Penggunaan Ganja untuk Medis, Pakar: Memang Bisa Dikembangkan Sebagai Obat

Penggunaan ganja untuk keperluan medis baru saja mendapatkan izin dari Menteri Kesehatan Malaysia, Khairy Jamaluddin.

oleh Diviya Agatha diperbarui 15 Nov 2021, 16:14 WIB
Ilustrasi ganja. (dok. Unsplash.com/@mrbrodeur)

Liputan6.com, Jakarta Malaysia baru saja mengizinkan penggunaan ganja yang sesuai dengan ketentuan hukum untuk keperluan medis. Hal inipun disampaikan langsung oleh Menteri Kesehatan Malaysia, Khairy Jamaluddin.

Terkait hal tersebut, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Dr. Zullies Ikawati mengungkapkan bahwa penggunaan ganja di dunia memang masih sangat bervariatif.

"Tapi berbicara sebagai farmakolog, memang ganja ini di sisi lain bisa dikembangkan sebagai obat dan studi-studinya kalau di luar negeri sudah banyak. Bahkan ada jurnalnya khusus ya untuk cannabis," ujar Zullies pada Health Liputan6.com, Senin (15/11/2021).

Zullies menjelaskan bahwa tetrahydrocannabinol merupakan salah satu nama kandungan dalam ganja dan masih banyak jenis cannabinol lainnya dalam ganja. Kandungan tersebutlah yang memang memiliki manfaat bagi dunia medis.

"Dalam hal ini, dikembangkan sebagai obat. Jadi yang sudah ada itu namanya Epidiolex, itu adalah satu nama obat yang berasal dari komponen ganja. Ada lagi yang namanya Dronabinol, itu nama zat aktif yang diturunkan dari senyawa ganja," kata Zullies.

"Nah, untuk ganja ini yang sudah beredar di pasaran dalam hal ini adalah sintetiknya sudah ada di luar. Jadi itu memang istilahnya medical cannabis atau ganja medis," dia menambahkan.

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa tidak disarankan untuk langsung mengonsumsi ganja langsung dari tanamannya. Artinya, harus ada proses yang tepat dan juga resep dokter terlebih dahulu. Mengingat dosisnya pun harus sesuai dengan anjuran yang berlaku.

"Kalau (ganja) dalam bentuk obat itu gak masalah, selama itu di describe sama dokter. Dengan pengaturan pakai tertentu, dengan pengawasan, gak masalah. Sama seperti obat lain, seperti morfin kan dipakai juga," ujar Zullies.

Menurut Zullies, selama ganja telah dikembangkan dan memang dibuat menjadi obat yang jelas aturan pakainya, maka sebenarnya itu bukanlah sebuah masalah. Namun penting untuk mengingat konsumsinya pun bukan langsung dari tanamannya, mengingat potensi penyalahgunaannya yang besar.

"Perlu diketahui juga akan ada potential adverse effect atau efek yang tidak diinginkan," kata Zullies.


Perkembangan penelitian

Zullies mengungkapkan bahwa jika berbicara soal perkembangan ganja di dunia sebenarnya sudah sangat banyak. Bahkan ada asosiasi tersendiri untuk membahas penggunaan cannabinoid yakni International Cannabinoid Research Society.

"Mereka juga pernah mengadakan simposium khusus untuk membahas, mengupas semua hal tentang cannabis. Jadi ada satu scientific society-nya itu dan jurnalnya juga soal cannabis. Artinya kalau memang dicari itu banyak. Sudah diteliti secara ekstensif," ujar Zullies.

"Tapi memang potensi untuk menggunakannya masih tarik ulur bagaimana untuk penggunaannya. Sebetulnya sama saja (seperti) narkotik, yang sebetulnya bukan barang ilegal ya. Terutama kayak obat tadi, itu kan narkotik ya. Ketika dibikin dalam bentuk obat, di describe, diawasi penggunaannya, itu gak ada masalah," jelasnya.

Meskipun begitu, tetap ada potensi untuk kemudian disalahgunakan penggunaannya. Di Indonesia sendiri penelitian soal ganja masih sangat sulit karena berkaitan dengan hukum.

"Kalau di Indonesia kita terbatasi oleh aspek hukum. Misalnya saya sebagai peneliti ingin mempelajari soal ganja, nyari ganjanya saja sudah susah. Bagaimana mau diteliti? Jadi kita lebih sulit nih jika ingin meneliti soal ganja," kata Zullies.


Infografis

Infografis: Pro Kontra Legalisasi Ganja Untuk Obat Medis (Liputan6.com / Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya