Kota Bandung Jadi Rujukan Pemodelan Urban Farming

Konsep Buruan Sehat Alami Ekonomis (SAE) yang digagas Pemerintah Kota Bandung kembali menjadi rujukan pemodelan urban farming.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 14 Nov 2021, 20:00 WIB
Buruan SAE di Kelurahan Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung. (Foto: Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung - Konsep Buruan Sehat Alami Ekonomis (SAE) yang digagas Pemerintah Kota Bandung kembali menjadi rujukan pemodelan urban farming. Kali ini, lembaga swadaya masyarakat (LSM) Internasional Rikolto yang tengah menggarap program ketahanan pangan di Indonesia sengaja datang ke Bandung untuk melihat Buruan SAE.

Rombongan Rikolto diterima langsung oleh Wali Kota Bandung, Oded M. Danial di Pendopo Kota Bandung. Oded mengatakan, konsep Buruan SAE muncul atas keprihatinannya terhadap kondisi pangan di Indonesia, khususnya Kota Bandung. Menurutnya, ketergantungan terhadap pasokan pangan dari luar daerah, bahkan impor cukup miris jika menilik pada kondisi alam Indonesia yang subur.

"Indonesia dianugerahi menjadi negeri sangat subur makmur. Hampir segala macam tumbuh di Indonesia saking suburnya. Tapi saya prihatin setelah di atas 70 tahun, ketan saja kita ada yang impor, garam, sayuran, buah-buahan juga impor," kata Oded, Sabtu (13/11/2021).

Oded menilai kultur perkotaan yang memang tidak begitu dekat dengan konsep perkebunan mengingat terbatasnya lahan untuk bisa mengaktivasi kebun. Sehingga harus diberi perhatian khusus.

"Ketika mendapat amanah, saya berpikir kalau sebuah kota yang terbatas lahannya kemudian mampu menghadirkan ketahanan pangan itu baru istimewa. Kalau wilayah kabupaten yang punya banyak lahan itu biasa-biasa saja," ujarnya.

Ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia, Oded menilai pelaksanaan konsep berkebun di perkotaan menjadi semakin penting. Sehingga ia terus memperkuat Buruan SAE untuk membangun ketahanan pangan. Minimal untuk memenuhi level rumah tangga.

"Ketika pandemi, apabila sampai lockdown ini tidak bisa kemana-mana. Bisa jadi pasokan tidak masuk Kota Bandung. Kalau pasokan ini berhenti kita bisa kelaparan," ujarnya.

Selain berdiskusi, Oded juga mengajak rombongan yang terdiri dari perwakilan dari Bali, Solo, dan Depok melihat pengaplikasian Buruan SAE yang terintegrasi dengan program Kurangi Pisahkan Manfaatkan (Kang Pisman). Konsep Kang Pisman ini menjadi saling dukung dengan Buruan SAE, sekaligus menjadi solusi untuk persoalan sampah yang menjadi masalah utama perkotaan.

"Pengolahan sampah paling efektif itu di hulu bukan di hilir, artinya dari warga. Karena paling mahal biaya pengolahan sampah itu pada biaya operasional dan tipping fee. Kalau desentralisasi selesai, minimal di TPS memotong efisiensi," ungkapnya.

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Konsep Ketahanan Pangan

Ketua Kelompok Berkebun (Pokbun) Flamboyan RW 14 Kelurahan Cisaranten Kidul, Nurhayati Saidah, tengah mengamati sayur pakcoy yang dibudidayakan dengan metode hidroponik. (Foto: Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Sementara itu, Regional Director Rikolto Indonesia Nonie S menilai Buruan SAE merupakan implementasi yang komprehensif untuk konsep ketahanan pangan.

"Kita membuat konsorsium tim kota cerdas pangan. Ini program yang Rikolto bawa di empat kota yaitu Denpasar, Solo, Depok dan sekarang di Bandung. Ini sudah jalan dari 2017. Dua tahun pertama itu lebih banyak riset dan pada 2019 mulai implementasi," katanya.

Sedangkan Kepala Bappeda Surakarta Tulus Widayat ikut terkesan dengan keberpihakan kebijakan pimpinan di Kota Bandung. Menurutnya, keseriusan Pemkot terhadap program ini menjadi kunci penting dalam membangun ketahanan pangan masyarakat perkotaan.

"Bagaimanapun program yang dijalankan perangkat daerah dan masyarakat tergantung political will dari pemimpin. Ini sebagai bekal, karena kami sedang berproses di Solo," ujarnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya