Sri Mulyani Ramal Defisit APBN 2022 di Angka 4,7 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan defisit Anggaran Pendapatan dan belanja Negara (APBN) di tahun 2022 bisa mencapai angka 4,7 persen.

oleh Tira Santia diperbarui 18 Nov 2021, 10:43 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Kemenkeu mencatat defisit APBN pada Januari 2019 mencapai Rp45,8 triliun atau 0,28 persen dari PDB. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memproyeksikan defisit Anggaran Pendapatan dan belanja Negara (APBN) di tahun 2022 bisa mencapai angka 4,7 persen. Lebih rendah dari perkiraan defisit tahun 2021 dikisaran 5,2 – 5,4 persen.

“Untuk itu tahun depan 4,7 persen defisit, tapi itu dengan estimasi penerimaan negara, sebelum kita juga passing reform undang-undang pajak. Jadi kita berharap tahun depan defisitnya yang bisa lebih rendah yang ada di dalam undang-undang,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam CEO Forum, Kamis (18/11/2021).

Menkeu menegaskan, sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo yang menginstruksikan agar semua Kementerian dan Lembaga serta Pemerintah daerah segera merealisasikan anggaran belanja negara. Tujuannya agar proyeksi defisit anggaran itu lebih rendah dibanding asumsi di Undang-undang APBN 2021 yang sebesar 5,7 persen.

“Di belanja kita dorong Presiden kemarin instruksinya semua K/L dan pemerintah daerah harus menyelesaikan seluruh belanja yang mereka sudah anggarkan, dianggarkan sehingga kita harap defisit di tahun ini akan relatif lebih kecil di dalam undang-undang disebutkan 5,7 persen, kita mungkin akan enak dengan sekitar 5,2 hingga 5,4 persen,” jelasnya.

Namun, itu semua masih tergantung dengan tantangan-tantangan yang harus dihadapi Pemerintah menjelang akhir tahun 2021. Tantangan seperti munculnya inflasi, dilemma kebijakan dari negara-negara maju sehingga Indonesia harus memperhatikan tantangan ini.

“Inflasi inilah yang menjadi salah satu masalah yang sangat pelik. Menimbulkan dilema dari sisi policy di negara-negara maju, Indonesia harus betul-betul memperhatikan tantangan ini karena ini akan berlanjut sampai dengan 2022. Jadi kita tidak boleh kemudian nanti memunculkan itu inflasi yang berasal dari sisi supply,” tegasnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Realisasi defisit APBN pada Januari lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu mencapai Rp37,7 triliun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemulihan Ekonomi

Oleh karena itu, Pemerintah akan terus menjaga APBN dalam memulihkan ekonomi dan sektor kesehatan, dengan terus mendorong percepatan vaksinasi, melakukan testing, dan tracing. Sebab, jika sisi kesehatannya terselamatkan maka ekonominya juga selamat.

“Yang paling penting fokus pemerintah adalah ekonominya selamat masyarakatnya juga selamat, jadi  itu adalah tools. Jangan dibalik ekonominya Selamat dan masyarakatnya nggak selamat itu kan nggak bener. Jadi kita harus tetap, tapi memang APBN tidak boleh terus menerus dipakai secara extra Ordinary. Jadi waktu ekonominya mulai pulih masyarakatnya mulai aman APBN juga mulai sehat,” pungkasnya.   

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya