Liputan6.com, Kutai Kartanegara - Alkan, biasa disapa demikian, menyalakan perahu bermesin tempel miliknya. Perahu kecil milik pria paruh baya itu menjauhi kendang kerbau yang tingginya hampir delapan meter.
Awal Bulan Oktober 2021 lalu, air di Danau Melintang sedang pasang tinggi. Karena air sedang pasang, kandang pun terlihat hanya setinggi 1 meter dari atas permukaan air.
Alkan adalah warga Desa Melintang, Kecamatan Muara Wis, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Dia adalah pemilik kendang kerbau yang berlokasi di salah satu sisi Danau Melintang, danau seluas 11 ribu hektar.
Baca Juga
Advertisement
Saat air pasang tinggi, Alkan bersama kelompok peternaknya jadi lebih sibuk. Sebab sumber pakan menjadi lebih jauh karena sekelilingnya terendam air hingga 7 meter.
Sekitar 800 ekor kerbau harus diberi makan. Saat kondisi pasang tinggi seperti ini, pilihan terbaik adalah menggembalakan kerbau menyeberangi Danau Melintang.
“Karena kalau kita yang carikan makan, pasti tenaga kita tidak cukup,” kata Alkan.
Pilihan terbaik adalah menggembalakan kerbau dengan cara berenang. Tentu banyak yang heran, bagaimana mungkin ratusan kerbau bisa digembalakan membelah danau yang luas.
“Mereka terlahir sudah bisa berenang,” kata Alkan setengah bercanda.
Dia pun bersiap dengan perahunya di sisi depan kandang menunggu anggota kelompok ternak lainnya membuka kendang. Sebanyak empat perahu bersiap menunggu rombongan kerbau keluar.
Keempat perahu inilah yang nanti mengawal kerbau menuju “padang rumput”. Mengapa padang rumputnya harus tanda kutip? Simak terus tulisan ini karena memang padang rumputnya unik.
Simak juga video pilihan berikut
Tidak Semua Kerbau Digembalakan
Di kandang yang berdiri di atas air saat air danau pasang, terbagi ke beberapa bagian. Bagian paling besar tentu saja untuk kerbau yang dewasa dan sehat.
Di bagian lain ada untuk kerbau betina yang sedang hamil serta anakan kerbau yang masih memerlukan susu dari induknya. Kerbau-kerbau ini tidak digembalakan namun dicarikan rumput.
“Kerbau itu berenang sejak pagi hingga sore sehingga harus kerbau yang fisiknya bagus saja yang digembalakan,” kata Alkan.
Lewat aba-aba yang diberikan Alkan, pintu gerbang utama kandang dibuka. Ratusan kerbau kemudian berebut turun ke air.
Penggembala yang bersiap di air langsung mengatur posisi agar kerbau tidak langsung berenang jauh dan tetap dalam satu rombongan. Keempat perahu mengisi posisi empat penjuru mata angin.
Seorang penggembala bergegas mendayung ke tengah rombongan kerbau karena melihat ada anakan kerbau yang ikut turun. Dia lalu menarik kerbau tersebut untuk kembali ke kandang.
Di sisi lain, tampak seorang penggembala menghalau seeokor kerbau yang hendak langsung mencari rumput di sekitar kandang. Tugas paling berat memang saat kerbau turun ke air pertama kali. Kerbau yang lapar tentu ingin segera mencari rerumputan terdekat.
“Kerbau harus dalam satu rombongan. Karena jumlahnya ratusan, sementara kami hanya beberapa orang, jadi kerbau harus tetap dalam satu rombongan,” paparnya.
Advertisement
Kerbau Berenang Menyeberangi Danau Melintang
Pemandangan paling epik tentu saja melihat rombongan ratusan kerbau ini menyeberangi danau Melintang. Ratusan kerbau berenang perlahan menyeberangi danau yang luas.
Sementara para penggembala mendampinginya di setiap sisi dengan mendayung perahu. Beberapa kali kerbau melintasi pepohonan yang tergenang air.
Kerbau akan melahap setiap rerumputan yang mengapung di depannya saat melintas. Para penggembala tetap fokus menjaga kerbau agar tidak ada yang keluar dari rombongan.
“Kerbau akan kami gembalakan mulai pukul 9 pagi, hingga sore hari sekitar pukul 3 sore. Jadi kerbau akan berenang selama itu,” kata Alkan.
Setiap hari, lokasi yang dituju selalu berbeda-beda. Tapi lokasinya berada di salah satu sisi Danau Melintang.
Selama perjalanan, kecepatan berenang masing-masing kerbau tentu berbeda. Di sepertiga akhir perjalanan, rombongan kerbau akan terpecah menjadi dua hingga tiga rombongan kecil.
“Penggembala ada yang bertugas menjaga rombongan-rombongan kecil itu. Jadi kami kemudian membagi tugas. Rombongan kecil dikawal satu perahu, sisanya tetap mengawal rombongan besar,” paparnya.
Ratusan kerbau ini memang merupakan aset Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara di bidang peternakan. Kerbau-kerbau ini, meski hidup di atas perairan, bisa berkembang dengan sangat baik.
Tercatat di perairan Sungai Mahakam, ada beberapa kandang yang berdiri di atas rawa seperti yang ada di Danau Melintang ini.
Makan Sambil Tetap Berenang
Jangan bayangkan tempat pakan yang dituju berupa padang rumput hijau yang luas. Padang rumput yang dimaksud juga tetap merupakan kawasan perairan, namun lebih dangkal.
Sehingga ujung rerumputan masih terlihat menyembul ke atas permukaan air. Di sinilah ratusan kerbau itu mencari makan.
Uniknya, karena masih kawasan perairan, kerbau mencari makan dalam kondisi tetap berenang. Bahkan, kerbau harus memasukkan kepala ke dalam air untuk menarik rumput ke permukaan.
Para penggembala yang masih menggunakan perahu tetap menjaga kerbau mencari makan agar tidak keluar dari areal yang ditetapkan sebagai tempat pakan kerbau di hari itu. Untuk mengatasi kejenuhan, biasanya penggembala membawa speaker portable agar bisa mendengarkan lagu-lagu kesukaan mereka.
Melihat kerbau berenang, kemudian menyelam dan menarik rumput ke permukaan, tentu saja menjadi pemandangan paling unik. Aktivitas penggembala dengan menggunakan perahu juga menjadi sesuatu yang berbeda.
“Selama kita menggembala di sini dari puluhan tahun silam, belum ada cerita kerbau mati tenggelam,” kata Alkan.
Menggembalakan kerbau di air selalu dilakukan saat air danau sedang pasang. Jika air surut, kondisi sekitar kandang akan berubah menjadi rawa dan kerbau akan mencari makan tak jauh dari kandang.
Rawa di sekitar kandang bisa diinjak kerbau dan berjalan mencari makan. Rerumputan di rawa akan menjadi sumber pakannya.
“Itulah kemudian mengapa dinamakan kerbau Kalang atau yang berarti kerbau rawa. Kerbau itu hidup di atas rawa dan selalu siap dengan kondisi air pasang,” kata Sopan Sopian, Anggota Komisi II DPRD Kutai Kartanegara.
Advertisement
Potensi Peternakan di Kutai Kartanegara
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Kutai Kartanegara, Sutikno menyebut potensi peternakan di Kutai Kartanegara sangat besar. Bahkan produksi di bidang itu menjadi nomor satu di Kalimantan Timur.
Sutikno kemudian menunjukkan data peternakan sapi potong dan kerbau kepada liputan6.com. Potensi perkebunan berdasarkan data tahun 2019 menyebutkan Kutai Kartanegara jauh meninggalkan kabupaten dan kota lainnya yang ada di Kaltim.
“Populasi ternak besar khususnya sapi potong dan kerbau jumlah terbesar terdapat di Kabupaten Kutai Kartanegara sehingga menjadi modal utama untuk mendorong swasembada daging di Provinsi Kalimantan Timur,” kata Sutikno, Kamis (18/11/2021).
Sementara itu, pertumbuhan sapi dan kerbau juga terus bertambah dari tahun ke tahun. Tak heran jika kemudian Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara memasukkan peternakan sebagai bagian dari arah kebijakan masa depan mereka.
Kebijakan seperti pengadaan pejantan tangguh, pengadaan sapi, penanggulangan penyakit hewan, hingga pembangunan kandang menjadi program prioritas Visi Kukar Idaman 2021-2026. Potensi peternakan yang sudah ada bisa membuat kabupaten kaya migas ini swasembada daging sapi dan kerbau.
Bantuan untuk kerbau kalang juga tetap diberikan misalnya dengan membangun kandang kalang. Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara juga membantu pemasaran kerbau.
Potensi Pariwisata untuk Kutai Kartanegara
Keunikan menggembala kerbau sambil berenang di danau yang luas tentu menjadi keunikan tersendiri. Sayangnya, belum ada yang memasarkannya sebagai paket wisata.
Padahal wisata alam seperti ini sangat dicari oleh penikmat wisata yang menawarkan pengalaman unik. Menyaksikan dan mengikuti penggembala kerbau tentu menjadi sajian unik yang dicari banyak orang.
Untuk itu, warga yang tergabung dalam Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) bentukan Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Kutai Kartanegara menginisiasi paket wisata tersebut. Mereka menyebutnya Paket Wisata Pehuluan.
KIM Desa Muara Muntai Ulu, Kecamatan Muara Muntai misalnya, sudah berhasil mengemas paket wisata restoran terapung. Konsep wisata ini adalah mengajak pengunjung menyusuri Sungai Mahakam, melihat kehidupan warga yang tinggal di tepi sungai, sambil menikmati hidangan khas Kutai.
Ketua KIM Desa Muara Muntai Ulu Wahyudin mengaku, paket wisata yang ditawarkan di desanya masih terasa kurang. Padahal paket wisata yang ditawarkannya tak kehabisan pemesan.
“Para pengunjung masih bertanya, apalagi yang bisa kita kunjungi di sini. Saat ini kita masih bingung jawabnya, padahal masih banyak menarik yang dikunjung di sini namun belum dikemas dengan baik,” kata Pak Ding, sapaan akrab Wahyudin.
Bersama KIM dari desa lain mereka mulai menggali informasi soal potensi desa masing-masing. Setelah itu, bersama warga desa lainnya mereka akan mengemas sebuah paket wisata yang dinamakan Paket Wisata Pehuluan.
“Kita berharap, wisata yang menawarkan experience ini bisa lebih dikenal luas dan menjadi paket wisata alternatif masyarakat yang ingin punya pengalaman berbeda dari perjalanan liburannya,” sambung Pak Ding.
Doni, Ketua KIM Desa Muara Enggelam, Kecamatan Muara Wis juga bernada serupa. Desa tempat tinggalnya saat ini merupakan desa terapung dan tanpa daratan yang punya nilai tersendiri di mata pengunjung.
“Melalui KIM kita akan mengajak masyarakat untuk bersama membangun kesadaran akan potensi desa kita masing-masing. Seringkali pengunjung datang tapi kita tidak siap menyambutnya,” kata Doni.
Kecamatan Muara Wis dan Kecamatan Muara Muntai merupakan dua kecamatan yang tinggal dalam satu kawasan. Keduanya berada di aliran Sungai Mahakam dan Danau Melintang.
Advertisement