Cerita Akhir Pekan: Bungkus Makanan jika Tak Habis di Restoran

Cerita Akhir Pekan kali ini tentang membungkus makanan yang tak habis dimakan di restoran atau di rumah makan,

oleh Komarudin diperbarui 21 Nov 2021, 23:36 WIB
Ilustrasi berbagai makanan (dok. wikimedia commons)

Liputan6.com, Jakarta - Sampah makanan di Indonesia menjadi tantangan yang harus dihadapi secara bersama-sama. Hal tersebut guna mengurangi sampah makanan yang setiap hari makin banyak.

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas, Arifin Rudiyanto menyebut berdasarkan studi Economist Intelligence Unit, Indonesia merupakan negara terbesar kedua penghasil makanan di dunia dan menghasilkan hampir 300 kilogram sampah makanan per orang per hari di setiap tahunnya. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sebanyak 44 persen timbulan sampah Indonesia pada 2018 merupakan sampah makanan, dilansir dari laman merdeka.com.

Salah satu upaya untuk mengurangi sampah makan adalah membungkus makanan jika tak habis dimakan oleh orang di restoran atau rumah makan. Dokter Phaidon Lumban Toruan yang juga trainer kesehatan mengatakan langkah tersebut sangat bagus.

"Dengan begitu, kita tidak membuang sisa makanan, tapi perlu dipikirkan beberapa hal. Pertama, apakah makanan itu akan kita makan lagi setibanya di rumah atau mau kita bagikan kepada orang lain," ujar dokter Phaidon lewat pesan suara kepada Liputan6.com, Jumat, 12 November 2021.

Saat kita mau makan lagi makanan tersebut, tergantung pada makanannya, apakah itu makanan yang segar atau makanan yang harus dipanaskan. Seperti buah atau salad, selama tidak basi, maka masih bisa dimakan lagi.

"Sementara kalau makanan tersebut harus dipanaskan, maka kualitas makanan itu secara nutrisi akan berkurang. Apa lagi makanan yang digoreng atau goreng tepung, diberi bumbu-bumbu, bersantan, dan lain-lain sebagainya," tutur dokter Phaidon.

Kedua, risiko lupa atau makanan basi karena kelamaan bisa membuat sakit perut. Sementara itu, Phaidon mengatakan ada beberapa alasan yang membuat orang tak membungkus makan yang tak habis dimakan karena mereka tak mau repot atau malas.

"Karena mereka memang sengaja makan di luar rumah agar meminimalkan tenaga, seperti bersih-bersih dan lainnya. Jadi pertimbangannya, karena tidak praktis kalau dibawa ke rumah," imbuh dokter Phaidon.

Jika memang kejadiannya seperti itu, maka kembali kepada individu masing-masing. "Kita tidak bisa memaksa seseorang untuk mengubah mindset-nya," imbuh dia. 


Direncanakan

Ilustrasi makanan (dok.wikimedia commons)

Sebagai orang yang bergerak di bidang kesehatan, dokter Phaidon menyarankan sebelum makan, lebih dulu direncakan. Hal itu untuk menghindari lapar mata.

"Kalau tidak direncanakan orang akan lapar mata, ingin mencoba satu, dua, hingga tiga menu. Sementara yang dimakan tiap-tiap menu hanya sepotong-sepotong. Itu kan merupakan suatu pemborosan, apalagi di era pandemi seperti saat ini banyak orang yang ekonominya sedang turun," ujar Phaidon.

Untuk rumah makan, dokter Phaidon menyarankan, makanan- makanan lagi bisa dibungkus dengan baik. Kemudian diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan agar dikonsumsi hari itu juga.

"Paling tidak agar ada manfaat nutrisinya. Namun, kalau perlu dipanaskan lagi, itu bermanfaat untuk mengganjal rasa lapar saja. Kalau secara manfaat kesehatan itu sudah sekali," imbuh Phaidon yang menyarankan sebelum makan lebih dulu mengonsumsi buah-buahan.

Gerakan membungkus makanan yang tak habis dimakan juga mendapat tanggapan yang positif dari Food and Beverages (F&B) Influencer, Hartono Moe. Ia menilai langkah tersebut sangat bagus.

"Karena bisa membantu kita mengurangi sisa makanan atau waste makanan yang ada di restoran-restoran. Karena kita tahu bahwa Indonesia itu top five penghasil sampah makanan yang terbesar di dunia," ujar lelaki yang akrab disapa Ono itu lewat pesan suara kepada Liputan6.com, Jumat malam, 12 November 2021.


Bungkus Makanan Perlu Digalakkan

Ilustrasi sampah makanan (dok. wikimedia commons)

Hartono menambahkan, dengan membungkus makanan dari restoran, maka orang tidak perlu untuk masak lagi di rumah. Dengan tidak masak lagi, maka sampah yang bisa ditimbulkan menjadi lebih sedikit.

"Tendensi orang Indonesia itu kalau pesan banyak. Karena kalau pesannya sedikit dikira pelit, padahal kita pesan sedikit itu karena kapasitas kita makan itu tidak terlalu banyak," ujar Hartono.

Hartono tidak setuju dengan perilaku-perilaku yang menyisakan maupun membiarkan makanan. Ia secara pribadi dalam keseharian jika makan ke restoran bersama teman saat ada makanan pasti ia akan minta untuk dibungkus.

"Besoknya kita makan lagi atau olah lagi. Kalau ada daging, seperti daging ayam goreng kita bisa suwir untuk dibuat nasi goreng. Itu bagus," kata Hartono.

Untuk menghindari terjadinya sampah makanan, Hartono mengatakan itu terpulang pada kesadaran individu. Namun, aksi bungkus makanan perlu digalakan, bukan secara personal, tapi semua pihak, dari media dan pemerintah juga perlu mengampanyekan gerakan tersebut.

 

Kalau enggak sempet masak sendiri, yuk PO saja di ManisdanSedap, banyak masakan rasa rumahan yang pas buat lauk makan siangmu. Berasa dimasakin ibu.

 

Yuk PO Sekarang di ManisdanSedap!

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya