Amnesty International Beber Laporan Soal Pemberontak Tigray Perkosa dan Pukuli Perempuan di Ethiopia

Perempuan yang diwawancarai Amnesty International mengatakan mereka diperkosa dan dipukul, bahkan di depan anak-anak mereka.

Oleh DW.com diperbarui 11 Nov 2021, 12:34 WIB
Pengungsi Ethiopia beristirahat di wilayah Qadarif, Sudan, Rabu (18/11/2020). Badan Pengungsi PBB mengatakan konflik yang berkembang di Ethiopia telah mengakibatkan ribuan orang melarikan diri dari wilayah Tigray ke Sudan. (AP Photo/Marwan Ali)

, Tigray - Konflik di Ethiopia kian memanas. Pemberontak Tigray dilaporkan menargetkan kaum wanita sebagai sasaran kekerasan mereka.

Menurut laporan DW Indonesia, Kamis (11/11/2021), perempuan yang diwawancarai Amnesty International mengatakan mereka diperkosa dan dipukul, bahkan di depan anak-anak mereka. Laporan baru menyebut para korban tidak bisa mendapatkan bantuan medis setelah serangan itu.

Pemberontak Tigray dilaporkan memerkosa, merampok, dan memukuli perempuan setempat setelah menyerang sebuah kota di wilayah Amhara utara Ethiopia, menurut laporan terbaru Amnesty International yang dirilis pada Rabu 10 November.

Laporan terbaru ini memuat tentang pelanggaran hak asasi manusia yang mengganggu dan telah dilakukan selama konflik yang berjalan setahun.

Ini adalah laporan lanjutan oleh Amnesty yang mendokumentasikan pemerkosaan ribuan perempuan dan anak perempuan oleh pasukan Ethiopia dan Eritrea di wilayah Tigray.

Wawancara 16 Penyintas

Penyelidikan Amnesty didasarkan pada wawancara dengan 16 penyintas kekerasan seksual dan otoritas lokal di kota Nifas Mewcha.

Laporan tersebut berfokus pada pelanggaran yang terjadi setelah pasukan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) memasuki Amhara pada bulan Agustus.

Korban menceritakan kengerianEmpat belas dari 16 perempuan yang diwawancarai Amnesty mengatakan mereka diperkosa beramai-ramai oleh pemberontak Tigray. Dalam beberapa kasus bahkan mereka diperkosa di bawah todongan senjata dan di depan anak-anak mereka.

"Tiga dari mereka memperkosa saya saat anak-anak saya menangis," kata salah satu korban yang selamat. "Mereka menampar saya (dan) menendang saya. Mereka menodongkan senjata seolah-olah mereka akan menembak saya."

Para perempuan mengatakan mereka mengidentifikasi Tigrayans dengan aksen dan cercaan etnis yang mereka gunakan untuk melawan Amhara.

Seorang ibu dua anak berusia 28 tahun mengatakan kepada Amnesty bahwa salah satu dari empat pemerkosanya menghina dirinya dengan sebutan keledai, sementara putrinya menyaksikan tindakan keji tersebut.

"Dia berkata: 'Amhara adalah keledai, Amhara telah membantai orang-orang kami, pasukan Pertahanan Federal telah memperkosa istri saya, sekarang kami dapat memperkosa Anda seperti yang kami inginkan'," katanya.

Sementara, perempuan lain mengatakan dia jatuh pingsan setelah pejuang TPLF memperkosanya dan memukulinya, menggunakan senjata mereka. 

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Rumah Sakit Dirusak

Seorang anak pengungsi Ethiopia beristirahat di wilayah Qadarif, Sudan, Rabu (18/11/2020). Pertempuran yang kian meluas di perbatasan Ethiopia dan Sudan mengancam wilayah Tanduk Afrika. (AP Photo/Marwan Ali)

Para perempuan yang menjadi sasaran TPLF di Amhara sebagian besar berasal dari keluarga berpenghasilan rendah dan buruh kasar, menurut peneliti Amnesty Fisseha Tekle.

Menurut Amnesty, mayoritas perempuan menderita masalah kesehatan akibat serangan tersebut.

Para korban pemerkosaan tidak bisa mendapatkan bantuan medis yang mereka butuhkan karena pasukan Tigray menjarah rumah sakit setempat.

"Kesaksian yang kami dengar dari para penyintas yang menggambarkan tindakan tercela oleh para pejuang TPLF yang merupakan kejahatan perang, dan berpotensi kejahatan terhadap kemanusiaan," kata sekretaris jenderal Amnesty Agnes Callamard.

"Mereka menentang moralitas atau sedikit pun kemanusiaan."

Mengapa Ada Konflik di Ethiopia?

Sejak awal November 2020, pemerintah Ethiopia dan TPLF terlibat baku tembak dalam konflik yang telah merenggut ribuan nyawa dan telah menyebabkan lebih dari 400.000 orang menghadapi kelaparan.

Pasukan Tigray yang telah mendominasi pemerintah nasional Ethiopia selama hampir tiga dekade, memperluas perang ke Amhara sejak merebut kembali sebagian besar wilayah Tigray utara pada Juni.

Pekan lalu, sebuah laporan oleh Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa semua pihak telah melakukan pelanggaran dalam perang.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya