Kata Nadiem soal Permendikbudristek 30/2021 yang Dinilai Legalkan Zina

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menegaskan, bahwa peraturan tersebut tidak bermaksud melegalkan zina.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Nov 2021, 16:44 WIB
Mendikbud Nadiem Makarim (kiri) mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (16/11/2020). Rapat membahas evaluasi program belajar dari rumah terkait subsidi kuota internet serta isu-isu kesiapan rekrutmen guru honorer tahun 2021. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus menuai pro dan kontra. Salah satunya dianggap melegalkan zina. 

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menegaskan bahwa peraturan tersebut tidak bermaksud melegalkan zina. 

"Mohon mengerti bagi banyak masyarakat ini melihat semua dari perspektif korban. Jadinya kalau kita sedang merancang peraturan, kita merancang beberapa aktivitas-aktivitas perilaku yang dalam definisi kekerasan seksual yang bisa di alami korban tersebut, ini sangat penting dimengerti masyarakat," tuturnya.

Nadiem lalu membandingkan ada banyak tindakan-tindakan di luar Permen Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) PPKS yang berbenturan dengan norma agama maupun norma etika.

"Di sini kita tidak menulis seks bebas, plagiarisme, atau mencuri, atau berbohong, kenapa tidak masukkan? karena itu bukan dalam ruang lingkup kekerasan seksual hanya dalam ruang lingkup kekerasan seksual yang akan diatur di sini," ujar Nadiem.

Berikut pejelasan Mendikbudristek Nadiem Makarim merespons polemik Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021: 

 


1. Tak Bermaksud Legalkan Asusila

Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, kata Nadiem, memuat tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.

"Salah satu hal yang terpenting di sini seperti ada saya mendengar sekali dari masukan berbagai macam pihak yang merasa kalau misalnya ada perkataan-perkataan di dalam ini yang bisa melegalkan atau mungkin menghalalkan tindakan asusila itu, sama sekali bukan maksud dari Permen ini," kata Nadiem dalam diskusi 'kampus merdeka dari kekerasan seksual', Jumat, 12 November 2021. 

Nadiem menjelaskan, definisi kekerasan seperti KBBI adalah paksaan. Paksaan artinya tanpa persetujuan korban. Maka, fokus dari Permendikbudristek tersebut adalah korbannya.

Sebelumnya Permendikbud ini ramai mendapatkan penolakan dari kalangan tertentu. Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS Fahmy Alaydroes mendesak agar aturan tersebut dicabut lantaran mengakomodasi pembiaran praktik perzinaan dan hubungan seksual sesama jenis.

"Oleh sebab itu, Permendikbud Ristek No 30/2021 ini harus dicabut dan segera direvisi dan dilengkapi. ! Permendikbud ini harus sejalan dengan Pasal 31 UUD 1945 yang menugaskan Pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa," katanya dalam keterangan tulis, Selasa, 9 November 2021.


2. Melindungi Korban Kekerasan Seksual di Kampus

Menurut Nadiem, anggapan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus yang dianggap melegalkan zina perlu diluruskan.

"Satu hal yang perlu diluruskan juga mohon menyadari bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sama sekali tidak mendukung apapun yang tidak sesuai dengan norma agama dan tindakan asusila," ujar Nadiem dalam diskusi 'kampus merdeka dari kekerasan seksual', " Jumat, 12 November.

Dia menegaskan, Permendikbudristek itu, hanya menyasar kepada satu jenis kekerasan yaitu kekerasan seksual dengan definisi yang sangat jelas. Sehingga, Kemendikbudristek sangat spesifik pada saat menentukan peraturan tersebut.

"Ada banyak aktivitas di luar yang mungkin tidak sesuai norma agama dan aturan etika yang bisa diatur di peraturan peraturan lain, dan juga peraturan peraturan yang ditetapkan universitas secara mandiri," Nadiem.

"Tapi target dari permendikbud ini adalah untuk melindungi puluhan ribu bahkan ratusan ribu korban dan untuk mencegah terjadinya kontinuasi dari pada korban korban ini di lingkungan kampus," jelas dia.

 


3. Ada 77 Persen Kekerasan Seksual di Kampus

Mendikbudristek Nadiem Makarim mengatakan, sebanyak 77 persen dosen dari seluruh universitas mengakui kekerasan seksual pernah terjadi di kampus.

Menurut dia, data tersebut diperoleh dari Ditjen Diktiristek Kemendikbudristek.

"Kita melakukan survei kepada dosen, bukan mahasiswa, kalau mahasiswa mungkin angkanya lebih besar lagi. Kita menanyakan dosen-dosen kita, apakah kekerasan seksual pernah terjadi di kampus anda? Dan 77 persen merespons ya, kekerasan seksual pernah terjadi di kampus kita," kata Nadiem Makarim dalam diskusi 'kampus merdeka dari kekerasan seksual', Jumat, 12 November. 

Dari jumlah tersebut, lanjut dia, ada 63 persen kasus kekerasan seksual yang tidak dilaporkan. Menurutnya, fenomena kekerasan seksual seperti gunung es.

"63 persen dari kasus kasus tersebut tidak dilaporkan kasusnya, jadi kita dalam fenomena gunung es yang kalau kita garuk garuk sedikit saja fenomena kekerasan seksual ini sudah di semua kampus sudah ada situasi ini," jelas Nadiem Makarim.

 


4. Alasan Keluarkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021

Maka dari itu, Nadiem Makarim membuat Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 sebagai cara pencegahan kekerasan seksual di kampus.

Dia ingin negara melindungi dosen dan mahasiswa terlindungi dari tindakan asusila.

"Dan itulah alasannya kita harus mengambil posisi sebagai pemerintah untuk melindungi mahasiswa mahasiswa, dosen dosen dan tenaga pendidik kita dari kekerasan seksual," katanya.

 

Muhammad Fikram Hakim Suladi

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya