Liputan6.com, Jakarta Di mana ada kemauan di situ ada jalan. Mungkin ini bisa menggambarkan perjalanan bisnis 2 pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di bidang yang berbeda. Keduanya yakni Muhammad Shidiq (31 tahun) dan M Dandi Sepsaditri (32 tahun)
Shiddiq merupakan pengusaha UMKM di bidang alas kaki, sementara Dandi melalui bisnis kuliner. Kesamaan keduanya adalah sama-sama memilih teknologi digital untuk terus berkembang dan kini bisa menjadi sumber pendapatan bagi ratusan karyawan sekaligus ikut memberdayakan komunitas sekitar seperti penjual dan perajin lokal.
Advertisement
Pada peringatan Hari Pahlawan 10 November yang tahun ini kembali berlangsung di tengah pandemi COVID-19, kisah keduanya bisa menjadi contoh.
Muhammad Shidiq berhasil mendirikan label sepatu Geoffmax pada 2012 bersama dua sahabatnya, dengan mengusung konsep old school sebagai ciri khas produk.
Usaha ini berawal dari perasaan miris melihat banyaknya anak muda yang lebih senang membeli produk luar bahkan sampai membeli replikanya.
"Bisnis Geoffmax kita mulai dari sebuah toko kecil di Bandung dan sekarang meluas ke berbagai daerah di Jabodetabek. Setelah beberapa tahun, kita lihat belanja online semakin trending, dan akhirnya mulai jualan di media sosial dan sekarang di e-commerce Shopee," kata Shidiq.
Bahkan dia menuturkan jika selama pandemi penjualan melalui e-commerce sangat jadi tumpuan. Bahkan komposisinya mencapai 80 persen dari pesanan.
Bisnis Geoffmax pun tidak hanya dikembangkan di daerah Bandung. Mereka berkolaborasi dengan brand-brand lokal lain di luar Bandung seperti Malang, Batu, Bogor, Banjarbaru, Bali dan wilayah lainnya.
Tak hanya jago kandang, mereka juga kini bisa menjual produk Geoffmax ke luar negeri dengan hasil kerjasama bersama Shopee.
"Enggak nyangka juga sekarang bisa ekspor ke Malaysia, Singapura dan Filipina. Setiap bulannya, ada ratusan produk yang udah bisa kita ekspor. Jualan ke luar negeri segampang jualan di Indonesia. Dibantu sama Shopee semuanya," tutur Shidiq.
Bisnis Shidiq kini tidak hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri, tapi juga komunitas sekitarnya. Dia mengaku bersyukur karena berkat digitalisasi bisnis, usaha dia dan rekan-rekannya bisa berkembang.
Bila di awal usaha hanya memiliki 6 karyawan, kini setelah berjalan selama 9 tahun, 150 karyawan sudah membantunya.
Bukan hanya di kantor saja, komunitas sekitar tempat usaha juga diberdayakan melalui pabrik kecil Geoffmax yang menyerap ratusan karyawan dari masyarakat lokal.
Untuk produk Geoffmax sendiri, Shidiq mengambil bahan dari penjual kain lokal dan penjahit di sekitaran tempat produksi Geoffmax.
Menurut Shidiq, karyawan yang dia terima berasal dari berbagai macam daerah dan latar belakang mulai dari anak yang putus sekolah hingga yang tidak lulus SMA.
Dia percaya semua orang berhak mendapatkan kesempatan untuk bekerja terlepas dari apapun latarbelakangnya, jika memang memiliki etos kerja baik.
Bakso Aci Akang
Kisah lain tentang M. Dandi Sepsaditri dengan usaha Baso Aci Akang. Dia berkisah, berdirinya Baso Aci Akang didasari kecintaan pada hidangan baso dan pengalaman menyantap baso aci kemasan di Garut pada tahun 2015.
Saat itu, muncul ide untuk membangun bisnis menjual baso aci yang kala itu belum menjamur. "Saya memberanikan diri untuk pindah ke Tangerang dan akhirnya mendirikan bisnis Baso Aci Akang pada tahun 2018 bermodalkan uang sebesar Rp 8 juta, gerobak pinjaman dari tetangga,dan tempat sewaan di dalam komplek perumahan yang kurang strategis,” kenang Founder& CEO Akang Group itu.
Di tengah perkembangan bisnisnya yang pesat, Dandi dan Baso Aci Akang dihadapkan dengan pandemi COVID-19 pada tahun 2020 yang membawa dampak signifikan terhadap omzet usahanya.
"Mengadopsi layanan pembayaran digital ShopeePay menjadi salah satu upaya yang dilakukan Dandi untuk bangkit, dan berbagai kampanye dan promo menarik yang dihadirkan ShopeePay mampu membantu mendorong jumlah transaksi pelanggan sehingga meningkatkan pendapatan Baso Aci Akang di tengah situasi pandemi," kata Dandi.
Selama tiga tahun beroperasi, Baso Aci Akang kini telah berhasil memiliki 108 gerai yang tersebar di Lampung, Jawa, dan Bali. Tanpa disangka-sangka, bisnis yang berawal dari modal minim dan gerobak pinjaman ini berhasil membawa Dandi untuk membuka lapangan pekerjaan bagi lebih dari 600 karyawannya.
Selain memberikan kesempatan kerja bagi banyak orang, Baso Aci Akang mencoba untuk memberdayakan UMKM Lokal di sekitarnya dengan cara menjadikan UMKM tersebut sebagai pemasok tetap bahan baku dari berbagai menu hidangan Baso Aci Akang.
"Buat saya, UMKM Lokal adalah pahlawan yang secara tidak langsung berjuang dalam menjaga perekonomian Indonesia. Bangga banget," tutur Dandi.
Ke depannya melalui Baso Aci Akang, dia berencana membuka semakin banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia dan memberikan manfaat bagi karyawan-karyawannya dengan memberikan akses untuk mendapatkan nafkah yang cukupserta pendidikan yang layak.
Berkaca dari dua kisah pengusaha Indonesia ini, digitalisasi teknologi tidak hanya membuat UMKM lokal mampu bertahan, tapi juga bisa berdaya dan bermanfaat bagi komunitas sekitarnya.
Advertisement