PP Presisi Incar Kontrak Baru Rp 6 Triliun pada 2022

PT PP Presisi Tbk (PPRE) sudah kantongi kontrak baru Rp 4,8 triliun hingga Oktober 2021.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Des 2021, 12:30 WIB
Pejalan kaki melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG sore ini ditutup di zona hijau pada level 6.296 naik 21,62 poin atau 0,34 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan konstruksi PT PP Presisi Tbk (PPRE) menargetkan perolehan kontrak baru pada 2022 sebesar Rp 5,5 triliun hingga Rp 6 triliun.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Utama PT PP Presisi Tbk Rully Noviandar dalam paparan publiknya di Jakarta, Kamis (11/11/2021).

Target kontrak baru tersebut lebih tinggi dari target kontrak baru PP Presisi pada 2021 sebesar Rp 5,3 triliun.

"Hingga Oktober 2021, perolehan kontrak baru kami sudah mencapai sebesar Rp 4,8 triliun. Jika dibandingkan dengan Oktober tahun lalu, ada kenaikan 129 persen dari Rp 2,17 triliun," kata dia.

Sepanjang 2020, perolehan kontrak baru PP Presisi mencapai sebesar Rp 2,82 triliun. Sementara hingga akhir tahun ini, proyeksi perseroan bisa mencapai target Rp 5,3 triliun.

Saat ini sekitar 88,9 persen perolehan kontrak baru perseroan sudah berasal dari luar group. Sedangkan hanya 11,1 persen yang berasal dari group. Anak usaha PT PP Tbk (PTPP) ini menghimpun kontrak baru terbesar dari lini bisnis sektor pertambangan, yaitu sebesar 49 persen. Sementara kontrak baru dari pekerjaan sipil mencapai sebesar 43,82 persen.

Sisa kontrak lainnya diperoleh dari production plant sebesar 4,54 persen, rental HE sebesar 1,49 persen dan pekerjaan struktur sebesar 1,15 persen.

Direktur Peralatan & SCM Muhammad Wira Zukhrial mengatakan target kontrak baru sekitar 50 persen diharapkan dari pertambangan. Sebab pembiayaan untuk tambang lebih baik dari infrastruktur dan pembayaran kontrak untuk pertambangan juga lebih cepat prosesnya.

"Proyek tambang pembayaran pekerjaannya lebih cepat dibanding infrastruktur," kata Wira.

 

 


Belanja Modal 2022

Petugas kebersihan bekerja di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Transaksi bursa agak surut dengan nyaris 11 miliar saham diperdagangkan sebanyak lebih dari 939.000 kali. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnua, perusahaan konstruksi PT PP Presisi Tbk (PPRE) menganggarkan belanja modal (capital expenditure-capex) sebesar Rp 500 miliar pada 2022.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Keuangan PT PP Presisi Tbk Benny Pidakso dalam paparan publiknya di Jakarta, Kamis, 11 November 2021.

Anggaran capex tersebut lebih tinggi dari anggaran capex perseroan tahun ini yang mencapai sekitar Rp 300 miliar. Rencananya sebagian besar dari capex yang dianggarkan akan dialokasikan untuk menambah kapasitas alat berat untuk pekerjaan pertambangan.

"Permintaan tambahan alat berat untuk tambang, terutama tambang nikel besar, jadi perlu tambahan kapasitas," kata dia.

Adapun pendanaan untuk capex tahun depan, kata Benny, akan dikombinasikan antara pinjaman perbankan dan penerbitan obligasi pada semester I 2022.

PP Presisi berencana menerbitkan obligasi sekitar Rp 500 miliar hingga maksimal Rp 1 triliun. Dana dari obligasi itu sekitar 70 persen akan dialokasikan untuk capex perseroan dan sisanya sebesar 30 persen untuk modal kerja (working capital) perseroan.

Direktur Utama PP Presisi Rully Noviandar menuturkan, saat ini PP Presisi memiliki sebanyak 2.857 unit alat berat. Alat berat tersebut bersifat dinamis, yang bisa digunakan untuk pekerjaan kontrak pertambangan maupun untuk kontrak pekerjaan sipil.

Direktur Peralatan & SCM Muhammad Wira Zukhrial mengatakan, tahun ini sekitar 50 persen dari capex PP Presisi dialokasikan untuk penambahaan alat berat. Saat ini kontrak pertambangan menyumbang 50 persen untuk revenue perseroan.

Benny menambahkan, hingga akhir September 2021, penggunaan capex PP Presisi sudah mencapai sebesar Rp 250 miliar dari total sekitar Rp 300 miliar yang dianggarkan tahun ini.

"Capex tahun ini paling banyak dialokasikan untuk penambahan kapasitas alat berat, terutama untuk pekerjaan kontrak jasa pertambangan," kata Benny.

 

Reporter: Elizabeth Brahmana

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya