Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Agung ST Burhanuddin menginstruksikan jajaran menindak tegas para mafia tanah. Ia menyebut komplotan tersebut tidak terlihat, namun praktiknya sungguh terasa.
Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Fadil Zumhana mengatakan para mafia tanah kerap merekayasa seolah-olah ada sengketa dan harus diselesaikan lewat pengadilan.
Berkaca dari kemarahan Jaksa Agung, Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika mendorong DPR panggil Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan A Djalil dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk melakukan evaluasi terkait perkembangan perkara pertanahan.
"Sangat penting untuk memanggil lembaga terkait apa hasil kerja dari MoU terkait pemberantasan mafia tanah. Ini supaya beberapa kerja prioritas penyelesaian konflik agraria. Apalagi konflik agraria ini menyebabkan masalah mafia tanah yang berkepanjangan," kata Dewi dalam yang dikutip dari Merdeka.com, Kamis (11/11/2021).
Baca Juga
Advertisement
Adanya dugaan permainan orang dalam, katanya, menyebabkan banyaknya sertifikat ganda beredar di masyarakat. Dewi mendesak, Polri dan Kementerian ATR/BPN untuk segera melakukan bersih-bersih struktur di tubuh dua lembaga negara itu. "Ini juga tujuannya untuk membuat pemerintahan yang bersih. Jangan sampai masalah ini berlarut-larut," tuturnya.
Dewi mengamati, banyak faktor yang menyebabkan sindikat mafia tanah masih bertahan. Pertama, tak ada transparansi terkait administrasi. Lalu, keterbukaan informasi tentang pertanahan.
Tertutupnya informasi terkait pertanahan ini membuat mafia tanah bisa bekerja dengan leluasa. Hal ini membuat sulitnya pembuktian terkait karena minimnya data terkait pertanahan."Kalau masih ditutup bisa menjadi potensi tumbuh subur mafia tanah dari ketutupan informasi itu," lanjut Dewi.
Hal senada disampaikan Anggota Komisi II DPR dan Anggota Panja Mafia Tanah, Guspardi Gaus. Dia menyebutkan, praktik mafia tanah tidak mungkin tidak melibatkan orang dalam (Kementerian ATR/BPN). Panja Mafia Tanah sendiri mengaku akan fokus membasmi mafia tanah dan mendorong Kementerian ATR/BPN melakukan pembersihan pegawai yang menjadi mafia tanah di kementerian terkait. Kalau ada indikasi praktik mafia tanah, maka harus diproses sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.
"Tidak mungkin tidak terlibat orang dalam. Karena ada oknum, ada yang mem-back up dan juga pasti ada orang dalam. Tidak mungkin mafia ini bisa jalan dan berhasil tanpa akses orang dalam itu," tegasnya.
Pecat Langsung
Sementara itu, Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah menilai, para mafia tanah masih terus beraksi akibat pemerintah sangat lemah dalam hal pengawasan.
"Birokrasi kita sangat mudah diintervensi, kualitas SDM ASN, baik pegawai hingga oknum-oknum pejabat bermental bisnis, jadi ingin mencari keuntungan, bukan mental pelayan, ini terjadi baik di ATR/BPN hingga Pemprov dan Pemda," ujarnya.
Ia bahkan menyebut praktik mafia tanah paling sering ditemukan di BPN. "BPN paling parah itu, oknum di BPN memang mental bisnis, cari keuntungan jangka pendek, reformasi birokrasi di BPN sangat lemah," kata dia.
"Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2021 yang ditandatangani Presiden Jokowi menyebut ASN bisa dipecat langsung, tanpa harus PTUN, jadi memang butuh keberanian pemimpinnya (Menteri ATR/BPN), karena mafia tanah ini berjamaah, tidak bekerja sendiri," ujarnya.
Ia juga meminta masyarakat mulai sadar untuk mengikuti aturan. Pasalnya, masyarakat sendiri juga sering mendukung mafia tanah dengan gratifikasi dan menggunakan calo.
Reporter : Henny Rachma Sari
Sumber: Merdeka.com
Advertisement