Liputan6.com, Jakarta - "Yogya is not the second of Bali," ucap Kabid Pemasaran Dinas Pariwisata DI Yogyakarta, Marlina Handayani, dalam jumpa pers pembukaan JFFE 2021 secara hybrid, Selasa, 16 November 2021.
Terkait itu, Yogyakarta memiliki pesonanya sendiri untuk menarik wisatawan. Provinsi di selatan Pulau Jawa itu berkonsolidasi untuk menciptakan daya tarik utama baru dalam kaitan pariwisata berkelanjutan. Salah satunya mengorganisir berbagai festival dalam Jogja Festival and Forum Expo (JFFE) 2021.
"Dalam JFFE diharapkan bisa menelurkan kreasi baru untuk menyikapi pandemi yang kita tidak tahu kapan berakhir," ujarnya.
Baca Juga
Advertisement
Ia menyatakan pemerintah derah mengambil posisi mengamankan kebijakan pemerintah pusat. Meski demikian, 2022 diharapkan gerak ekonomi dan aspek kesehatan makin bisa berjalan beriringan. Kuncinya, sambung dia, terletak pada integrasi agar sektor pariwisata dan ekonomi kreatif tetap bergerak dan bangkit.
Hal senada disampaikan Kanjeng Pangeran Haryo Purbodiningrat selaku penasihat Jogja Festivals. Ia menekankan bahwa destinasi wisata itu tidak terbatas pada tempat, tetapi juga festival. Dalam hal ini, Jogja memiliki daftar panjang festival yang digelar dengan tema berbeda setiap tahun.
"Kalau tempat, sekali seumur hidup bisa jadi cukup, tapi kita butuh kesadaran bersama bagaimana menjadikan sebuah festival jadi destinasi wisata, karena (festival) tiap tahun berubah. Banyak ide-ide baru yang ingin ditunjukkan kepada masyarakat," sambung dia.
JJFE tahun ini terbagi dua agenda utama, yakni talkshow yang berlangsung pada 16--18 November 2021 dan expo yang digelar hingga 30 November 2021. Ketua JFFE 2021, Bram Satya menjelaskan target utama festival itu adalah para penyelenggara festival dan pegiat event di Yogyakarta.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Lebih dari 70 Festival
Bram mengungkapkan acara tersebut digelar secara gotong-royong. Ia berharap ajang itu menjadi platform bagi seluruh penyelenggara festival dan event untuk bekerja sama. Pada akhirnya, festival menjadi sebuah ekosistem di Yogya yang bisa mendukung pariwisata dan pemulihan ekonomi.
"Ini bukan festival yang lain, tapi ini platform yang berdasarkan data terakhir, 70 lebih festival digelar di Jogja," ucapnya.
Ia menyebut ekosistem festival di Yogya unik. Kebanyakan memiliki jaringan sendiri yang ternyata bisa berkelanjutan. Dampak ekonominya juga tidak hanya dirasakan oleh penyelenggara, tetapi juga masyarakat sekitar. Bahkan, pendapatan dari tiket penjualan tidak sebesar hasil yang diperoleh Kota Yogya.
"Biaya pembuatannya cukup besar untuk buat Art Jog atau Custome Fair. Tapi setelah riset kemarin, yang paling untung ya Kota Jogja. Katakanlah Custom Fair, tiket Rp60 ribu, total yang saya baca ada 25 ribu pengunjung. Kalau hitung impact tiketnya, itu hanya sekitar 20 persen dari uang yang beredar di event itu," urainya.
Advertisement
Cari Sponsor
Bram berharap forum diskusi itu bisa menghasilkan kesepakatan bersama dalam menggelar festival di tahun depan. Bila sudah terorganisir, tidak ada lagi penyelenggara yang serba mendadak dan tidak ada festival yang tidak didukung pemerintah. Tak lupa peran swasta untuk membantu menyukseskan acara.
"Kita mulai sadar pemerintah bukan momok, sekarang pemerintah bisa kita ajak kerja sama," ujarnya.
Dalam expo, sejumlah TV besar akan dipasang untuk menayangkan festival-festival yang sudah digelar di Jogja, seperti Art Jog, Sumonar, dan Jogja Gamelan Festival. Selain itu juga akan ditampilkan event-event berskala kecil yang kurang dikenal masyarakat tetapi punya basis peminat yang kuat.
"Target utamanya menguatkan jejaring. Tetapi kalau ditanya sama penyelenggara festival, apa yang paling mereka butuhkan, (jawabannya) yang penting dapat sponsor," sambung dia.
4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan
Advertisement