Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menekankan, pemerintah telah membebaskan pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi jasa perjalanan keagamaaan seperti haji dan umrah.
Pembebasan PPN ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.03/2020 tentang Kriteria dan/atau Rincian Jasa Keagamaan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Sebelumnya, pelaksanaan haji dan umrah dikenai PPN sebesar 1 persen.
"Memang dalam PMK dari Menteri Keuangan sudah jelas, penyelenggaran kegiatan keagamaan tidak dikenakan PPN. Oleh karena itu, termasuk di dalamnya jasa perjalanan ibadah haji dan umrah, itu tegas dalam PMK 92/PMK.03/2020," ujarnya dalam sesi teleconference, Selasa (16/11/2021).
Kendati begitu, Airlangga juga menerima catatan, bahwa beberapa usaha perjalanan keagamaan ini mendapatkan pemeriksaan terkait transaksi-transaksi yang lampau. Ini nanti akan kami koordinasikan dengan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan.
Berikutnya, ia menyampaikan usulan terkait sejumlah dana yang disetorkan kepada Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH). Usulan ini didasari oleh ketiadaan kegiatan umrah dan haji selama 2 tahun terakhir, yang membuat perusahaan pengelolaan perjalanan tersebut tidak menerima pendapatan sama sekali.
"Sehingga diminta agar yang sudah disetorkan di BPKH bisa dioptimalisasikan agar para pengusaha di bidang perjalanan ini bisa memperoleh manfaat untuk menunjang operasional," sambungnya.
Menurut dia, pemerintah selama pandemi virus corona ini telah banyak memberikan dukungan melalui program penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi, termasuk untuk para pengusaha pemberangkatan haji dan umrah.
"Karena dananya mereka sendiri yang menyetor dan dananya ada di BPKH, tentu optimalisasi ini bisa dibahas," ujar Airlangga Hartarto.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Arab Saudi Buka Pintu untuk Jamaah Umrah Indonesia
Pemerintah Arab Saudi telah mengakui penggunaan vaksin Sinovac dan Sinopharm sebagai vaksin untuk Covid-19.
Hal ini memberikan secercah harapan bagi masyarakat Indonesia yang ingin menjalani ibadah umrah dan haji karena sebelumnya, Pemerintah setempat hanya mengakui vaksin Astra Zenecca, Moderna, Pfizer dan Jonshon and Jonshon.
"Tahap awal Saudi ini baru mengakui aksin yang dipakai Astra Zenecca, Moderna, Jonshon and Jonshon dan Pfizer, dan sekarang mereka tambah untuk Sinovac dan Sinopharm," kata Menteri Kooordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (16/11).
Hanya saja, kata Airlangga, Pemerintah Aran Saudi meminta masyarakat penerima vaksin Sinovac dan Sinopharm yang hendak menjalani ibadah umrah dan haji mendapatkan vaksin booster. Tentunya persyaratan ini dinilai masih belum sinkron dengan kebijakan Pemerintah Indonesia.
Alasannya, kebijakan yang ada di Tanah Air, vaksin booster baru diperbolehkan untuk para tenaga kesehatan. Selain itu pemerintah masih berupaya untuk mencapai target vaksinasi 70 persen untuk dosis pertama dan 40 persen untuk dosis ke dua di tahun ini.
Advertisement