Liputan6.com, Jakarta - Panitia Pengurusan Piutang Negara (PUPN) merupakan panitia yang bersifat interdepartemental dengan keanggotaan yang berasal dari Kementerian Keuangan, Pemerintah Daerah, Kepolisian, dan Kejaksaan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, PUPN bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.
Kepala Subdirektorat Piutang Negara II Sumarsono menjelaskan kewenangan-kewenangan PUPN dalam mengurus piutang negara. Hal itu disampaikan dalam Bincang Bareng DJKN “Eksekusi Aset Debitur oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)”, Jumat (12/11/2021).
Advertisement
“Dalam proses pengurusan piutang negara, PUPN berwenang salah satunya melaksanakan penyitaan aset debitur yang tidak mampu dan/atau tidak beritikad melunasi kewajibannya,” kata Sumarsono.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 Jo Peraturan Menteri Keuangan nomor 102 tahun 2017 (PMK 102/2017), dalam melaksanakan tugasnya, PUPN berwenang diantaranya membuat pernyataan bersama, menerbitkan surat paksa, melaksanakan penyitaan, menerbitkan Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan melalui lelang, dan menerbitkan Surat Perintah Paksa Badan.
Adapun aset yang disita oleh PUPN dari debitur selanjutnya akan digunakan untuk mengembalikan hak negara atas piutang yang telah dikeluarkan.
Upaya pengembalian hak negara dimaksud diantaranya dengan menjual aset tersebut baik melalui lelang maupun tanpa melalui lelang. Selain itu, debitur juga dapat melakukan penebusan atas aset dimaksud kepada PUPN.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Syarat Pengurusan Piutang Negara
Dia menambahkan, bahwa pengurusan piutang negara dapat diserahkan kepada PUPN dengan syarat, pertama, kualitas piutang telah macet; kedua, sudah dilakukan penagihan secara optimal oleh K/L namun tetap tidak berhasil secara tertulis dan/atau upaya optimalisasi (restrukturisasi, kerjasama penagihan, parate eksekusi, crash program, gugatan ke Pengadilan, penghentian layanan kepada debitur, hibah ke pemerintah daerah, Penyertaan Modal Negara, penjualan hak tagih, debt to asset swap).
Ketiga, adanya dan besarnya piutang negara telah pasti menurut hukum; Keempat, dilengkapi dokumen sumber dan dokumen pendukung terjadinya piutang negara, dan Kelima, dilengkapi resume piutang negara berupa diantaranya identitas K/L, debitur, jumlah rincian utang, alasan macet, dan upaya penagihan yang telah dilakukan.
Advertisement