Liputan6.com, Jakarta - Badan antariksa Amerika Serikat atau NASA telah merilis foto-foto citra satelit yang menunjukkan deforestasi di sejumlah wilayah Papua, Indonesia.
Foto yang dirils pada Maret 2021 itu menunjukkan hilangnya wilayah hutan dan berubahnya area tutupan lahan. Mereka mengkomparasi lokasi pantauan asli yang masih hijau pada 2002, namun berubah menjadi wilayah terbuka pada 2019 dengan lahan tanah yang nampak terlihat.
Advertisement
Dalam laporannya, NASA Earth Observatory menjelaskan bahwa wilayah Papua yang sulit untuk diakses telah menyebabkan sedikit pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daripada wilayah lain di Indonesia, seperti Sumatera dan Kalimantan yang telah lama digarap oleh berbagai pihak.
Tetapi di beberapa bagian di Papua, telah ada aktivitas baru yang nyata dalam dekade terakhir.
NASA menjelaskan bahwa gambar tangkapannya menunjukkan "pembukaan hutan di sepanjang Sungai Digul dekat Banamepe, daerah yang dibersihkan antara 2011 dan 2016."
Badan antariksa AS itu mengkomparasi foto 2002 yang diperoleh Mapper Tematik (TM) di Landsat 5.
Foto dari dua dekade sebelumnya itu (foto di atas) menunjukkan wilayah hutan yang hijau.
Namun, ketika dibandingkan dengan foto yang diperoleh Operational Land Imaging (OLI) Landsat 8 pada 2019, wajah dari wilayah yang sama telah berubah, dengan beberapa lahan-lahan terbuka, yang pada 20 tahun sebelumnya merupakan area hutan (foto di atas).
Temuan Lain
NASA juga menunjukkan temuan lain, dengan meminjam data dari University of Maryland, AS.
Maryland menyajikan peta yang menampilkaan "bagian dari Papua selatan di mana hutan hujan dataran rendah dan hutan rawa telah dibersihkan untuk mendirikan beberapa perkebunan besar."
Universitas itu menjelaskan bahwa "deforestasi skala besar telah terjadi di daerah ini selama sekitar dua dekade, dengan beberapa plot tanah yang sangat besar dibersihkan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk, beberapa di dekat kota sungai Tanahmerah."
Pembersihan yang lebih kecil dan lebih tersebar di sepanjang sungai kemungkinan terkait dengan penebangan selektif, pergeseran alami dalam jalur lintasan air, dan pembersihan skala kecil oleh petani subsisten, jelas ilmuwan penginderaan jauh David Gaveau, penulis sebuah penelitian dan studi baru tentang tren deforestasi di Papua.
Sementara itu, pakar lain menyebut salah satu alasan yang membuat hutan di Papua mulai dibuka dalam beberapa tahun belakangan: adanya perlambatan deforestasi di lokasi-lokasi 'tradisional' seperti di Sumatera dan Kalimantan --sebagaimana ditunjukkan oleh data dari Global Forest Watch.
"Perlambatan di Sumatera dan Kalimantan disebabkan, setidaknya sebagian, pada kelelahan lahan yang cocok untuk pertanian perkebunan dan kenaikan harga tanah di pulau-pulau ini," jelas Kemen Austin, seorang analis dengan organisasi penelitian nirlaba RTI International dan penulis sebuah studi 2019 tentang pendorong deforestasi di Indonesia.
"Papua dipandang sebagai area garapan berikutnya, dan investasi baru-baru ini dalam infrastruktur telah membuat pertanian perkebunan di wilayah ini lebih menarik secara ekonomi."
Advertisement
750.000 Hektar Hutan di Papua Hilang
Menurut analisis Gaveua terhadap dua dekade data Landsat, hampir 750.000 hektar hutan dibersihkan di Papua antara 2001-2019 - sekitar 2 persen dari hutan pulau itu.
Dari total itu, analisis menemukan bahwa sekitar 28 persen dibersihkan untuk perkebunan industri (kelapa sawit dan kayu pulp), 23 persen untuk pergeseran budidaya, 16 persen untuk penebangan selektif, 11 persen untuk sungai dan danau memperluas atau mengubah arah, 15 persen untuk ekspansi perkotaan dan jalan, 5 persen untuk kebakaran, dan 2 persen untuk pertambangan.
Meskipun hanya mencakup 1 persen dari permukaan tanah bumi, hutan hujan Indonesia diyakini dapat melindungi 10 persen spesies tanaman yang dikenal di dunia, 12 persen spesies mamalia, dan 17 persen spesies burung.
Tersebar di 18.000 pulau, itu mencakup area yang cukup besar untuk menjadikannya hutan hujan terbesar ketiga di dunia, di belakang lembah Amazon dan Kongo.