanjutnya, membutuhkan payung hukum dari pemerintah baik berbentuk Peraturan Menteri atau Peraturan Presiden. Karena saat ini, SKK Migas sedang melakukan kajian untuk menyusun draf payung hukum tersebut.

"Jadi SKK Migas tahun 2020 juga kira-kira kuartal 3 membentuk tim kajian, untuk membuat kajian bagaimana sumur ilegal, jika pengelolaan sumur ilegal mau diapain, kok ya kegiatan yang menahun terjadi, kita tidak bisa melakukan penanganan," ungkapnya.

Ngatijan menuturkan, keberadaan sumur ilegal kini merugikan, baik dari sisi kerusakan lingkungan dan mengganggu kegiatan operasi KKKS. Dia menyebutkan gangguan tersebut, di antaranya merusak fasilitas operasi.

Lalu, secara sosial KKKS tidak bisa masuk di wilayah kerjanya juga tercemar. Jadi kalau penyemaran yang disebabkan para penambang ilegal tadi, dia menilai, ujung-ujungnya KKKS yang kena getahnya.


Kerjasama Hukum

Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yaitu Satuan Kerja Khuhsus Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas dan Gas Bumi (SKK Migas) (Dok. SKK Migas Sumbagsel / Nefri Inge)

“KKKS yang nanti disuruh membersihkan dan sebaginya, bahkan dianggap itu menjadi tanggung jawab KKS yang punya wilayah kerja tersebut," ujarnya.

Namun,SKK Migas, terus meningkatkan koordinasi bersama instansi terkait dalam penindakan terhadap kegiatan pencarian minyak ilegal, yang melanggar hukum.

Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas A. Rinto Pudyantoro mengatakan, SKK Migas tidak memiliki kewenangan penindakan terhadap kegiatan illegal drilling.

SKK Migas akhirnya menjalin kerjasama dengan aparat keamanan, dalam penanganan illegal drilling dan kerja sama tersebut sudah berlangsung sejak tahun 2003.

"Kolaborasi ini tertuang dalam nota kesepahaman bidang penegakan hukum dan bidang pengamanan,” ucapnya di Jakarta.

Dari data Kementerian Koordinasi Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), tindakan tegas telah dilakukan oleh aparat keamanan terhadap pelaku kegiatan illegal drilling.


Edukasi dan Sosialisasi

(Foto:Shutterstock)

Bahkan di tahun 2018, telah ditetapkan 168 tersangka, kemudian pada 2019 ditetapkan 248 tersangka, dan pada 2020 ditetapkan 386 tersangka.

SKK Migas juga menggelar edukasi dan sosialisasi, terkait dampak buruk kegiatan pencarian minyak dari illegal drilling, dan pencurian minyak lewat pipa (illegal tapping).

Dan juga terus dilakukan oleh SKK Migas bersama, dengan berbagai pemangku kepentingan dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

“Untuk menekan jumlah aksi ilegal tersebut, kami membutuhkan dukungan Kapolri, utamanya terkait dengan penegakan hukum. Dengan demikian, masalah di lapangan dapat tertangani,” imbuh Rinto.

Dilanjutkan Rinto, nota kesepahaman tersebut juga sudah ditindaklanjuti melalui penyusunan pedoman kerja ataupun Perjanjian Kerja Sama (PKS), untuk penanganan kegiatan yang lebih spesifik. Saat ini, SKK Migas telah mengeluarkan 14 PKS yang meliputi kolaborasi bersama 10 Kepolisian Daerah dan 28 KKKS.

Rinto menambahkan, pelaksanaan PKS dinilai efektif untuk menekan gangguan keamanan yang berpotensi mengganggu operasional hulu migas.


Ribuan Sumur Ilegal

Pekerja mengoperasikan mesin saat melakukan pengeboran di sumur minyak ilegal di Minhla, Myanmar, 10 Maret 2019. Para pekerja dapat mengebor hingga satu kilometer ke dalam tanah. (Ye Aung THU/AFP)

Beberapa gangguan ini adalah pencurian peralatan operasi, illegal drilling dan illegal tapping, penyerobotan lahan operasi, serta masalah-masalah sosial di sektor hulu migas.

"Penanganan yang komprehensif melibatkan berbagai instansi sangat dibutuhkan, ada permasalahan ekonomi dan sosial yang membutuhkan peran instansi lain, agar tindakan tegas yang telah dilakukan aparat keamanan menjadi lebih efektif,” ujarnya.

Dia mengungkapkan, ada sekitar 4.500 sumur illegal drilling yang teridentifikasi di seluruh Indonesia, yang menunjukkan kompleksinya persoalan ini dan membutuhkan penyelesaian tidak hanya dari aspek penindakan hukum.

Upaya lain yang telah dilakukan SKK Migas untuk penanganan kegiatan illegal drilling, yakni dengan membentuk tim kajian penanganan pengeboran sumur ilegal, serta penanganan dan pengelolaan produksi sumur ilegal.

“Kita sudah mendiskusikan hasil kajian dan konsep Perpres, serta Permen Menteri ESDM telah dibahas bersama Itjen ESDM, Setjen ESDM, Ditjen Migas, Polda Jambi, dan Kemenko Polhukam,” ungkapnya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya