Kontroversi Hidangkan Makanan Pedas untuk Anak TK, Benarkah Melanggar Hak Asasi?

Sajian makanan pedas di kafetaria sekolah di Korea Selatan ini umumnya ditemukan di TK yang terhubung dengan SD.

oleh Asnida Riani diperbarui 13 Nov 2021, 03:01 WIB
Ilustrasi makanan pendamping di kuliner Korea Selatan. (dok. pexels/Vicky Tran)

Liputan6.com, Jakarta - Kontroversi muncul seputar penyajikan makanan pedas bagi anak-anak di Korea Selatan. Narasinya tentang apakah menyajikan makanan pedas sebagai bagian dari makan siang sekolah anak-anak di taman kanak-kanak (TK) melanggar hak asasi mereka.

Orangtua menunjukkan tanggapan beragam atas masalah ini, melansir Korea Times, Jumat, 12 November  (12/11/2021). Ini terutama setelah sebuah komunitas, Political Mamas, mengajukan pengaduan pada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Korea (NHRCK) terhadap Kementerian Pendidikan Korea Selatan.

Di Negeri Ginseng, beberapa TK terhubung dengan sekolah dasar (SD) negeri untuk berbagi ruang dan fasilitas sekolah. Dalam kebanyakan kasus, anak-anak TK juga berbagi kafetaria sekolah dan disajikan makanan yang sama dengan siswa SD.

Kelompok sipil mengatakan, anak-anak TK, berusia lima hingga tujuh tahun, dan siswa SD berusia delapan hingga 13 tahun disajikan makanan yang sama. Itu terlepas dari tahap perkembangan fisik yang berbeda dengan cukup banyak makanan berbumbu pedas, termasuk kimchi.

"Alhasil, banyak anak-anak TK dan beberapa siswa SD lebih muda mengalami kesulitan makan karena terlalu pedas. Ini juga menyebabkan gangguan pencernaan bagi beberapa anak," kata Jang Ha Na, anggota Political Mamas.

"Anak-anak yang tidak makan makanan pedas bukan tentang pilih-pilih (makanan). Anak kecil memiliki indera perasa yang lebih sensitif daripada orang dewasa. Konsumsi makanan seperti itu secara berlebihan juga dapat menyebabkan masalah pada sistem pencernaan mereka," kata Jang.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Bukan tentang Kebiasaan Buruk

Ilustrasi ayam goreng korea. (dok. pixabay/ewhity)

Komunitas itu menunjukkan bahwa kafetaria TK swasta dan negeri yang tidak terhubung dengan SD menyediakan makanan sesuai selera, juga gizi anak-anak. "Tidak bisa makan makanan pedas bukan tentang preferensi atau kebiasaan buruk yang harus dipatahkan anak-anak. Memaksa mereka makan makanan seperti itu tidak lain adalah pelanggaran hak asasi," kata kelompok itu.

Petisi tersebut telah menimbulkan perdebatan di kalangan orangtua mengenai apakah makanan pedas merupakan pelanggaran hak asasi anak. Lee Ha Na, seorang ibu dari siswa kelas dua di sebuah SD negeri di Distrik Nowon, Seoul dan seorang anak berusia enam tahun yang bersekolah di TK yang terhubung dengan sekolah tersebut, mengatakan, anak-anaknya biasa tidak makan siang di sekolah.

Ia selalu menyiapkan makanan ringan untuk dimakan sepulang sekolah. "Saya sedikit terkejut ketika ayam pedas disajikan di TK putri saya yang berusia enam tahun, beberapa hari lalu. Saya sedih ketika putri saya mengatakan ia hanya makan nasi karena lauk dan sup lainnya terlalu pedas," kata Lee.

"Beberapa orang mengatakan jika orangtua memutuskan mengirim anak-anak mereka ke TK seperti itu, itu berarti mereka harus menanggung masalah kecil seperti itu (menu makanan tidak sesuai palet rasa anak) karena biaya pengajarannya gratis. Tapi saya tidak setuju dengan itu. Makanan sekolah sangat erat kaitannya dengan hak anak-anak kita," imbuhnya


Pro Kontra

ilustrasi kimchi/pixabay

Ibu lainnya, Jo Jung-ran, yang anaknya berusia enam tahun, mengatakan, mencegah anak-anak mendapat makanan yang layak dengan memberikan terlalu banyak makanan pedas adalah bentuk pelanggaran hak asasi mereka.

"Apakah memang perlu memberi makan pedas untuk anak kecil di TK dan SD? Untuk anak SD yang lebih tua, mereka terbiasa dengan makanan pedas karena biasanya makan makanan yang sama dengan orang dewasa. Tapi saya tidak tahu menapa mereka memberikan makanan pedas pada anak kecil yang belum mengembangkan indera perasanya," kata Jo.

Namun, sebagian lainnya mengatakan itu adalah reaksi berlebihan dari orang tua yang "terlalu sensitif." "Agak mengejutkan bahwa beberapa orang mengatakan menyajikan makanan pedas di sekolah merupakan pelanggaran hak asasi," kata Kim Seung Ho, ayah dari seorang putra berusia sembilan tahun yang bersekolah di SD negeri di Distrik Songpa di tenggara Seoul.

"Anak saya dan teman-temannya sering mengatakan mereka suka makanan pedas yang ditawarkan sebagai makan siang sekolah dan mereka senang mencoba makanan baru. Saya sebenarnya puas dengan berbagai makanan yang disajikan di sekolah," kata Kim.

Seorang ibu dari seorang anak perempuan berusia tujuh tahun di Distrik Nowon, yang ingin diidentifikasi hanya dengan nama keluarganya Kim, juga mengatakan bahwa orangtua yang tidak ingin anak-anak mereka makan makanan pedas seharusnya tidak menyekolahkan anak-anak mereka ke TK yang terhubung dengan SD.

"Orangtua tahu makanan akan disediakan seperti ini, tapi mereka sudah membuat keputusan. Tidak mungkin kafetaria sekolah menyiapkan makanan secara terpisah hanya untuk anak TK dan SD lebih muda. Itu masalah pilihan, dan jika mereka membuat keputusan, orangtua bertanggung jawab untuk membuat anak-anak mereka terbiasa dengan makanan pedas seperti itu," kata Kim.


Infografis Diplomasi Lewat Jalur Kuliner

Diplomasi Lewat Jalur Kuliner (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya