7 Wanita Australia yang Dipaksa Lepas Pakaian di Bandara Qatar Ajukan Gugatan Hukum

Penumpang wanita dari Australia diperiksa setelah bayi yang baru lahir ditemukan dalam kantong plastik di tempat sampah bandara di Doha, Qatar.

oleh Henry diperbarui 17 Nov 2021, 16:03 WIB
Qatar Airways, jadi penerbangan pertama yang terbang dengan seluruh penumpang yang telah divaksinasi. (Dok. Instagram @qatarairways/ https://instagram.com/qatarairways?igshid=7a02xz04hdvj/ Dinda Rizky)

Liputan6.com, Jakarta - Tujuh wanita asal Australia berencana menuntut pemerintah Qatar.  Hal ini berkaitan dengan kasus pemeriksaan ginekologi yang mereka jalani di Bandara Internasional Hamad Qatar di Doha pada tahun lalu.

Pengacara mereka, Damian Sturzaker, dari Marque Lawyers yang berbasis di Sydney, mengatakan pada Senin, 15 November 2021, bahwa mereka sedang mencari kompensasi akibat kejadian waktu itu. Sebelumnya, para wanita dari 13 orang Australia diperintahkan untuk turun dari penerbangan Qatar Airways dari Doha ke Sydney.

Mereka diperiksa setelah bayi yang baru lahir ditemukan dalam kantong plastik di tempat sampah di toilet di salah satu terminal bandara. Peristiwa ini terjadi pada awal Oktober 2020.

"Mereka memiliki masalah dalam menghadapi episode yang sangat traumatis," ucap Damian pada CNN, Selasa, 16 November 2021. Sembilan atau 10 penerbangan lain dari Doha juga ditunda sementara dan para penumpang wanita digeledah, tambahnya.

"Seorang klien kami, seorang wanita yang membawa bayinya yang baru berusia 5 bulan sudah menjelaskan kalau dia tak mungkin bisa dimasukkan dalam deretan tersangka. Tapi, mereka tetap memaksanya untuk diperiksa dengan cara membuka baju dan pakaian dalamnya," ungkap Sturzaker.

Saat diminta turun dari pesawat milik Qatar Airways, para wanita ini dikawal oleh petugas bersenjata dan dimasukkan ke dalam ambulans yang menunggu di landasan bandara. Di kendaraan ini mereka diperiksa oleh beberapa perawat wanita.

Salah seorang wanita yang tak ingin diungkap identitasnya, mengatakan ia mengalami pemeriksaan fisik yang mengerikan dan menakutkan. "Sebegitu mengerikan dan menakutkan, saya sampai pada kesimpulan bahwa saya akan dibunuh oleh orang-orang bersenjata atau suami saya di pesawat yang akan dibunuh," katanya melalui pengacara.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Belum Ada Permintaan Maaf

Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani (AP Photo/Nicolas Garriga)

Pemeriksaan berlangsung selama lima menit sebelum mereka dikawal kembali masuk ke pesawat. Beberapa wanita melaporkan insiden ini ke polisi saat mendarat di Australia, yang menarik perhatian publik dan memicu kecaman dari sejumlah negara.

Perdana Menteri Australia Scott Morrison, saat itu bahkan mengatakan, peristiwa tersebut mengerikan dan tak dapat diterima. Sampai saat ini, belum ada tindakan lebih lanjut dari pemerintah Australia, dan belum ada pernyataan maaf secara resmi baik dari pihak pengelola bandara, Qatar Airways maupun pemerintah Qatar. kepada para penumpang wanita tersebut.

Pihak Qatar Airways bahkan menolak untuk membuat permintaan maaf resmi kepada mereka yang berada di dalam pesawat. Tak lama setelah kejadian itu, Deputi Menteri Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, sempat memberikan pernyataan.

Ia mengatakan sangat prihatin dan bersimpati pada para penumpang wanita tersebut dan meminta maaf pada mereka. "Insiden ini diyakini melanggar hukum dan nilai-nilai kemanusiaan di Qatar," ujarnya dalam sebuah pernyataan.

 


Pasifnya Pihak Berwenang

Qatar Airways jalin kerjasama jangka panjang dengan FIFA. (FREDERIC J. BROWN / AFP)

Qatar melakukan proses hukum yang berujung dengan vonis hukuman percobaan terhadap seorang pejabat bandara. Namun, setelah itu tidak ada penyelidikan lebih lanjut dari peristiwa tersebut.

Sturzaker, mengatakan "upaya melakukan komunikasi dengan pihak berwenang Qatar seperti berhadapan dengan tembok". Menurut Sturzaker, para wanita berusia antara 30 sampai 50 tahun ini menuntut permintaan maaf secara resmi dan juga mendesak otorita bandara mengubah prosedur untuk memastikan insiden yang menimpa mereka tak terjadi di masa depan.

Mereka juga menuntut ganti rugi atas tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Qatar, Otorita Penerbangan Sipil Qatar, dan Qatar Airways. Salah seorang penumpang wanita mengatakan "pasifnya pihak berwenang di Qatar" mendorongnya untuk bertindak. Tuntutan resmi dari para penumpang wanita tersbut, kata Sturzaker, akan diajukan ke Pengadilan Tinggi New South Wales di Sydney dalam beberapa pekan mendatang.


6 Cara Hindari Covid-19 Saat Bepergian dengan Pesawat

Infografis 6 Cara Hindari Covid-19 Saat Bepergian dengan Pesawat. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya