Liputan6.com, Jakarta - Seiring pandemi COVID-19 yang terjadi turut meningkatkan minat masyarakat untuk berinvestasi dan menabung. Kesadaran investasi yang meningkat tersebut ditunjukkan dari pertumbuhan investor di pasar modal.
Berdasarkan data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dikutip Minggu, (14/11/2021), jumlah investor di pasar modal mencapai 6.758.335 per 29 Oktober 2021. Jumlah investor ini naik 74,15 persen dari periode 2020 sebesar 3.880.753.
Melalui investasi sebagai cara meraih tujuan eknomi baik individu atau keluarga. Perencana Keuangan Oneshildt Financial Planning Mohamad Andoko menuturkan investasi pun harus dilihat dari tujuannya.
Baca Juga
Advertisement
Apakah itu tujuan jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang. Hal itu agar menghindari salah penempatan investasi yang tidak sesuai tujuan. Misalnya tujuan investor tersebut adalah jangka pendek seperti untuk menikah atau melahirkan, tempatkanlah pada instrumen investasi risiko lebih rendah.
"Apabila investor menempatkan pada instrumen yang resikonya tinggi padahal tujuannya adalah jangka pendek lalu pasar modal jatuh seketika maka uangnya justru berkurang derastis bahkan hilang,” ujar Andoko, saat dihubungin Liputan6.com, ditulis Minggu (14/11/2021).
Investor juga seharusnya mempelajari produk investasi itu mulai dari kelebihan, kekurangan serta sentimen yang mempengaruhi instrumen tersebut.
Dengan demikian, investor dapat menentukan instrumen mana dinilai tepat. Sehingga dapat memberi imbal hasil paling besar berdasarkan risiko profil investor itu sendiri.
“Dengan mempelajari produk-produk investasi akan menaikkan risk profile yang tadinya dia (investor) konservatif bisa menjadi moderat nantinya,” tutur dia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pelajari Investasi
Profil risiko setiap orang tidak secara terus-menerus sama. Seiring bertambahnya pengetahuan dan penghasilan seseorang. Luasnya wawasan mengenai dunia investasi membawa seseorang ke cakrawala lebih besar dan semakin mengetahui berbagai jenis investasi.
Andoko pun berpesan agar senantiasa mengetahui dan memahami risiko dari setiap produk investasi. Dia menuturkan tidak setuju dengan jargon high risk high return. Menurut Andoko, tidak selalu ‘sesuatu’ yang high risk itu high return tetapi lebih tepatnya adalah high risk expected high return.
Ia juga mengungkapkan faktanya individu yang menaruh dana pada instrumen dengan risiko tinggi justru mengalami kerugian bahkan tidak mendapat imbal hasil sepeser pun.
“Oleh sebab itulah setiap individu harus mempelajari tentang investasi, harus belajar tentang plus- minusnya dan harus belajar tentang karakteristik dari risiko yang terjadi di investasi tersebut”, tutur Andoko.
Reporter: Ayesha Puri
Advertisement