Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) siap menggarap regulasi terkait carbon trading atau perdagangan karbon untuk mendukung ekonomi hijau. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, hal itu untuk akomodasi perdagangan karbon yang lebih transparan dan berkelanjutan.
“Kami mendukung ekonomi hijau, akan segera kami garap mengenai carbon trading. Mengenai bagaimana Indonesia menjadi center carbon trading,” ungkap Wimboh dalam CEO Networking (CEON) 2021, Selasa (16/11/2021).
Wimboh mengatakan, perdagangan karbon dapat dilakukan dengan dua cara. Yakni secara langsung antara pembeli dan penjual secara over-the-counter (OTC), atau melalui pertukaran elektronik formal, seperti Carbon Trade Exchange.
Baca Juga
Advertisement
"Carbon trading over the counter atau the exchange trading. Sehingga nanti bagaimana kita optimalkan peran exchange itu sehingga bisa lebih transparan, reliable dan akan jadi sustain," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berharap Bursa Efek Indonesia (BEI) dapat segera meluncurkan perdagangan karbon. Hal itu sekaligus untuk menyambut Presidensi G20.
"Dalam Presidensi di Indonesia G20 tahun ini sampai dengan tahun depan, mulai tanggal 1 Desember sampai dengan Oktober tahun depan ini, diharapkan carbon trading bisa diluncurkan. Ini menjadi PR sendiri untuk timnya Pak Inarno (direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia)," kata Airlangga.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Harapan Sri Mulyani
Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati berharap BEI bisa menjadi platform perdagangan karbon yang kredibel dan diakui dunia.
"Kita akan sangat tergantung kepada Bursa Efek Indonesia, akan menjadi platform untuk perdagangan, yang saya harap akan membangun dan mengantisipasi, sehingga perdagangan karbon menjadi kredibel dan diakui dunia, tidak hanya Indonesia,” kata Menkeu.
Namun, untuk mewujudkan carbon trading membutuhkan regulasi nasional yang baik agar bisa sesuai dengan regulasi global. Kendati begitu, Pemerintah tetap menjaga pengaturan perdagangan karbon melalui instrumen non-perdagangan, yakni melalui pajak.
"Ini membutuhkan regulasi dan kapasitas self regulate nasional yang baik nasional, yang kompatibel dengan global namun tetap menjaga kepentingan Indonesia. Instrumen perdagangan akan dilengkapi dengan instrumen non-perdagangan seperti pajak,” ujar Sri Mulyani.
Advertisement